Kompas TV nasional update

Eks Menkes Siti Fadilah Kritik Pemerintah soal Gagal Ginjal Akut, Ini Jawaban BPOM dan Kemenkes

Kompas.tv - 28 Oktober 2022, 11:27 WIB
eks-menkes-siti-fadilah-kritik-pemerintah-soal-gagal-ginjal-akut-ini-jawaban-bpom-dan-kemenkes
Mantan Menkes Siti Fadilah Supari mengkritik BPOM dan Kemenkes dalam pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak dalam diskusi virtual Partai Gelora, Kamis (27/10/2022). (Sumber: Tangkapan Layar YouTube Gelora TV/Dina Karina )
Penulis : Dina Karina | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV- Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari mengkritik cara pemerintah menangani kasus gagal ginjal akut pada anak.

Siti menyayangkan pernyataan pemerintah yang menyebut adanya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut. 

Padahal, kata dia, belum ada hasil penelitian yang membuktikan cemaran itulah yang menyebabkan gagal ginjal di Indonesia. Menurut Siti, pemerintah seharusnya mengumpulkan para ahli untuk mencari penyebab tersebut.

"Yang saya tahu, pemerintah mengumumkan sejak ada pasien di RSCM. Kemudian kematiannya meningkat sampai 5-6 kali menunjukkan satu KLB (kejadian luar biasa, red). Tetapi tidak diumumkan berapa banyak korban yang benar-benar dari sirop yang diminum," kata Siti Fadilah dalam diskusi virtual yang digelar Partai Gelora, Kamis (27/10/2022). 

"Seharusnya pemerintah mengumumkan jumlah orang yang terkena gangguan ginjal akibat minum obat sirop. Pemerintah juga harus menyampaikan secara rinci jenis sirop apa saja yang diminum pasien tersebut," sambungnya. 

Ia juga menyinggung Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG dalam produk obat jadi.


Baca Juga: Cerita Ibu Balita di Cakung yang Meninggal: Awalnya Diare, Demam, dan Sempat Koma 2 Minggu

Padahal, sirop disebut tercemar jika kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1 persen. Hal tersebut tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia.

"Kalau satu kemasan obat, kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirop distop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1 persen," ujar Siti. 

Ia juga menyoroti adanya perusahaan yang kegiatannya dihentikan polisi karena produknya mengandung EG dan DEG. Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu. Sebab, hal yang terjadi saat ini merupakan kelalaian dalam tata kelola.

Siti Fadilah pun membandingkan saat ia menjadi menkes. 

"Zaman saya dulu masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai," tuturnya. 

Baca Juga: Saat Kepala BPOM Sebut Kemendag dan Kemenkes Juga Perlu Evaluasi Soal Kasus Gagal Ginjal Akut

Ia menilai BPOM saat ini hanya menjadi tempat perusahaan mendaftarkan produknya. 

"BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister, baru kalau ada masalah baru diteliti," katanya. 

"Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu," lanjutnya. 

Siti Fadilah menjelaskan, ada empat hal menyebabkan seseorang bisa terkena gagal ginjal akut.

Yakni tercemar EG dan DEG; lalu karena infeksi biasa atau infeksi luar biasa, misalnya bakteri virus dan lainnya; Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) berkepanjangan akibat long Covid-19; ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 atau booster yang diberikan.

Ia mengatakan, secara tidak langsung ibu yang sudah mendapatkan vaksin booster Covid-19 bisa menjadi perantara untuk menularkan gangguan ginjal akut pada bayinya. 

Baca Juga: Puskesmas Meresepkan Obat Puyer Pengganti Obat Sirop

Tanggapan Kemenkes dan BPOM

Dalam diskusi yang sama, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menyatakan, pemerintah sudah bergerak cepat dalam menangani kasus gagal ginjal akut sejak ditemukan melonjak pada akhir Agustus hingga minggu pertama awal September. 

"Kita terus membuat diskusi dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) kemudian juga memutuskan bukan hal yang sama dengan gagal ginjal akut sebelumnya, jadi ini proses yang panjang juga ya," tutur Nadia.

"Jadi kemudian tentunya pada saat kita mendapat info ada gambaran dari Gambia, kita langsung kemudian melakukan pemeriksaan kedua zat toksik yang dikatakan jadi penyebab di Gambia."

"18 September begitu kita menemukan zat toksik yang ada di kandungan urine dan darah anak gagal ginjal akut misterius tadi, kita langsung mengeluarkan Surat Edaran terkait bahwa kita menghentikan sementara penggunaan sirup cairan pada pelayanan kesehatan dan nakes, ini tentunya melindungi masyarakat kita," lanjutnya.

Nadia mengakui, belum ada hasil yang menyebut cemaran EG dan DEG adalah penyebab gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.

Tapi berdasarkan data dari pasien yang dirawat di RSCM Jakarta, mayoritas pasien memiliki kadar EG dan DEG yang tinggi di tubuhnya.

"Kalau kita melihat setelah cuci darah zat toksik ditemukan, walaupun kita belum tahu penyebabnya, tapi konsisten dari 10 pasien yg dirawat di RSCM itu kita melihat 7 itu mengandung zat tersebut, yang paling konsisten di antara pemeriksaan-pemeriksaan lain seperti virus dan sebagainya, itu yang kemudian kita katakan bahwa kita hentikan sementara agar aman sambil menunggu proses pemeriksaan berlanjut di BPOM RI," terangnya. 

Baca Juga: BPOM Duga Produsen Sengaja Salahgunakan Bahan Baku Obat Sirup

Sementara itu, dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (27/10), Kepala BPOM Penny K Lukito memastikan pihaknya sudah melakukan proses pengawalan sangat ketat.

"Ada penggiringan terhadap BPOM RI yang tidak melakukan pengawasan secara ketat itu karena tidak memahami saja proses jalur masuknya bahan baku, pembuatan. Karena dalam sistem jaminan mutu, bukan hanya ada BPOM RI," tuturnya. 

Penny mengatakan, pihaknya tidak memegang kendali terkait dengan proses persetujuan pemasukan bahan propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) yang diimpor oleh perusahaan farmasi.

“Kami mengidentifikasi bahwa BPOM tidak mengendalikan pemasukan. Dan ini sudah saya laporkan ke Pak Presiden dan sudah di-follow up (ditindaklanjuti) kembali bersama lintas sektor terkait untuk ke depan pemasukan dari bahan pelarut ini harus ada dalam SKI (Surat Keterangan Impor)-nya BPOM,” kata Penny.

Ia menjelaskan, propilen glikol (PG) merupakan zat kimia yang tidak berbahaya ketika penggunaannya masih dalam batas toleransi.

Zat berbahaya muncul ketika PG yang digunakan untuk mengencerkan obat sirop bereaksi secara kimia hingga menghasilkan EG dan DEG.

Baca Juga: Simak Tips Komplain soal Produk Atau Layanan di Media Sosial, Biar Tak Disomasi atau Dituntut

Bahan PG termasuk komoditas nonlarangan dan pembatasan (nonlartas) sehingga tata niaganya dapat dilakukan importir umum tanpa surat keterangan impor (SKI) yang dikeluarkan BPOM.

“Masuknya ke Kementerian Perdagangan, sama-sama dengan bahan kimia yang non-pharmaceutical grade lainnya sehingga BPOM tidak bisa melakukan verifikasi terkait hal tersebut. Dan bisa saja terjadi tumpang tindih di pedagang kimianya, supplier kimianya, jadi campur aduk di sana,” jelasnya. 

Dia menekankan bahwa bahan kimia yang diimpor untuk pembuatan obat seharusnya masuk dalam kategori pharmaceutical grade, yang mengharuskan pemurnian tinggi sehingga cemaran bisa hilang dari pelarut PG dan PEG.

Penny mengakui jika PG dan PEG yang tidak pharmaceutical grade ini harganya memang lebih murah, dibanding yang pharmaceutical grade

“Tapi kalau dia tidak pharmaceutical grade, kita tidak pernah tahu berapa konsentrasi dari pencemar-pencemar yang ada. Perbedaan harga yang sangat tinggi inilah yang bisa membuat penggunaan yang ilegal bisa terjadi. Ini yang akan terus kami telusuri,” ungkapnya. 

Baca Juga: BPOM Rilis Tambahan 65 Obat Sirop Aman Dikonsumsi, Ini Daftarnya

Menurut Penny, bahan PG dan PEG impor yang masuk ke industri farmasi dalam negeri seharusnya dipisahkan dengan bahan PG dan PEG yang digunakan oleh industri non-farmasi.

Ia menegaskan bahan kimia impor lainnya yang masuk dalam kategori pharmaceutical grade selama ini sudah melewati proses perizinan melalui SKI BPOM.

“Tapi bahan baku yang lain sudah masuk pharmaceutical grade. Bahan baku yang pharmaceutical grade itu bisa masuk melalui SKI BPOM. Hanya ini (PG dan PEG, red.) belum,” tambahnya. 



Sumber : KOMPAS TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x