Kompas TV nasional hukum

Di Amsterdam, Mahfud MD Beberkan 12 Pelanggaran HAM Berat Versi Komnas: Petrus hingga Dukun Santet

Kompas.tv - 27 Agustus 2023, 18:34 WIB
di-amsterdam-mahfud-md-beberkan-12-pelanggaran-ham-berat-versi-komnas-petrus-hingga-dukun-santet
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD (kedua kiri) berkunjung ke Amsterdam, Belanda, untuk bertemu dengan korban pelanggaran HAM berat masa lalu. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Desy Afrianti

KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membeberkan 12 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM Berat) di Amsterdam, Belanda.

Mahfud membeberkan kedua belas kasus tersebut di haadapan para korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.

“Ini ada kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah ditetapkan oleh Komnas HAM, ada peristiwa 1965-1966, Petrus (1982-1985), Talangsari (1989),” tuturnya, Minggu (27/8/2023), dikutip Breaking News Kompas TV.

Berikut kedua belas kasus pelanggaran HAM berat tersebut:

- Peristiwa 1965-1966

- Peristiwa penembakan misterius tahun 1982-1985 (Petrus)

- Peristiwa Talangsari, Lampung tahun 1989 (Kasus Talangsari)

- Peristiwa Rumoh Geudaong dan Pos Sattis, Aceh, tahun 1989

- Peristiwa penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998

Baca Juga: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Aceh Bukan Karena Tahun Politik

- Peristiwa kerusuhan Mei 1998

- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II, tahun 1998-1999

- Peristiwa pembunuhan dukun santet, tahun 1998-1999

Kasus pelanggaran HAM berat (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

- Peristiwa Simpang KKA, Aceh tahun 1999

- Peristiwa Wasior, Papua, tahun 2001-2002

- Peristiwa Wamena, Papu, tahun 2003

- Peristiwa Jambu Keupok, Aceh, tahun 2003

“Nah ini yang sekarang harus diselesaikan, pengadilan dan non-pengadilan,” tuturnya.

Ia menegaskan, untuk proses di pengadilan, sudah ada 35 terdakwa yang disidangkan, namun seluruhnya bebas karena tidak terbukti bersalah.

“Ini menghadirkan 35 terdakwa pejabat negara yang dianggap melakukan kesalahan pelanggaran HAM berat, diajukan ke pengadilan, tetapi tidak satu pun yang bisa dijatuhi hukuman.”

“Semua bebas. Bukan karena tidak mau mengadili, sudah diajukan tapi oleh pengadilan dilepas karena proses pembuktiannya, karena ini hukum, tidak boleh main-main,” ujarnya.

Pembuktiannya pada hukum pidana, lanjut dia, harus jelas termasuk pelaku, waktu, hingga saksi dan hasil visum.

Baca Juga: Gerindra Tak Ambil Pusing soal Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo: Ham Him Hom, Ini Kan Isu 5 Tahunan

“Siapa yang dituduh membunuh siapa, tanggal berapa, jam berapa, saksinya siapa, visumnya ada atau tidak.”

Mahfud pun menyebut bahwa negara mengacu pada hukum internasional untuk menetapkan adanya pelanggaran HAM berat.

Dalam hukum internasional, kata Mahfud, pihak yang dapat menetapkan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

“Pelanggaran HAM berat itu harus Komnas HAM yang mengatakan, nah kasus Kanjuruhan itu menurut Komnas HAM bukan pelanggaran HAM berat,” kata Mahfiud mencontohkan.

Sebab, tambah Mahfud, pelanggaran HAM berat itu minimal memenuhi satu unsur, yakni dilakukan oleh aparat dengan perintah resmi.

“Pemerintah, Polri, kapolres, kapolda, Kodam, pangdam, bupati, camat, sengaja memerintahkan dan melakukan pelanggaran hukum, maka itu disebut pelanggaran HAM berat.”

Jika satu orang membunuh puluhan bahkan ratusan orang, bisa saja tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat, tetapi kejahatan berat.

“Beda pelanggaran HAM berat. Kalau kejahatan berat itu ya kejahatan yang tidak melibatkan struktur secara sistematis, terstruktur, dan biasanya masif.”




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x