Kompas TV lifestyle travel

Yogyakarta Punya Tradisi Sambut Malam 1 Suro: Kelilingi Benteng Keraton Tanpa Bicara

Kompas.tv - 18 Juli 2023, 18:20 WIB
yogyakarta-punya-tradisi-sambut-malam-1-suro-kelilingi-benteng-keraton-tanpa-bicara
Warga berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta saat mengikuti tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng di Kota Yogyakarta, Selasa (4/11/2013) dini hari. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Fadhilah

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Menurut kalender Jawa, malam 1 Suro Tahun 2023 ini jatuh pada hari ini, Selasa (18/7/2023).

Satu Suro diciptakan oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram (1613-1645) untuk mengawali Tahun Jawa atau Tahun Baru Saka.

Sultan Agung mencipatakan Kalender Jawa dengan menggabungkan dengan sistem penanggalan Islam.

Oleh karena itu, 1 Suro bertepatan dengan tanggal 1 Muharam dalam Kalender Hijriah (Islam).

Baca Juga: 4 Tradisi Unik Tahun Baru Islam 1 Muharam di Indonesia, Ada Kirab hingga Ledhug Suro

Bagi masyarakat Jawa, malam satu Suro merupakan malam yang sakral dan diperingati dengan berbagai ritual. 

Salah satu tradisi menyambut malam satu suro dilaksanakan di Yogyakarta, yakni Tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng.

Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng dilakukan oleh ratusan orang yang berjalan kaki tanpa bicara sepatah kata pun mengelilingi area Keraton Yogyakarta.

Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono II untuk menyambut malam satu suro.

Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk intropeksi dan pendeketan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya selalu diberikan perlindungan dan keselamatan.

Baca Juga: Jadwal dan Rute Kirab Malam 1 Suro 2023 di Solo, Ada Pura Mangkunegaran dan Keraton Surakarta

Rangkaian Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng

Rangkaian ritual Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng diawali pelantunan tembang (lagu) Macapat oleh para abdi dalem atau pegawai Keraton Yogyakarta.

Tiap kidung lirik tembang Macapat yang dilantunkan di Keben Keraton Yogyakarta itu terselip doa-doa serta harapan.

Ritual ini diikuti abdi dalem serta bregodo Keraton Yogyakarta, perwakilan dari masing-masing kabupaten/kota di DIY, dan juga masyarakat umum. 

Tak hanya warga setempat dan pihak Keraton, turis lokal dan mancanegara juga boleh ikut Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng.

Para perwakilan membawa panji-panji (bendera) dari masing-masing kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta.

Selama mengelilingi benteng dan area Keraton Yogyakarta, peserta dilarang berbicara, minum, maupun merokok sebagai bentuk perenungan serta introspeksi diri.

Keheningan total selama perjalan adalah simbol evaluasi sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan selama setahun terakhir.

Jarak yang ditempuh selama melakukan ritual Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng kurang lebih 4 kilometer.

Rute yang ditempuh peserta dimulai dari Bangsal Pancaniti, Jalan Rotowijayan, kemudia Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, lalu Jalan Wahid Hasyim, Suryowijatan, melewati Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan Berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Baca Juga: Kapan Malam 1 Suro? Berikut Sejumlah Mitos Pantangan dan Larangan Menurut Adat Jawa

Meski identik dengan tradisi orang tua, banyak juga anak-anak muda yang mengikuti kegiatan Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng ini.

Banyak peserta ritual yang mengharapkan keberkahan, kesehatan, dan kesejahteraan dalam hidup mereka dengan mengikuti tradisi  ini.

Selain itu, dengan mengikuti ritual topo bisu, mereka juga berharap agar tradisi-tradisi ini agar tetap lestari dan tidak hilang termakan zaman.


 



Sumber : Kompas TV, pariwisata.jogjakota.go.id



BERITA LAINNYA



Close Ads x