Kompas TV internasional kompas dunia

Pengaruh Inggris di India Mati Bersama Elizabeth II dan Arus Zaman: Tiada Tempat bagi Monarki

Kompas.tv - 14 September 2022, 07:30 WIB
pengaruh-inggris-di-india-mati-bersama-elizabeth-ii-dan-arus-zaman-tiada-tempat-bagi-monarki
Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip didampingi Maharaja dan Maharani Jaipur usai berburu harimau di hutan daerah Rajasthan, India, 24 Januari 1961. Mayat harimau yang terbaring adalah hasil tembakan Pangeran Philip dengan sepasang gajah yang membantu perburuan di belakang. (Sumber: Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Vyara Lestari

NEW DELHI, KOMPAS.TV - Kematian Ratu Elizabeth II pada 8 September 2022 lalu menuai beragam tanggapan di India, salah satu bekas koloni terbesar Inggris. Kematian figur pemimpin monarki yang dihormati secara luas itu beririsan dengan upaya New Delhi menghapus jejak-jejak kolonialisme.

Hanya beberapa jam sebelum kabar kematian Elizabeth II tersebar, Narendra Modi, perdana menteri India yang berhaluan nasionalis, menyuarakan pidato berapi-api yang mengajak bangsa India menghapus ikatan masa kolonial.

Modi berpidato dalam upacara pengubahan nama sebuah bulevar yang dinamai Kingsway sebagai penghormatan terhadap Raja George V. Bulevar yang mengarah ke Gerbang India diganti nama menjadi Jalur Kartavya.

Modi menyebut penamaan jalur itu sebelumnya adalah “simbol perbudakan” kolonialisme Inggris. “Sejarah baru telah tercipta!” seru Modi dalam pidatonya waktu itu, sebagaimana dikutip Associated Press.

Pidato bersemangat politikus Partai Bharatiya Janata (BJP) tersebut adalah bagian dari dorongan kuat di India untuk membersihkan relik-relik kolonial. Itu juga menjadi simbol bahwa India telah beranjak dari pemerintahan imperial yang berlangsung selama dua abad.

Baca Juga: India Kini Jadi Ekonomi Terbesar ke-5 Dunia, Salip Bekas Penjajahnya, Inggris

Akan tetapi, ketika kabar kematian Elizabeth II sampai ke New Delhi, pemerintahan Narendra Modi menetapkan satu hari berkabung. Sang perdana menteri pun menulis catatan emosional tentang sang ratu, memanggilnya “seorang besar pada masa kita.”

Bagi sebagian kalangan, kabar kematian Ratu Elizabeth II menyebarkan kedukaan atas hilangnya sosok besar yang dihormati. Namun, bagi sebagian lain, kematian sang ratu memunculkan kembali bayangan masa-masa penuh darah di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Sementara itu, respons umum yang muncul di kalangan rakyat biasa adalah ketidakacuhan. Bagi generasi India yang lahir jauh setelah kemerdekaan pada 1947, hanya ada sedikit ikatan terhadap ratu atau keluarga kerajaan Inggris Raya.

Kapil Komireddi, penulis buku Malevolent Republic: A Short History of the New India, menyebut monarki Inggris Raya sekarang “tidak punya relevansi ke masyarakat India—mereka tidak penting.”

Baca Juga: 500 Tokoh Dunia akan Hadiri Pemakaman Ratu Elizabeth II di London, Rusia dan Myanmar Belum Diundang

Pemerintahan imperium Inggris di India memang memengaruhi negara itu secara signifikan. Namun, sejak merdeka, India telah berkembang jauh, bahkan melampaui Inggris Raya dalam ukuran ekonomi.

“Negara ini telah berkembang menjadi dirinya sendiri. Sebagai suatu kekuatan baru, India dapat mengambil banyak dari Inggris Raya, tetapi Inggris Raya dapat mengambil lebih banyak lagi dari India,” kata Komireddi.

Kaum muda India tanpa ikatan emosional dengan ratu, tidak percaya monarki

Ratu Elizabeth II pernah mengunjungi India tiga kali selama menjadi pemimpin monarki Inggris Raya. Dalam kunjungan pertamanya ke New Delhi pada 1961, hampir sejuta orang berbondong di jalan untuk menyapa sang ratu.

Darshan Paul, warga New Delhi yang kini berusia 71 tahun, masih ingat bagaimana suasana kunjungan resmi Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip. Waktu itu, Paul yang masih berusia 10 atau 11 tahun ikut berkerumun di jalan menanti sang ratu.

Paul ingat, terdapat kehebohan dan rasa penasaran yang luar biasa di sekitar kunjungan Elizabeth II. Ia dan kawan-kawannnya merasa takjub dengan sang ratu dan gaun yang dipakainya.

Akan tetapi, Paul mengakui bahwa situasinya berbeda kini. Menurutnya, ikatan tradisional yang dimiliki sebagian warga India ke keluarga kerajaan Inggris Raya telah berubah drastis sekarang.

“Bagi kaum muda India saat ini, mereka (keluarga kerajaan Inggris Raya) hanya seperti keluarga selebritis terkenal lain. Anda mungkin mengikuti berita mereka karena Anda ingin tahu apa yang terjadi di balik pintu. Namun, di luar keglamoran dan daya pikat selebritas, mereka sama sekali tidak penting,” kata Paul.

Baca Juga: Bisakah Charles III Bendung Hasrat Merdeka Skotlandia? Ini Kata Pakar Kerajaan Inggris Raya

Apabila suksesor Elizabeth II, Raja Charles III mengunjungi India, Paul yakin penyambutannya tidak bakal heboh.

Sankul Sonawane, warga New Delhi yang kini berusia 20 tahun, mengaku kabar kematian Elizabeth II “tidak berpengaruh” baginya. Ia, sebagaimana banyak kaum muda India lain, sudah tidak percaya monarki.

“Kami tidak punya rasa ikatan emosional dengan sang ratu. Dia adalah seorang monarki dan saya tidak percaya dengan gagasan monarki,” kata Sonawane.


 

Warga New Delhi lain yang berusia lebih tua, Dhiren Singh, 57 tahun, bahkan merasakan hal yang sama seiring perkembangan zaman.

“Saya pikir kita tidak punya satu pun tempat bagi raja dan ratu di dunia saat ini, karena kami adalah negara demokratis terbesar di dunia,” kata Singh.

Jejak darah Imperium Inggris di India

Bagi sebagian besar bangsa India, keluarga kerajaan Inggris Raya tetap menjadi simbol sejarah penjajahan yang menyakitkan. Imperium Inggris lekat dengan kekerasan luar biasa dan penderitaan yang meluas.

India dan tetangga sekaligus rival bebuyutannya, Pakistan, mengalami banyak bencana kelaparan, eksploitas ekonomi, serta pertumpahan darah selama pemerintahan Imperium Inggris.

Kabar kematian Elizabeth II pun sempat membuat warganet India berkubu-kubu. Sebagian berduka mendalam, tetapi sebagian lain mengingatkan tangan Inggris yang berlumur darah di India.

Baca Juga: Raja Inggris Charles III Pidato di Depan Parlemen, Janji Teladani Mendiang Ratu Elizabeth II

Sumedha Chatterjee, perempuan 25 tahun yang berselancar di Twitter pada hari kematian Elizabeth II, mengaku terganggu dengan banjir dukacita mendalam dari warganet India. Menurutnya, seolah orang sudah melupakan “perampasan dan penjarahan” di bawah kekuasaan monarki Inggris.

“Mereka membangun imperium dengan pondasi apa yang mereka sebut sebagai dunia ketiga,” kata Chatterjee.

Ratu Elizabeth II sendiri sempat membuat kontroversi dalam kunjungan pemungkasnya ke India pada 1997. Waktu itu, sang ratu mengunjungi monumen peringatan pembantaian Jallianwala Bagh, tragedi pembunuhan ratusan warga India yang tak bersenjata oleh pasukan kolonial Inggris pada 1919. 

Gayatri (kiri), seorang perempuan India, menyerahkan cinderamata berupa pot tembikar kepada Ratu Elizabeth II di Gereja St. Fransiskus, Cochin, India, 17 Oktober 1997. (Sumber: Sherwin Crasto/Associated Press)

Terlepas dari tumpang-tindih ekspresi belasungkawa, kemarahan, dan ketidakpedulian tentang berita besar dari London, kematian Ratu Elizabeth II diyakini tak akan berpengaruh terhadap arus perubahan India.

Sejak merdeka, India telah beranjak untuk menghapus ikatan-ikatan kolonial, termasuk mengubah nama-nama kota yang diganti namanya oleh Inggris.

Pada 1960-an, New Delhi menyingkirkan simbol-simbol perwira dan bangsawan Inggris dari tempat publik. Salah satunya, patung Raja George II yang dipancangkan di Gerbang India, dipindahkan ke Taman Penobatan, suatu “kuburan” bagi simbol-simbol kolonial di ibu kota India.

Sepasang orang India duduk dengan latar belakang patung raksasa Raja George V di Taman Penobatan, suatu tempat pembuangan monumen-monumen peninggalan kolonial Inggris di New Delhi, India. Foto diambil pada 11 September 2022. (Sumber: Manish Swarup/Associated Press)

Di bawah pemerintahan Modi, desakan perubahan untuk semakin jauh meninggalkan pengaruh kolonial disuarakan lebih lantang. Gelombang perubahan ini membuat pemerintah India menghapus nama-nama jalan berbau kolonial, sejumlah peraturan perundang-undangan, bahkan hingga simbol-simbol di bendera.

Gestur-gestur seperti demikian disebut “merepresentasikan India baru” yang tak ada hubunganya dengan monarki.

Archana Ojha, profesor sejarah di Universitas Delhi, menyebut “India baru” bisa terbentuk walaupun sejarah imperium Inggris tak bisa disembunyikan.

“Kita mungkin tidak perlu merayakan warisan-warisan (kolonial) tertentu, tetapi kita perlu merawatnya untuk mengajari generasi kita di hari depan. Kita tidak bisa sekadar menghapusnya sepenuhnya,” kata Ojha.

Baca Juga: Waktu Antrean Dua Hari, Ribuan Pelayat Ratu Elizabeth Mulai Menyemut di Westminster, London

 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x