> >

Bicara Omnibus Law Cipta Kerja, Moeldoko: Mau Diajak Bahagia Saja Kok Susah Amat

Politik | 17 Oktober 2020, 14:55 WIB
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS TV - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko turut berbicara soal Omnibus Law UU Cipta Kerja yang saat ini menuai polemik.

Menurut Moeldoko, Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah agar Indonesia dapat mengikuti kompetisi di ranah global.

Dengan begitu, kata Moeldoko, UU Cipta Kerja akan mengubah wajah rakyat Indonesia menjadi bahagia, karena memiliki harga diri dan martabat.

Baca Juga: Ribuan Mahasiswa Kembali Kepung Istana Negara Hari Ini, Tuntut Jokowi Cabut Omnibus Law Cipta Kerja

"Wajah baru Indonesia adalah wajah rakyat. Wajah bahagia di mana kita punya harga diri, punya martabat," kata Moeldoko dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (17/10/2020).

"Rakyat yang mempunyai daya saing, punya peluang dan karier, serta punya masa depan. Mau diajak bahagia saja kok susah amat."

Moeldoko menjelaskan, penyusunan UU Cipta Kerja dilakukan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, tentang visi "Indonesia Maju".

Visi membangun Indonesia maju antara lain dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM), reformasi birokrasi, dan transformasi ekonomi.

Baca Juga: Luhut Tegur Keras Mantan Pejabat Tinggi yang Tolak Omnibus Law Cipta Kerja: Anda Berdosa!

Melalui UU Cipta Kerja, Moeldoko menambahkan, pemerintah akan berupaya menciptakan lapangan kerja baru yang seluas-luasnya.

Selain itu, Moeldoko mengatakan UU Cipta Kerja merupakan solusi terhadap rumitnya birokrasi dan regulasi yang selama ini menghambat investasi di Indonesia.

"UU Cipta Kerja ini merupakan penyederhanaan regulasi yang dibutuhkan, sehingga mau tidak mau birokrasi juga harus mengalami reformasi," ujar Moeldoko.

Namun, kata Moeldoko, banyak pihak yang terburu-buru menolak UU Cipta Kerja tanpa memahami substansi dari undang-undang tersebut.

Baca Juga: Sebar Hoaks Soal Demo Tolak UU Cipta Kerja, Oknum PNS Ini Ditangkap!

Padahal, ia berharap saat ini seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat, bersatu menghadapi situasi yang serba tak menentu.

"Saya lihat banyak tokoh yang sesungguhnya belum memahami isi sepenuhnya, tapi keburu menolak. Padahal saat ini yang dibutuhkan adalah sebuah persatuan," ujarnya.

"Mereka menyampaikan keberatan isi substansi dari undang-undang yang mungkin itu konsep sebelum disahkan."

Kendati demikian, Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo teguh mengambil sikap untuk berinovasi menjawab tantangan global.

Baca Juga: Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Sempat Bertahan Hingga Tengah Malam

Menurutnya, Jokowi tak takut mengambil risiko meski UU Cipta Kerja menimbulkan banyak perdebatan.

"Presiden Jokowi memilih untuk tidak takut mengambil risiko. Mengambil jalan terjal dan menanjak," kata dia.

Seperti diketahui, Rancangan UU Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).

Setelah disahkan, UU Cipta Kerja sempat dikoreksi. Bahkan berbedar draf UU Cipta Kerja dalam berbagai versi jumlah halaman.

Baca Juga: UU Cipta Kerja, Ujian untuk MK di Era Jokowi - Opini Budiman Eps.25

Saat ini, draf UU Cipta Kerja yang telah selesai direvisi setebal 812 halaman itu sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani.

Namun, UU Cipta Kerja mendapat kritik dari kelompok buruh, pekerja hingga akademisi.

Pengajar Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Izzati menilai, klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja disusun dengan logika hukum yang keliru.

Menurut Nabiyla, negara semestinya memberikan perlindungan bagi pekerja dalam aturan ketenagakerjaan.

Baca Juga: Jokowi Unggah Dukungan Bank Dunia pada Omnibus Law UU Cipta Kerja

Sedangkan, melalui UU Cipta Kerja pemerintah justru mengurangi perannya dan mengembalikan ketentuan tentang hak-hak pekerja berdasarkan kesepakatan dengan pengusaha.

"Dalam kapasitasnya sebagai penyeimbang hubungan antara pekerja dan pengusaha, ketika pemerintah memakai logika tersebut, maka pemerintah telah gagal melaksanakan fungsinya sebagai penyeimbang," kata dia dalam sebuah diskusi Jumat (16/10/2020).

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU