Kompas TV nasional politik

Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Memihak Bisa Jadi Bukti Petunjuk Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kompas.tv - 28 Januari 2024, 06:45 WIB
pernyataan-jokowi-soal-presiden-boleh-memihak-bisa-jadi-bukti-petunjuk-sidang-sengketa-pilpres-di-mk
Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Rabu (24/1/2024). (Sumber: Tangkapan layar Youtube Kompas TV)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Hukum dan HAM Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai presiden boleh kampanye dan memihak dapat menjadi bukti petunjuk untuk hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perkara sengketa Pilpres 2024. 

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menyatakan sikap tersebut penting dilakukan hakim MK untuk menjadi rujukan dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2024. 

MK sebagai lembaga penjaga konstitusi harus bisa melihat segala aspek dari kemunculan sengketa Pilpres 2024.

Termasuk juga keberpihakan kepala negara terhadap salah satu pasangan calon yang diwujudkan dalam kampanye. 

"Putusan MK bukan sekadar mengkalkulasi suara, tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara," ujar Trisno dalam pesan tertulisnya, Sabtu (27/1/2024). 

Baca Juga: Bahlil soal Dugaan Pose Dua Jari Jokowi: Masa Bapak-Anak Enggak Saling Dukung

Trisno menambahkan pernyataan Jokowi presiden boleh kampanye dan memihak sejatinya tidak dilihat dari kacamata normatif semata. Tapi harus dilihat dari sudut pandang filosofis, etis dan teknis.

Dalam sudut pandang normatif, Trisno mengakui dalam Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden memiliki hak untuk ikut kampanye. 

Namun ketentuan tersebut tidak bisa hanya dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dari akar prinsip dan asas penyelenggaraan Pemilu yang di dalamnya terdapat aktivitas kampanye.

Trisno menilai pelaksanaan kampanye tidak sebatas ajang memperkenalkan peserta kontestasi politik, tapi juga harus dipandang sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu.

Menurutnya pendidikan politik di tengah masyarakat akan sulit tercapai jika presiden dan wakil presiden yang aktif menjabat kemudian mempromosikan salah satu kontestan dengan sangat mungkin juga menegasi kontestan lainnya. 

Baca Juga: Saat Ganjar Tanya ke Prabowo Terkait Putusan MK yang Lahirkan MKMK

Dalam aspek filosofis, presiden sebagai kepala negara adalah pemimpin seluruh rakyat. Di dirinya melekat tanggung jawab moral dan hukum di segala aspek kehidupan bernegara, termasuk Pemilu. 

Di sisi lain presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi terikat dengan prinsip dasar yang harus dipatuhi. 

Semisal memastikan penyelenggaraan Pemilu yang berintegritas dan memastikan penggantinya sosok berintegritas.

"Presiden pejabat publik yang terikat sumpah jabatan dan harus berdiri di atas dan untuk semua kontestan. Secara filosofis, aktivitas untuk kampanye sekalipun dilakukan saat cuti adalah tidak tepat," ujar Trisno. 

Kemudian dari sudut pandang etis dan teknis, Presiden disumpah setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Kesetiaan ini harus diwujudkan dalam segala aktivitasnya. 

Baca Juga: Jimly Asshidiqie Ungkap Alasan Tak Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tidak Hormat pada Anwar Usman

Bahkan meski presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik, saat menjabat menjadi, presiden wajib tunduk kepada rakyat bukan kepada partai politik pengusung. 

Hal ini juga yang membuat Jokowi selalu dipersonifikasi sebagai presiden dalam aktivitas apapun. Bahkan aktivitas keseharian yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. 

Untuk itu presiden sejatinya harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, apalagi dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi. 

"Kami meminta MK untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara Pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan atau referensi memutus perselisihan hasil Pemilu," pungkas Trisno.

Ketentuan UU Pemilu

Sebelumnya Presiden Jokowi menjelaskan pernyataan presiden boleh kampanye memang termuat dalam perundang-undangan. 

Baca Juga: MK Tolak Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres, Zaenal Arifin: Bom Waktu Sengketa Pilpres 2024

Perundang-undangan yang dimaksud Jokowi yakni Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

Dalam Pasal 299 ayat (1) dijelaskan presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. 

Kemudian di Pasal 281 UU Pemilu dijelaskan juga mengenai aturan yang harus dipenuhi presiden dan wakil presiden jika melakukan kampanye. 

Di antaranya yakni tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. 

"UU Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Jelas," ujar Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).


 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x