Kompas TV internasional kompas dunia

Rusia: BRICS dan SCO Menguat, Barat Justru Lemahkan Institusi Tata Kelola Global seperti G20

Kompas.tv - 2 September 2023, 07:50 WIB
rusia-brics-dan-sco-menguat-barat-justru-lemahkan-institusi-tata-kelola-global-seperti-g20
Daya tarik BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai SCO di panggung dunia semakin menguat dan berkembang, sementara Barat semakin melemahkan institusi tata kelola global seperti G20 karena mencampuradukkan mandat bersama, kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, di Moskow hari Jumat, (1/9/2023). (Sumber: Dinas Pers Kementerian Luar Negeri Rusia via AP)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

MOSKOW, KOMPAS.TV - Daya tarik BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai SCO di panggung dunia semakin menguat dan berkembang, sementara Barat semakin melemahkan institusi tata kelola global seperti G20 karena mencampuradukkan mandat bersama, kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, di Moskow hari Jumat, (1/9/2023).

"Barat sangat melemahkan institusi tata kelola global," kata Lavrov pada pertemuan dengan mahasiswa dan staf Institut Hubungan Internasional Universitas Negeri Moskow MGIMO.

"Ini juga salah satu alasan mengapa semakin banyak orang yang ingin bergabung dengan BRICS dan SCO, karena mereka mencari cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan keuangan yang muncul dengan menghindari struktur-struktur yang didominasi oleh Barat. Ini bukanlah proses yang cepat, tetapi semakin banyak negara yang memikirkannya," katanya seperti dilaporkan oleh TASS, Jumat, (1/9/2023).

Sebagai contoh kebijakan merusak Barat, Lavrov menunjukkan upaya "meng-Ukraina-kan" G20, yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan keuangan dunia. "Tidak ada isu dalam kebijakan luar negeri dan keamanan yang termasuk dalam mandat G20," ujar Lavrov.

"Seharusnya masalah ini sudah ditutup untuk diskusi. Tapi tidak, selama kepresidenan India, yang menyelenggarakan sekitar 200 acara penting tentang berbagai sektor ekonomi dunia, lingkungan, masalah investasi, mekanisme penyelesaian, dan keuangan, Barat selalu mengangkat isu Ukraina dalam setiap acara tersebut." tutur Lavrov.

Lavrov mengatakan agar G20 bisa mengatasi krisis internasional, mandatnya harus ditulis ulang, juga harus mendiskusikan "konflik-konflik yang berkepanjangan yang berakar dari perang yang dipicu oleh Barat."

"Tapi kemudian G20 berupaya melakukan pekerjaan PBB, dan itu hanya akan melemahkan peran mendasar G20 dalam membuat keputusan yang seharusnya menstabilkan proses ekonomi dan keuangan global," demikian rangkuman menteri luar negeri Rusia tersebut.

Komentar tentang kemungkinan hasil KTT G20 mendatang, Lavrov mengatakan, "dalam setiap kasus, tidak akan ada pernyataan bersama atas nama seluruh anggota G20 di KTT tersebut, yang tidak akan mencerminkan posisi kami."

"Ada cara melakukannya bagi presiden, ketika, melihat perbedaan yang tak dapat disatukan karena alasan tertentu, dalam hal ini karena ulah Barat, dia cukup mengeluarkan komunikasi ketua, yang tidak mengikat negara mana pun untuk hal-hal yang dikatakannya. Tapi itu bukan hal yang baik, dan bukan pilihan kami." tutur Lavrov.

Baca Juga: [FULL] Isi Pidato Presiden Jokowi di KTT ke-15 BRICS, Afrika Selatan: Singgung Tatanan Ekonomi Dunia

Saat berpidato dalam KTT BRICS, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengajak seluruh negara berkembang untuk bersatu dan memperjuangkan haknya untuk kemajuan negaranya. (Sumber: Setkab.go.id)

Lebih jauh Lavrov menjabarkan, "Pilihan lain adalah mengadopsi dokumen yang berkaitan dengan keputusan-keputusan khusus dalam cakupan G20, dan biarkan semua orang mengatakan apa yang mereka inginkan atas nama mereka sendiri, dan kemudian kita akan berpisah," demikian Lavrov menyimpulkan.

Iran dan Arab Saudi termasuk dalam enam negara yang diundang pada Kamis lalu, (24/8/2023) untuk bergabung dengan kelompok BRICS, di mana hal tersebut bagi Barat menunjukkan tanda-tanda penguatan koalisi China-Rusia saat ketegangan dengan Barat semakin tinggi.

Uni Emirat Arab, Argentina, Mesir, dan Ethiopia juga akan bergabung dengan BRICS mulai tanggal 1 Januari 2024, bergabung dengan anggota saat ini, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, sehingga menjadi kelompok 11 negara.

Pengumuman ini datang setelah dua hari pembicaraan dalam pertemuan di Johannesburg yang melibatkan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

Presiden Rusia Vladimir Putin ikut dalam diskusi secara virtual setelah perjalanan ke pertemuan tersebut menjadi rumit akibat surat perintah penangkapan Mahkamah Pidana Internasional yang dikeluarkan terhadapnya terkait perang di Ukraina. Putin menyambut enam negara tersebut melalui video conference.

Meskipun ada dorongan untuk perluasan BRICS selama beberapa bulan terakhir, yang sebagian besar didorong oleh China dan Rusia, kelima pemimpin tersebut terkunci dalam diskusi tertutup selama dua hari, pada hari Selasa dan Rabu, sebelum muncul dengan kesepakatan untuk memperluas dan daftar negara-negara tersebut pada hari terakhir pertemuan, seperti laporan Associated Press, Kamis, (24/8/2023).

BRICS adalah organisasi berbasis konsensus yang memerlukan semua anggotanya setuju dalam mengambil keputusan.

Kelompok ini dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan China pada tahun 2009 dan menambahkan Afrika Selatan tahun 2010, sehingga pengumuman hari Kamis di Johannesburg Afrika Selatan menjadi keputusan yang paling signifikan dalam lebih dari satu dekade.

Baca Juga: Soal Indonesia jadi Anggota BRICS, Jokowi: Masih Harus Dikaji

BRICS sendiri adalah aliansi ekonomi yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan. Banyak pihak menyebut BRICS adalah tandingan forum negara-negara maju G8 yang beranggotakan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. (Sumber: Sky News)

Presiden Iran Ebrahim Raisi hadir di pertemuan tersebut, begitu pula Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, yang mengatakan kerajaan berkecukupan minyak itu bisa menjadi pemimpin kelompok tersebut mengingat sumber daya, kekayaan, dan aksesnya ke Laut Merah dan Teluk Persia.

Namun keanggotaan Arab Saudi tampaknya belum pasti setelah Pangeran Faisal mengatakan kepada stasiun televisi Al Arabiya milik Arab Saudi hari Kamis bahwa Arab Saudi mengapresiasi undangan tersebut tetapi akan mempelajari detailnya sebelum tanggal bergabung yang diusulkan pada 1 Januari dan akan mengambil "keputusan yang sesuai."



Sumber : TASS/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x