Kompas TV kolom opini

Politik Whatsapp

Kompas.tv - 9 November 2021, 06:10 WIB
politik-whatsapp
Saat ini masyarakat sangat terbuka membahas apa pun di media sosial, salah satunya di grup Whatsapp. Dari berita artis hingga politik. (Sumber: Pixabay)

Dengan demikian setiap orang menjadi bertanya-tanya, apakah yang dimaksudkan dengan kebenaran dan apakah ada kebenaran yang mutlak?

Tetapi, sekarang ini, orang sepertinya tidak peduli lagi pada kebenaran. Kejujuran tidak pernah menjadi keutamaan politis. Sebaliknya, dusta selalu saja berlaku sebagai alat yang diizinkan dalam politik.
Peristiwa-peristiwa yang tidak enak pada masa lalu, krisis kepemimpinan atau korupsi yang menggerogoti anggaran negara adalah obyek-obyek dusta para pemimpin. Untuk menutupi celah antara pernyataan dan kenyataannya, politikus tidak memberi kebenaran, tetapi pembenaran.

Di masa pemilu atau pilkada, misalnya, kebohongan disebar-luaskan dengan berbagai sarana dan cara, dengan argumen mengacu pada kebenaran. Demikian pula dusta dan manipulasi membanjiri masyarakat. Pihak yang menyebarkan dusta dan manipulasi itu tidak peduli akibat dari tindakannya.

Berdusta berarti mengatakan yang tidak benar dengan maksud untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling langsung terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan seseorang, yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.

Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau membawa orang lain kepada suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, yang mungkin saja orang lain mendapat rugi. Rekayasa dan manipulasi itu bersifat mengelabui.

Faktor baru yang sangat memengaruhi dalam komunikasi politik yang sarat dusta sekarang ini adalah kecepatan. Teknologi dengan internet, membuat informasi dan disinformasi, bertabrakan langsung, dalam jumlah yang nyaris tidak terhitung menjangkau pendengar dan pembaca dalam ruang dan waktu yang nyaris tak terbatas.

Dalam kondisi seperti itu, menjadi wajar muncul pertanyaan: Apakah mungkin menjalankan politik yang bermoral di tengah dunia yang semakin mengabaikan nilai-nilai moral? Apakah juga realistik, berpolitik mengedepankan nilai kemanusiaan dan keadilan, kalau politik lebih berbicara soal kepentingan -apalagi kepentingan dirinya sendiri dan golongannya?

Dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan. (Sumber: Pixabay)

III

“Sampai di titik ini, saya jadi bingung,” begitu kata sahabat yang kirim cerita ini.

Politik memang membingungkan. Sebab, politik memiliki logika sendiri. Maka dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan. Dari sebab itu, tidak mengherankan orang kadang mengatakan bahwa politik itu kotor; politik itu dunia yang tidak jujur, penuh tipu daya, dan permainan licik, serta taktik palsu.

Sebab setiap momen politik itu menyediakan kesempatan; dan setiap kesempatan menyediakan peluang. Setiap peluang adalah keuntungan. Maka orang memanfaatkan setiap momen sebagai kesempatan untuk meraup keuntungan. Pun pula itu dilakukan -tidak jarang- dengan menghalalkan segala cara.

Tetapi, apakah selalu begitu? Sebenarnya, dari sono-nya, politik itu tidak kotor. Sebab, sesungguhnya politik adalah tanda dan sarana penyelamatan untuk mewujudkan kebaikan bersama bagi seluruh anggota masyarakat. Maka kini kita masih menemukan politikus yang bersih, yang menjunjung tinggi moralitas, yang berusaha setia melaksanakan tugas suci politik, yang sungguh-sungguh menjadikan politik sebagai tanda dan sarana penyelamatan di tengah hingar-bingar kegaduhan politik yang mengingkari jati dirinya.

Kata sahabat di akhir ceritanya, “Saya masih lega bahwa teman-teman di grup Whatsapp, selalu menghindari atau bahkan tidak mau ngomong soal agama apalagi mengaitkan agama dengan politik.” ***

 



Sumber : Triaskun.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x