Kompas TV internasional kompas dunia

Belum Ada Perempuan Terpilih Wakili Rakyat Dalam Pemilu Dewan Syura Qatar

Kompas.tv - 3 Oktober 2021, 14:33 WIB
belum-ada-perempuan-terpilih-wakili-rakyat-dalam-pemilu-dewan-syura-qatar
Para pemilih perempuan di pemilu Dewan Syura Qatar, Sabtu 02 Oktober 2021. (Sumber: Straits Times via AFP)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Purwanto

DOHA, KOMPAS.TV - Pemilih yang tidak memilih satu pun dari 26 perempuan yang mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif pertama Qatar pada Sabtu (2 Oktober), mengecewakan kandidat yang ingin memberikan suara bagi perempuan dan sebagian warga Qatar lainnya dalam proses politik monarki Teluk.

Sebanyak 30 dari 45 anggota Dewan Syuro di Qatar dipilih melalui pemungutan suara. Sementara 15 anggota sisanya ditunjuk oleh emir Qatar di negara kecil tapi kaya yang melarang adanya partai politik.

"(Dewan Syura) seluruhnya laki-laki bukanlah visi Qatar," kata Aisha Hamam al-Jasim, 59, seorang manajer keperawatan yang berkampanye di distrik Markhiya Doha.

Aisha mendesak perempuan Qatar untuk mulai "menyuarakan apa yang mereka yakini" dan memilih kandidat perempuan yang kuat di masa depan.

"Untuk pertama kalinya di Qatar, ini adalah kesempatan untuk mengambil bagian dalam politik," katanya ketika orang-orang berdatangan ke tempat pemungutan suara pada hari Sabtu, (02/10/2021)

Aisha, seperti sesama kandidat perempuan lainnya, mengatakan dia bertemu dengan beberapa pria yang berpikir bahwa perempuan tidak boleh mencalonkan diri.

Menyoroti keterampilan administrasinya, Aisha pada kampanyenya berfokus pada prioritas kebijakan seperti kesehatan, pekerjaan bagi kaum muda, dan pensiun.

"Saya hanya mengatakan: saya kuat, saya mampu. Saya melihat diri saya sebagai laki-laki. Jika Anda ingin melihat saya lemah, itu terserah Anda, tetapi saya tidak lemah," katanya dalam tempat pemungutan suara di mana pria dan perempuan memiliki pintu masuk terpisah.

Qatar memperkenalkan reformasi hak-hak perempuan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk mengizinkan perempuan untuk mendapatkan SIM secara mandiri.

Qatar dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi untuk masalah-masalah seperti sistem perwalian, di mana seorang perempuan memerlukan izin laki-laki untuk menikah, bepergian, dan mengakses layanan kesehatan reproduksi.

Baca Juga: Qatar Gelar Pemilu Legislatif Nasional atau Dewan Syura, 18 Kandidat Perempuan Ikut Bersaing

Kandidat Dewan Syura atau Dewan Legislatif Qatar, Saeed al-Burshaid, kiri, sedang berkampanye di al-Wakrah, Qatar, 19 September lalu (Sumber: Straits Times)

Human Rights Watch pada bulan Maret mengatakan ketika tahun 2019 para perempuan men-tweet dari akun anonim tentang sistem perwalian Qatar, akun tersebut ditutup dalam waktu 24 jam setelah pejabat keamanan dunia maya memanggil seorang perempuan.

Naima Abdulwahab al-Mutaawa'a, seorang kandidat dan pekerja kementerian luar negeri yang ibunya lanjut usia datang untuk memilihnya, ingin mendesak sebuah badan yang mengadvokasi hak perempuan dan anak-anak.

Beberapa kandidat perempuan berusaha untuk mengadvokasikan hak sipil dan kewarganegaraan anak-anak warga negara perempuan Qatar yang menikah dengan orang asing, dimana seperti di negara-negara Teluk lainnya, tidak dapat mewariskan kewarganegaraan Qatar mereka kepada anak-anak mereka.

Sementara Aisha mengadvokasi untuk memberikan paspor, sesama kandidat Leena al-Dafa menyerukan kewarganegaraan penuh untuk anak-anak dalam kasus seperti itu.

Qatar memiliki satu menteri perempuan, yaitu Menteri Kesehatan Masyarakat Hanan Mohamed Al Kuwari.

Baca Juga: Qatar Kecewa dengan Taliban, Sebut Pendidikan Perempuan di Afghanistan Alami Kemunduran

Kandidat pemilu Dewan Syura Qatar, Al-Maha Al-Majid. 18 perempuan ikut bersaing menjadi anggota Dewan Syura Qatar diantara 183 kandidat (Sumber: Straits Times)

Leena, seorang penulis, tidak melihat mereka yang menentang perempuan di Dewan Syura sebagai hambatan karena emir yang berkuasa, dan hukum, mendukung partisipasi perempuan.

"Hukum memberi saya hak ini ... Saya tidak peduli apa yang dikatakan orang agresif tentang itu," katanya, seraya menambahkan perempuan paling cocok untuk mendiskusikan masalah mereka.

Al-Maha al-Majid, seorang insinyur sektor industri berusia 34 tahun ikut mencalonkan diri, mengadvokasikan perbahan pola pikir.

"Untuk meyakinkan laki-laki (untuk memilih perempuan), ya, kita mungkin harus bekerja atau usaha ekstra ... Saya bersedia mengambil upaya ekstra ini untuk masuk gelanggang dan meyakinkan masyarakat ini bahwa perempuan mampu melakukannya," katanya.

Bagi sebagian orang, ada banyak kelakuan yang sulit untuk digoyang.

Kandidat laki-laki Sabaan Al Jassim, 65, mendukung perempuan yang mencalonkan diri dalam pemilihan tetapi mengatakan peran utama mereka tetap dalam keluarga.

"Mereka ada di sini, mereka memiliki sidik jari mereka dan mereka memiliki suara dan hak pilih mereka... Tapi yang paling penting adalah di rumah, untuk mengurus anak-anak dengan keluarga," katanya di tempat pemungutan suara di mana Aisha dan Naima duduk di seberang ruangan darinya.



Sumber : Kompas TV/Straits Times/AFP


BERITA LAINNYA



Close Ads x