Kompas TV internasional kompas dunia

Dunia Termasuk Indonesia Ramai Bicara tentang Global Selatan atau Global South, Ini Penjelasannya

Kompas.tv - 7 September 2023, 14:52 WIB
dunia-termasuk-indonesia-ramai-bicara-tentang-global-selatan-atau-global-south-ini-penjelasannya
Peta Global South (merah) dan Global North (biru). PM India Narendra Modi, mengatakan negaranya adalah suara Global Selatan, dan di KTT G20 New Delhi suara itu akan terdengar lantang. Pada KTT BRICS Agustus lalu, Afrika Selatan menyatakan tujuan mereka mendorong agenda Global Selatan. PBB, Bank Dunia, Presiden AS Joe Biden, semua orang berbicara tentang Global Selatan. (Sumber: Wikipedia)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

Meskipun G77 adalah kelompok di PBB, PBB itu sendiri tidak menggunakan definisi itu, menurut Rolf Traeger yang bekerja di kantor perdagangan dan pembangunan PBB.

Menurut PBB, Global Selatan adalah semacam jalan pintas untuk merujuk pada negara-negara berkembang secara umum, kata Traeger. PBB saat ini mencantumkan 181 yurisdiksi sebagai negara atau wilayah berkembang, dan 67 yurisdiksi sebagai negara maju, katanya.

Januari lalu, PM India Narendra Modi mengadakan "KTT Suara Global Selatan" secara virtual. Hanya dihadiri 125 negara, namun pesaing regional India seperti China dan Pakistan termasuk dalam negara-negara yang tidak hadir.

Ada yang menggunakan kriteria yang berbeda, seperti apakah suatu negara sebelumnya pernah dijajah atau apakah GDP per kapita suatu negara di atas $15.000.

Ada juga istilah Global Utara, meskipun istilah ini tidak sering digunakan. Itu pada dasarnya didefinisikan sebagai bukan Global Selatan.

Baca Juga: Rusia: BRICS dan SCO Menguat, Barat Justru Lemahkan Institusi Tata Kelola Global seperti G20


Apakah Kita Harus Menggunakan Istilah Global Selatan?

Istilah Global Selatan pertama kali muncul pada tahun 1960-an, tetapi butuh waktu untuk mendapatkan perhatian.

Setelah berakhirnya Perang Dingin, istilah Dunia Pertama, Dunia Kedua, dan Dunia Ketiga mulai tidak digunakan, sebagian akibat dengan runtuhnya Uni Soviet, negara-negara Dunia Kedua sudah tidak ada, dan juga karena penggunaan Dunia Ketiga dianggap merendahkan.

Bagaimanapun cara mendefinisikannya, Global Selatan mencakup sebagian besar populasi dunia dan luas wilayah yang begitu luas sehingga beberapa kalangan berpendapat, mustahil dan menyesatkan untuk menggunakan label tersebut.

Bagaimana mungkin negara-negara seperti China dan India, masing-masing dengan sekitar 1,4 miliar penduduk dan GDP sekitar $18 triliun dan $3,4 triliun, dapat digabungkan bersama dengan negara kepulauan Pasifik Vanuatu, yang memiliki populasi sedikit lebih dari 300.000 jiwa dan GDP $984 juta, atau negara Afrika Selatan Zambia dengan penduduk 19 juta jiwa dan GDP $30 miliar?

Beberapa juga khawatir bahwa China, yang sedang giat berupaya memperluas pengaruh globalnya, dapat menyalahgunakan pengelompokan ini untuk mendorong agenda sendiri sambil memberikan kesan negara itu berbicara atas nama sebagian besar dunia.

Telah ada spekulasi bahwa inilah yang menjadi alasan di balik keputusan negara-negara G7 bulan Mei, semua negara Global Utara, untuk tidak menggunakan istilah "Global Selatan" dalam komunike akhir pertemuan mereka, meskipun Kishida sendiri mendukungnya.

Baca Juga: Jokowi di KTT BRICS: Kita Semua Melihat Tatanan Ekonomi Dunia Saat Ini Sangat Tidak Adil


"Ada bahaya besar bahwa Global Selatan akan berakhir menjadi senjata di tangan negara-negara revansionis, seperti China, yang ingin menggunakan suara Global Selatan untuk mempromosikan kepentingan kekuasaan besar mereka," kata Happymon Jacob.

Bagi Modi, dia menekankan kesamaan banyak masalah yang dihadapi Global Selatan, seperti keluar dari pandemi COVID-19, utang yang meningkat, dan keamanan pangan dan energi.

Ian Lesser, wakil presiden German Marshall Fund dan direktur kantor Brussels-nya, mencatat kebanyakan ketidaknyamanan dengan istilah ini berasal dari negara-negara Global Utara, dan bahwa "Global Selatan" banyak digunakan oleh negara-negara yang membentuknya.

Meskipun Global Selatan bukanlah kelompok dengan pandangan monolitik atau keseragaman yang luas, yang dianggap penting adalah bahwa itu mencerminkan bagaimana kelompok itu melihat dirinya sendiri.

"Ada dalamnya ide bahwa tidak semua strategi harus dibuat di Barat," kata Lesser.

"Bagi beberapa orang, ini hanya cara untuk menegaskan tingkat kemandirian dan jarak historis pada isu-isu kunci ... dan ini memengaruhi cara Eropa dan Amerika Serikat berpikir tentang kebijakan luar negeri, dan gagasan bahwa kita harus hidup di dunia di mana tidak semua orang akan sepakat dengan kita pada setiap isu."




Sumber : Associated Press / Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x