Kompas TV internasional kompas dunia

Taliban Bela Keputusan Larang Perempuan Afghanistan Belajar di Universitas: Asing Jangan Ikut Campur

Kompas.tv - 23 Desember 2022, 06:05 WIB
taliban-bela-keputusan-larang-perempuan-afghanistan-belajar-di-universitas-asing-jangan-ikut-campur
Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim membela keputusannya untuk melarang perempuan mendapat pendidikan tingkat universitas, Kamis (22/12/2022), sebuah keputusan yang memicu reaksi global. (Sumber: ANP/EPA)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

KABUL, KOMPAS.TV — Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim membela keputusannya untuk melarang perempuan mendapat pendidikan tingkat universitas, Kamis (22/12/2022), sebuah keputusan yang memicu reaksi global.

Membahas masalah ini untuk pertama kalinya di depan umum, Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan yang dikeluarkan awal pekan ini diperlukan untuk mencegah pencampuran gender di universitas. Dia juga meyakini, beberapa mata pelajaran yang diajarkan melanggar prinsip-prinsip Islam menurut perspektif kelompok Taliban.

Dalam sebuah wawancara dengan televisi Afghanistan, Nadim menolak kecaman internasional yang meluas, termasuk dari negara-negara mayoritas muslim seperti Arab Saudi, Turki, Indonesia, dan Qatar. Nadim mengatakan, orang asing harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.

Melansir Associated Press, Kamis (22/12), Nida mengatakan larangan itu berlaku sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Sebelumnya pada Kamis, para menteri luar negeri dari kelompok negara G7 mendesak Taliban mencabut larangan tersebut seraya memperingatkan bahwa "penganiayaan gender dapat menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan."

Para menteri memperingatkan setelah pertemuan virtual "kebijakan Taliban yang dirancang untuk menghapus perempuan dari kehidupan publik" akan berdampak pada bagaimana negara mereka terlibat dengan Taliban. Kelompok G7 termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Baca Juga: Dunia Termasuk Arab Saudi dan Qatar Desak Taliban Batalkan Larangan Perempuan Afghanistan Berkuliah

Perempuan Afghanistan mengenakan burkak di pasar burung. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim membela keputusannya untuk melarang perempuan mendapat pendidikan tingkat universitas, Kamis (22/12/2022), sebuah keputusan yang memicu reaksi global. (Sumber: AP Photo)

Nadim mengatakan, universitas ditutup bagi perempuan untuk saat ini, tetapi larangan tersebut dapat ditinjau kembali di lain waktu.

Mantan gubernur provinsi, kepala polisi dan komandan militer, Nadim diangkat menjadi menteri pada bulan Oktober oleh pemimpin tertinggi Taliban dan sebelumnya berjanji untuk menghapus sekolah sekuler. Nadim menentang pendidikan perempuan, berkilah itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan Afghanistan.

Di dalam Afghanistan mulai bermunculan perlawanan terhadap larangan tersebut, termasuk pernyataan kecaman dari beberapa pemain kriket Afghanistan. Kriket adalah olahraga yang sangat populer di Afghanistan, dan para pemainnya memiliki ratusan ribu pengikut di media sosial.

Meskipun pada awalnya menjanjikan aturan yang lebih moderat yang menghormati hak-hak perempuan dan minoritas, Taliban secara luas menerapkan interpretasi mereka sendiri terhadap hukum Islam sejak mereka merebut kekuasaan pada Agustus 2021.

Mereka melarang anak perempuan mendapat pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, melarang perempuan dari sebagian besar bidang pekerjaan dan memerintahkan mereka mengenakan pakaian dari kepala hingga ujung kaki di depan umum menurut standar kelompok mereka.

Perempuan juga dilarang memasuki taman dan pusat kebugaran. Pada saat yang sama, masyarakat Afghanistan, meski sebagian besar tradisional, semakin merangkul pendidikan anak perempuan dan kaum perempuan selama dua dekade terakhir.

Baca Juga: Perempuan Afghanistan Turun ke Jalan Memprotes Taliban yang Melarang Perempuan Sekolah Universitas


Larangan tersebut ditanggapi dengan kecaman global yang meluas, termasuk dari Turki, Qatar, Indonesia, dan Arab Saudi.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, larangan itu "tidak Islami atau manusiawi."

Berbicara pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Yaman, Cavusoglu meminta Taliban untuk membatalkan keputusan mereka.

"Apa ruginya pendidikan perempuan? Apa ruginya bagi Afghanistan?" kata Cavusoglu. "Apakah ada penjelasan Islam? Sebaliknya, agama kita, Islam, tidak menentang pendidikan, malah mendorong pendidikan dan ilmu pengetahuan."

Arab Saudi, yang hingga 2019 memberlakukan pembatasan besar-besaran pada perjalanan perempuan, pekerjaan, dan aspek penting lainnya dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk mengemudi, juga mendesak Taliban untuk mengubah arah.

Kementerian Luar Negeri Saudi mengungkapkan "keheranan dan penyesalan" pada perempuan Afghanistan yang ditolak pendidikan universitasnya. Dalam sebuah pernyataan Rabu malam, Kemenlu Arab Saudi mengatakan keputusan itu "mengherankan semua negara Islam."

Sebelumnya, Qatar yang terlibat dengan otoritas Taliban juga mengecam keputusan tersebut.

Baca Juga: Ingkar Janji, Taliban Resmi Larang Perempuan Afghanistan Mendapat Pendidikan Setingkat Universitas


Di ibu kota Kabul, puluhan perempuan turun ke jalan-jalan hari Kamis berteriak dalam bahasa Dari untuk kebebasan dan kesetaraan. "Semua atau tidak sama sekali. Jangan takut. Kita bersama," teriak mereka.

Dalam video yang diperoleh The Associated Press, seorang perempuan mengatakan pasukan keamanan Taliban menggunakan kekerasan untuk membubarkan kelompok tersebut.

"Gadis-gadis itu dipukuli dan dicambuki," katanya. "Mereka juga membawa tentara perempuan, mencambuk gadis-gadis itu. Kami melarikan diri, beberapa gadis ditangkap. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi."

Beberapa pemain kriket Afghanistan menyerukan agar larangan itu dicabut.

Pemain kriket Afghanistan Rahmanullah Garbaz dalam sebuah twit menyatakan, setiap hari pendidikan yang terbuang adalah satu hari yang terbuang untuk masa depan negara.

Pemain kriket lainnya, Rashid Khan, mencuit, perempuan adalah fondasi masyarakat. "Masyarakat yang memberikan anak-anaknya dibesarkan perempuan yang bodoh dan buta huruf tidak dapat mengharapkan anak-anaknya untuk mengabdi dan bekerja keras," tulisnya.

Pertunjukan dukungan lain untuk mahasiswi datang di Universitas Kedokteran Nangarhar. Media lokal melaporkan siswa laki-laki keluar dalam solidaritas dan menolak untuk mengikuti ujian sampai akses universitas perempuan dipulihkan.


 

 



Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x