Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Harga Terus Naik, Beras Jadi Komoditas Pemicu Inflasi Indonesia

Kompas.tv - 1 Maret 2024, 04:05 WIB
harga-terus-naik-beras-jadi-komoditas-pemicu-inflasi-indonesia
Seorang pedagang beras di pusat penjualan beras di Pasar Baru Kudus, Jawa Tengah menata beras yang baru saja dibeli, Senin (19/2/2023). (Sumber: Akhmad Nazaruddin Lathif/Antara)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga beras yang terus naik membuat makanan pokok itu menjadi komoditas sumber inflasi selama tujuh bulan beruntun sejak Agustus 2023. Kenaikan beras sebulan belakangan diperkirakan akan menjadi faktor pemicu inflasi pada Februari 2024.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan bahwa inflasi pada Februari 2024 diperkiraan mencapai 0,24 persen secara bulanan dan 2,62 persen secara tahunan. Tingkat inflasi ini lebih tinggi dari bulan Januari 2024 yang mencapai 0,04 persen secara bulanan dan 2,57 persen secara tahunan.

Josua menyebut kenaikan inflasi dipengaruhi kenaikan harga bahan pangan pokok seperti beras, telur, daging ayam ras, serta minyak goreng. Beras pun menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar pada Februari 2024 karena harganya naik 3,8 persen secara bulanan.

”El Nino masih memengaruhi penurunan produksi sejumlah komoditas pangan pokok, terutama beras. Selain itu, dampak cuaca ekstrem juga mengganggu jalur distribusi pangan,” kata Josua di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Baca Juga: Harga Beras Naik, Ombudsman Sebut Ada Faktor India Naikkan Pajak Ekspor

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa beras menjadi pemicu inflasi sejak Agustus 2023 hingga Januari 2024. Pada Agustus, September, dan Oktober 2023, inflasi bulanan beras tercatat mencapai 1,43 persen, 5,61 persen, dan 1,72 persen.

Sedangkan pada November, Desember 2023, serta Januari 2024, tingkat inflasi beras tercatat mencapai 0,43 persen, 0,48 persen, dan 0,64 persen.

Menurut data Panel Harga Pangan er 29 Februari 2024, harga rerata nasional beras medium di tingkat eceran telah mencapai Rp14.330 per kilogram (kg). Harga beras tersebut naik kembali setelah sehari sebelumnya harga reratanya Rp 14.300 per kg. 

Harga beras itu jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 10.900-Rp 11.800 per kg yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi.

Naiknya harga beras pun berkebalikan dengan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang berangsur turun. Dalam sepekan terkahir, 22-29 Februari 2024, harga rerata nasional GKP tersebut turun tipis dari Rp 7.170 per kg menjadi Rp 7.110 per kg.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Bustanul Arifin menyebut fenomena El Nino menjadi penyebab utama kenaikan harga beras belakangan ini. Namun, menurutnya, faktor produktivitas padi yang masih rendah juga tidak bisa diabaikan.

Produktivitas padi nasional hanya naik tipis sekali dari 5,24 ton per hektar pada 2022 menjadi 5,26 ton per hektar pada 2023.

”Karena terlalu mengandalkan luas panen, makanya begitu luas panen terganggu El Nino, produktivitasnya juga tidak akan naik,” kata Bustanul dikutip Kompas.id.

Bustanul menyebut produktivitas padi Indonesia saat ini berada di fase pertumbuhan mendatar atau leveling off di angka sekitar 5 persen. Hal tersebut terjadi sejak Indonesia mengalami lompatan produksi padi dari 2,64 ton per hektare pada 1976 menjadi 5,14 ton per hektar pada 2014.

Indonesia diketahui kalah dari negara tetangga, Vietnam dan Thailand dalam hal lompatan produksi padi yang mencapai rerata 6 ton per hektare. Kenaikan produktivitas itu terjadi karena kedua negara tersebut menerapkan penggunaan benih unggul hasil riset serta melakukan inovasi dan adaptasi teknologi.

”Kedua negara itu telah menerapkan pertanian presisi dan smart farming. Indonesia perlu belajar dari kedua negara tersebut,” kata Bustanul.

Sementara itu, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas Nyoto Suwignyo menyebut Perum Bulog terus berupaya menstabilkan harga dan pasokan beras. Salah satunya melalui dana dekonstrasi dari pemerintah pusat untuk mengendalikan inflasi.

Nyoto Suwignyo menyebut anggaran dana dekonsentrasi bagi pemerintah daerah pada tahun ini sebesar Rp 154,74 miliar. Namun, menurutnya, anggaran dekonsentrasi tersebut belum dimaksimalkan.

”Namun, masih banyak pemerintah provinsi yang belum memanfaatkan dana tersebut. Dari 38 provinsi, baru enam provinsi yang telah merealisasikan dana itu. Itu pun masih sangat kecil,” katanya.

Baca Juga: Harga Beras Masih Tinggi Jelang Ramadan, KPPU Bahas Bersama Kementerian dan Asosiasi Pengusaha




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x