Kompas TV entertainment seni budaya

Berlangsung hingga 29 September, Pameran Lelampah Putu Sutawijaya Hadir di Bentara Budaya Jakarta

Kompas.tv - 16 September 2023, 02:00 WIB
berlangsung-hingga-29-september-pameran-lelampah-putu-sutawijaya-hadir-di-bentara-budaya-jakarta
Bentara Budaya Jakarta menghadirkan pameran tunggal dari seniman asal Bali, Putu Sutawijaya dengan tajuk “Lelampah” yang dibuka 15-29 September 2023. (Sumber: Istimewa)
Penulis : Fiqih Rahmawati | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bentara Budaya Jakarta menghadirkan pameran tunggal dari seniman asal Bali, Putu Sutawijaya dengan tajuk “Lelampah” yang dibuka 15-29 September 2023.

Pameran ini dibuka pada Kamis (14/9/2023) kemarin. Akan ada Artist’s Talk pada hari ini, Sabtu (16/9) pukul 15.00 WIB. Adapun, penutupan akan dilakukan pada 28 September mendatang.

Pameran “Lelampah” ini merupakan hasil dari perjalanan Putu Sutawijaya meneruskan laku lelampah, dengan karakter Tokoh Garuda di Candi Kedaton, Jawa Timur.

Bermula dari ketertarikannya terhadap Candi Kedaton yang ada di selatan Probolinggo, preferensi dan referensi Putu tertuju pada Garudeya di Candi Kedaton.

Baca Juga: Pelukis Ramadhyan Putri Pertiwi Gelar Pameran Kedua di Bentara Budaya Yogyakarta

Hal ini berkaitan dengan burung Garuda, burung yang dijadikan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki makna mendalam, baik secara estetis, historis, mitologis, dan ideologis.

Secara estetis merupakan karya rupa paripurna yang sarat akan nuansa seni, indah secara visual yang menggambarkan cita rasa seni bangsa Indonesia dari generasi ke generasi.

Sedangkan secara historis merupakan karya rupa adiluhung yang menjabarkan sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia. 

Secara ideologis, merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila, sedangkan secara mitologis, berkaitan dengan nilai-nilai karakter alam bawah sadar manusia Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. 

Namun, tak banyak asal usul dan kisah di balik lambang negara burung Garuda. Putu Sutawijaya pun mencoba menelusuri jejak-jejak historis melalui laku lelampahnya di Candi Kedaton.

Baca Juga: Bentara Budaya Yogyakarta Pamerkan Karya Seni Tinggi dari Produk Keramik Gagal

Kisah Garudeya

Cerita dimulai dengan Kadru dan Winata, dua istri Begawan Kasyapa, yang meminta anak kepada suami mereka. Kadru ingin seribu anak, sedangkan Winata hanya menginginkan dua anak. 

Begawan Kasyapa kemudian memberikan seribu telur kepada Kadru dan dua telur kepada Winata. Telur milik Kadru menetas lebih dulu dan menghasilkan seribu naga, membuat Winata iri.

Winata akhirnya memecahkan salah satu telurnya yang belum menetas, dan sebagai akibatnya, Aruna lahir dalam keadaan yang tidak sempurna. 

Aruna marah dan mengutuk ibunya bahwa suatu saat mereka akan menjadi budak Kadru bersama anak-anaknya. Aruna juga memberi pesan agar ibunya menjaga telur yang lain karena akan melahirkan anak yang dapat membebaskan mereka dari perbudakan.

Singkatnya, Winata menjadi budak untuk Kadru dan anak-anaknya karena tindakan licik mereka. Ketika Garuda menetas, Winata masih menjalani masa perbudakan. Setelah mengetahui bahwa ibunya tidak berada di sana, Garuda mencari dan menemukan Ksirarnawa. Garuda hidup bersama ibunya dan mengikuti masa perbudakan dengan tugas menjaga para naga.

Baca Juga: Dimulai, Kelas Perdana Laboratorium NFT Bentara Budaya Powered by Astra

Garuda bertanya kepada ibunya mengapa harus melayani Kadru dan anak-anaknya. Setelah mendapat penjelasan dari ibunya, Garuda pun bertanya pada para naga untuk menanyakan tebusan apa yang harus diberikan agar ia dan ibunya bebas dari perbudakan. 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x