Kompas TV nasional humaniora

IDI Sebut Siaga Ponsel 24 Jam Bukan Perundungan, tapi Tanggung Jawab Dokter ke Pasien

Kompas.tv - 26 Juli 2023, 08:35 WIB
idi-sebut-siaga-ponsel-24-jam-bukan-perundungan-tapi-tanggung-jawab-dokter-ke-pasien
Ilustrasi dokter spesialis. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan, bahwa menyiagakan ponsel selama 24 jam merupakan bagian dari tanggung jawab dokter, bukan bentuk perundungan. (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

“Kalau ada acara, kurang sendok plastik malem-malem, harus cari. Suruhan yang sifatnya pribadi. Bukan untuk mengajar. Jarkom bukan seperti itu. Kelompok peserta didik jadi pembantu pribadi," ujarnya. 

Modus lainnya, adalah menjadikan peserta didik untuk menulis tugas, jurnal, maupun penelitian.

“Peserta didik jadi pekerja pribadi. Nulis tugas, jurnal, penelitian. Kakak kelasnya nyuruh junior. Kasihan juniornya, harus belajar spesialisasi, malah sebagai asisten pribadi," ucapnya. 

Selanjutnya, adalah senior meminta juniornya untuk mengumpulkan uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Baca Juga: Kejagung Sayangkan Adanya Dugaan Intimidasi Terhadap Jurnalis Usai Pemeriksaan Airlangga Hartarto

“Suruh siapkan rumah buat kakaknya kumpul-kumpul. Misal makan di rumah sakit ga enak, makan malam di resto Jepang," ucap Budi. 

“Sewain lapangan bola. HP dan ipad ga bagus. Itu gak pernah disampaikan junior. Pas dia senior dia lakukan yang sama. Ini saya mau hentikan perundungan seperti ini,” ujarnya. 

Budi mengimbau dokter yang sedang melakukan internship untuk melapor. Jika mereka berani, bisa memberikan nama dan NIK.

“Nggak usah dirut dan kakak tahu. Kalau nggak berani kasih NIK, anonim. Kita akan audit nanti," sebut mantan Dirut Bank Mandiri itu. 

Budi mengatakan ada tiga hukuman atau sanksi bagi mereka yang terbukti melakukan perundungan, mulai dari sanksi ringan, sedang, hingga berat. 

Baca Juga: Pesan Sri Mulyani ke Pekerja Keuangan: Jangan Pernah Tergoda untuk Curang dan Manipulatif

“Sanksi ringan berupa teguran tertulis, bisa ke pengajar atau senior, atau ke dirut RS," katanya. 

“Kalau berulang atau tindakannya kasar, kita kategorikan sanksi sedang. Skors 3 bulan. Kalau senior hilang satu lase. Satu kali pendidikan. Dirut juga skors,” ucapnya. 

Sementara, untuk sanksi berat berupa penurunan satu tingkat selama 12 bulan jika pelakunya pegawai Kemenkes.

“Lalu bebaskan selama pengajar. Seniornya juga sama. Tidak bisa belajar di rumah sakit kita di bawah Kemenkes,” katanya. 




Sumber : Antara, Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x