Kompas TV nasional humaniora

Cerita Mahasiswa Asal Jakarta di UNS Solo, Terancam Putus Kuliah karena KJMU Dicabut

Kompas.tv - 7 Maret 2024, 06:50 WIB
cerita-mahasiswa-asal-jakarta-di-uns-solo-terancam-putus-kuliah-karena-kjmu-dicabut
Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). (Sumber: Dok. KJMU)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengoreksi daftar penerima bantuan pendidikan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).

Sehingga banyak mahasiswa asal DKI yang kebingungan karena namanya tak terdaftar lagi sebagai penerima KJMU. 

Seperti yang dialami Iema (19), mahasiswa asal Jakarta Timur yang saat ini berkuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah.

Iema sekarang masih berada di Semester 2 dan bisa melanjutkan pendidikan karena KJMU. 

Tapi ia sangat terkejut saat beberapa hari lalu mendapat pemberitahuan jika sistem KJMU berubah.

Perubahan itu menyebabkan nama Iema tak lagi terdaftar sebagai penerima KJMU. 

”Aku terancam bakalan putus kuliah, ayah aku petugas satpam di perusahaan swasta. Tapi, tiba-tiba aku dapat desil 5. Mana rumah bukan hak milik ayahku, alias mengontrak sama kerabat,” kata Iema seperti dikutip dari Kompas.id, Rabu (6/3/2024). 

Program KJMU pertama kali diadakan saat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI. Kemudian dilanjutkan Anies Baswedan saat jadi Gubernur DKI.

Baca Juga: Pendaftaran KJMU 2024 Dibuka untuk Calon Mahasiswa, Penerima Dapat Rp9 Juta per Semester

Program ini diharapkan dapat membantu pelajar pemegang Kartu Jakarta Pintar (KPJ) yang hendak melanjutkan studi di perguruan tinggi di jenjang diploma atau sarjana.

Sasaran utamanya adalah pelajar DKI Jakarta dari keluarga miskin yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Keluarga penerima KPJ atau KJMU harus masuk dalam DTKS kelompok desil atau status kesejahteraan 1 hingga 4. 

Desil 1 merupakan kelompok rumah tangga paling rendah tingkat kesehateraannya alias sangat miskin, desil 2 miskin, desil 3 hampir miskin, dan desil 4 rentan miskin. Semakin tinggi desilnya, semakin baik kesejahteraan keluarganya.

Tadinya keluarga Iema masuk dalam kategori desil penerima KJMU. Namun kini mereka masuk desil 5.

Ia menuturkan, ayahnya adalah satpam di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang belum lebih besar dari UMR DKI Jakarta.

Penghasilan sang ayah sangat pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

Baca Juga: Politikus Nasdem Minta Jokowi Pecat Heru Budi Buntut KJMU Dihapus

Apalagi Iema juga punya 2 adik yang masih sekolah di bangku SMP, sedangkan satu lagi masih berusia 6 tahun dan berkebutuhan khusus. 

Kedua adik Iema yang juga dapat bantuan pendidikan KJP, terancam tak lagi dapat bantuan itu. Lantaran Pemprov DKI juga mengubah skema KJP. 

"Aku terancam bakalan putus kuliah, ayah aku petugas satpam di perusahaan swasta. Tapi, tiba-tiba aku dapat desil 5. Mana rumah bukan hak milik ayahku, alias mengontrak sama kerabat," ujarnya. 

Iema berujar, kedua orangtuanya sudah mencari informasi terkait hal ini. Termasuk bertanya kepada salah satu pegawai Dinas Sosial Pemprov DKI. 

Menurut pihak Dinsos, DKTS memang ditentukan oleh dinsos. Tetapi desil kemiskinan bersumber dari data Registrasi Sosial Ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca Juga: Kritik Makan Siang Gratis, PDI-P: Bikin Kementerian Saja Daripada Ambil Dana BOS

Desil keluarga Iema yang berubah menjadi desil 5 otomatis tidak layak atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai penerima KJMU untuk Iema dan KJP untuk adik-adiknya. 

Kondisi tentu sangat memberatkan Iema. Selain uang kuliah, ia juga perlu biaya kos dan kebutuhan sehari-hari di perantauan.

Program studi yang Iema ambil juga sering kali ada kegiatan praktikum di luar kampus dengan biaya yang tidak sedikit.

”Tolong kebijakannya. Aku bener-bener nangis sampai enggak fokus kuliah sekarang buat muter otak aku apa habis ini,” ucapnya. 

Hingga akhir tahun 2023, total ada 122 PTN dan perguruan tinggi swasta (PTS) yang masuk di dalam program KJMU, dengan total 13.575 mahasiswa penerima.

Penerima manfaat KJMU berhak mendapatkan dana bantuan pendidikan sebesar Rp 1,5 juta per bulan atau Rp 9 juta per semester. 

Dana tersebut diperuntukkan bagi biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN/PTS dan juga bisa sebagai pendukung personal, seperti biaya hidup, biaya buku, transportasi, ataupun perlengkapan kuliah.

 



Sumber : Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x