Kompas TV nasional hukum

KPK Tetapkan Adik Bupati Muna Tersangka Suap Dana PEN di Kolaka Timur

Kompas.tv - 23 Juni 2022, 18:31 WIB
kpk-tetapkan-adik-bupati-muna-tersangka-suap-dana-pen-di-kolaka-timur
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus pengembangan dugaan suap pengusulan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara tahun 2021. (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Baitur Rohman | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - KPK menetapkan LM Rusdianto Emba (LM RE), adik kandung Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman, sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.

Selain Rusdianto, KPK juga menetapkan Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sukarman Loke (SL).

Adapun penetapan kedua tersangka tersebut setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.

"Berdasarkan hasil pengumpulan berbagai informasi dan data hingga kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan menetapkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/4/2022).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut. Pertama, sebagai penerima yaitu mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).

Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Dugaan Suap Dana PEN

Sementara itu, sebagai pemberi adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN).

Dalam konstruksi perkara, Ghufron menjelaskan, AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.

"Agar prosesnya bisa segera dilakukan maka AMN segera menghubungi LM RE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut," kata dia.

Selanjutnya, LM RE menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.

"SL kemudian menyampaikan lagi pada LMSA, karena saat itu Pemkab Muna juga sedang mengajukan pinjaman dana PEN," ujar Ghufron.

Baca juga: KPK Temukan Bukti Baru saat Geledah Paksa 2 Apartemen Eks Bupati Buru Selatan di Jakarta

Berikutnya, dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL, dan LM RE.

"Karena salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui, yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.

"Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar," ucap Ghufron.

KPK menduga SL, LMSA, dan LM RE juga aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut. MAN juga diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar.

Baca juga: KPK Tunggu Salinan Resmi Putusan MA, untuk Kaji Perkara Samin Tan

"Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai," kata dia.

Atas pembantuannya tersebut, KPK menduga SL dan LMSA menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE, yaitu sekitar Rp750 juta.

Sebagai pemberi, LM RE disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai penerima, SK melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20.

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x