> >

Dibahas dalam Debat Capres, Jokowi Sebut Utang RI Masih Sesuai UU dan Lebih Rendah dari Tetangga

Ekonomi dan bisnis | 9 Januari 2024, 06:00 WIB
Presiden Jokowi meresmikan Terminal Pakupatan Tipe A, di Kota Serang, Banten tersebut, Senin (08/01/2024). (Sumber: BPMI Setpres)

SERANG, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan, rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kondisi baik dan tidak melanggar ketentuan undang-undang. Yaitu hingga 60% terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Undang-undang 'kan memperbolehkan sampai maksimal 60 persen, dan kita juga harus melihat bahwa utang kita dibanding dengan gross domestic product (GDP) itu masih pada kondisi baik dan amanlah, masih di bawah 40 persen," kata Jokowi di sela kunjungan kerja di Serang, Banten, Senin (8/1/2024). 

Adapun jumlah utang pemerintah hingga akhir November 2023 mencapai Rp8.041,01 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 38,11%  

Menurut Jokowi, jumlah itu masih sesuai dengan regulasi dan lebih rendah dari negara lain. 

Baca Juga: Di Depan Para Kepala Desa, Jokowi Sebut Lebih Banyak Bangun Jalan Desa dibanding Jalan Tol

"Ingat di negara besar itu sudah ada yang 260 persen, ada yang 220 persen. Ada yang di tetangga kita, enggak saya sebut negaranya, 120 persen, ada yang 66 persen," ujarnya seperti dikutip dari Antara

Menurut Jokowi, yang paling penting adalah utang harus dipakai untuk kepentingan yang produktif yang bisa memberikan keuntungan kembali kepada negara, sehingga bisa membayarnya.

"Dengan juga adanya kenaikan GDP kita dari tahun ke tahun, periode ke periode, saya kira yang paling penting itu," ucapnya. 

Sebelumnya, pada debat ketiga capres Minggu (7/1) malam, capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengatakan bahwa utang luar negeri harus digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif, bukan non-produktif. 

Baca Juga: Jokowi Sebut Tol JORR 2 Selesai di Kuartal II 2024, Ini Progres Pembangunan 6 Ruasnya

Anies memberikan contoh penggunaan utang untuk hal yang non-produktif adalah pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista) bekas.

“Utang yang digunakan untuk aktivitas produktif, jangan yang non-produktif, misalnya utang digunakan untuk membeli alutsista bekas oleh Kementerian Pertahanan,” kata Anies seperti diberitakan Kompas.tv sebelumnya. 

Menurutnya, membeli alutsista bekas menggunakan utang luar negeri bukanlah situasi yang tepat.Selain itu, utang luar negeri ini juga harus dihitung dengan teliti agar kedaulatan Indonesia tidak berpotensi diintervensi oleh negara pemberi utang.

Anies menilai, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) harusnya tak lebih dari 30%

Sedangkan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menilai, utang luar negeri Indonesia masih menjadi yang terendah dibandingkan dengan negara lain, yakni sekitar 40% dari PDB.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Tol Pamulang-Cinere-Raya Bogor, dari Cimanggis ke Soetta 30 Menit

“Saya tidak terlalu khawatir negara lain mau intervensi kita soal utang, kita sangat dihormati, mereka hormat dengan indonesia, kita tidak pernah gagal utang,” ucap Prabowo. 

Sementara capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan utang menjadi hal yang harus diwaspadai terlebih untuk pembangunan infrastruktur dan sektor yang berisiko tinggi.

"Utang itu memang bisa mematikan, maka hati-hati kalau mau utang," kata Ganjar.

"Terutama pada infrastruktur yang punya risiko tinggi, kita mesti hitung betul. Kita mesti prudent betul. Karena ini pernah dilakukan dan membikin banyak negara kolaps karena utang," imbuhnya. 

Baca Juga: KemenPANRB akan Maraton Rapat dengan K/L dan Pemda Bahas Teknis Rekrutmen CASN 2024

Ia melanjutkan, jika ingin membangun infrastruktur dengan kekuatan dalam negeri, pertumbuhan ekonomi mesti didorong agar mencapai 7%

"Namun demikian, kalau ingin memakai kekuatan dalam negeri artinya, wajib hukumnya kita mendorong ekonomi tumbuh 7%, kemudian government berjalan bisa dengan baik, maka ICOR (Incremental Capital Output Ratio) turun 4 persen," tuturnya. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, Antara


TERBARU