Kompas TV nasional sosok

Mengenal Umbu Landu Paranggi, Presiden Malioboro dan Mahaguru Penyair Indonesia

Kompas.tv - 6 April 2021, 16:49 WIB
mengenal-umbu-landu-paranggi-presiden-malioboro-dan-mahaguru-penyair-indonesia
Profil Umbu Landu Paranggi, Presiden Malioboro sekaligus guru bagi para penyair yang meninggal dunia hari ini, Selasa (6/4/2021). (Sumber: BALI.TRIBUNNEWS)
Penulis : Fiqih Rahmawati | Editor : Eddward S Kennedy

DENPASAR, KOMPAS.TV - Umbu Landu Paranggi, sosok yang disebut sebagai mahaguru para penyair Indonesia meninggal dunia, Selasa (6/4/2021), di Denpasar, Bali.

Sosok yang dikenal sebagai Presiden Malioboro ini meninggal di Rumah Sakit Bali Mandara, dini hari pukul 03.55 WITA di usianya yang ke-77 tahun.

Sejumlah tokoh besar memberikan ucapan belasungkawa untuk Umbu Landu Paranggi, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Andreas Harsono hingga penulis Puthut EA.

"Selamat jalan Umbu Landu Paranggi. Presiden Malioboro sekaligus guru dari para guru penyair Tanah Air," tulisnya melalui cuitan Twitter.

Baca Juga: Umbu Landu Paranggi, Mahaguru Para Penyair di Indonesia, Wafat

"RIP Penyair Umbu Landu Paringgi (Lahir Waikabubak, Pulau Sumba 1943), mengasuh komunitas sastra di Yogyakarta 1960an jadi Presiden Malioboro, 1975 pindah ke Bali, meninggal di Denpasar usia 78 tahun," tulis Andreas Harsono.

"Umbu Landu Paranggi, mahaguru para penyair di Indonesia, wafat. Pergilah kuda Sumba kami. Dalam kilat derapmu. Menuju ufuk jauh. Ringkikmu menggema, di ladang ilalang terbuka," tulis Puthut EA.

Tagar Presiden Malioboro dan #MaiyahBerduka pun mengudara di trending topic Twitter.

Lantas, bagaimana sosok Umbu Landu Paranggi ini, berikut sosoknya, dirangkum dari Kompas.com, Selasa (6/4/2021).

Baca Juga: Mengenang Sapardi Djoko Damono: Sastrawan dengan Kesederhanaan yang Abadi

Umbu Landu Paranggi merupakan seorang penyair kelahiran Waikabubak, Pulau Sumba, 10 Agustus 1943. Perjalanannya sebagai seorang penyair dimulai saat dirinya merantau ke Yogyakarta pada 1960.

Kala itu, Umbu Landu Paranggi bersekolah di SMA Taman Siswa dan berlanjut ke SMA Bopkri Kotabaru.

Di sana, ia bertemu dengan seorang guru Bahasa Inggris bernama Lasiyah Soetanto yang kemudian dikenal sebagai "guru yang tidak menggurui", meminta Umbu untuk membacakan puisinya di depan kelas.

Singkatnya, pada tahun 1960-an, Umbu Landu Paranggi dipercaya untuk mengelola rubrik budaya di mingguan Pelopor Yogyakarta.

Umbu juga memiliki peran penting apresiasi sastra yang dilakukan di emperan toko Jalan Malioboro, Yogyakarta, yang kemudian melahirkan sejumlah sastrawan besar. 

Baca Juga: Mengenang Sastrawan Ramadhan KH, Lahir dan Meninggal Pada 16 Maret

Sastrawan yang lahir dari apresiasi sastra di Jalan Malioboro ini adalah Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Ramoan, Yudistira Adhi Nugraha, Suryadi AG, hingga Ebiet G Ade. Tak heran, ia dijuluki Presiden Malioboro.

Pada 1968, Umbu Landu Paranggi bersama penyair Suwarna Pragolapati, Imam Budi Santosa, dan Teguh Ranusastra Asmara, mendirikian kelompok Persada Studi Klub (PSK).

Nama dan karya-karya sastra Umbu jarang mendapat perhatian dari para kritikus. Padahal, ia telah menulis puisi, esai, dan artikel sejak tahun 1950-an.

Baca Juga: Audre Lorde, Penyair Feminis yang Dijadikan Google Doodle Hari Ini di AS, Italia, dan Jerman

Pada 1975, Umbu Landu Paranggi tiba-tiba menghilang dari Yogyakarta. Sejumlah kerabat mengatakan bahwa Umbu pulang ke kampungnya. Namun, belakangan diketahui Umbu berada di Denpasar, Bali. Ia memutuskan bermukim di sana pada 1978.

Nama Umbu Landu Paranggi acapkali luput dari sejarah sastra Indonesia. Karyanya tak banyak dikenal lantaran ia memang jarang mempublikasikannya.

Meski demikian, sastrawan seperti Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono hingga Emha Ainun Nadjib kerap mampir menemui Umbu saat berkunjung ke Bali.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x