Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Kemenkeu: Hampir Semua Negara Utangnya Naik karena Pandemi

Kompas.tv - 28 Juni 2021, 06:40 WIB
kemenkeu-hampir-semua-negara-utangnya-naik-karena-pandemi
Gedung Kementerian Keuangan (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Dina Karina | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyatakan, utang pemerintah pada 2020 melebihi kebutuhan. Hal itu disampaikan Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam rapat paripurna DPR, Selasa (22/6/2021).

Ia menjelaskan, realisasi pendapatan negara dan hibah di 2020 sebesar Rp1.647,78 triliun. Kemudian realisasi belanja negara sebesar Rp2.595,48 triliun. Sehingga, defisit APBN mencapai Rp947,7 triliun.

Untuk menutupi defisit, pemerintah menarik utang sebesar Rp1.193,29 triliun. Jumlah itu setara 125,91 persen dari nilai defisitnya. Akibatnya, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun.

"Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam Negeri, dan Pembiayaan Luar Negeri Sebesar Rp1.225,99 triliun, yang berarti pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," kata Agung.

Baca Juga: Jawab Walkot Medan Bobby Soal Utang RP 433 M, Gubernur Edy: Tak Tahu Aku

Ia menilai, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara. BPK pun khawatir pemerintah tidak mampu membayar utang tersebut beserta bunganya.

"Memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," tutur Agung.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Keuangan menyatakan utang semua negara di masa pandemi pasti meningkat. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, selama pandemi ini hampir seluruh negara menghadapi kenaikan utang karena mengambil kebijakan countercyclical.

Sehingga, banyak negara yang rasio utangnya  melampaui batas aman IMF.

Baca Juga: Per Mei 2021, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp309,3 T untuk Biayai APBN

“Dalam kondisi pandemi saat ini, hampir tidak ada negara rasio utangnya di kisaran itu (batas aman IMF),” ungkap Luky saat dikonfirmasi KompasTV, Kamis (24/06/2021).

Standar rasio utang terhadap penerimaan negara yang aman menurut IMF adalah 25-30 persen. Sedangkan Indonesia berada di level 46,77 persen untuk tahun lalu.

Luky pun membandingkan Indonesia dengan Filipina yang memiliki rasio utang 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, China 61,7 persen, Korea Selatan dan Amerika Serikat masing-masing 48,4 persen dan 131,2 persen.

Ia menegaskan, pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary, yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman serta upaya untuk menekan biaya utang.

Di antaranya dengan cara burden sharing dengan Bank Indonesia (BI), untuk membiayai penanganan pandemi, di mana BI ikut menanggung biaya bunga utang.

Baca Juga: Utang PLN Hampir Rp500 T, Faisal Basri: Bukan Foya-foya

"Pemerintah juga mengonversi pinjaman luar negeri, yang mengubah pinjaman dalam dollar AS dan suku bunga mengambang (basis LIBOR) menjadi pinjaman dalam Euro dan Yen, dengan suku bunga tetap mendekati 0 persen. Sehingga mengurangi risiko dan beban bunga ke depan,” jelas Luky.

Luky mengatakan, upaya pemerintah Indonesia dalam mengelola ekonomi dan utang selama pandemi, juga diapresiasi oleh lembaga pemeringkat utang internasional. Yaitu dengan mempertahankan peringkat Indonesia.

"Sementara sebagian besar atau 124 negara mengalami penurunan peringkat, bahkan di antaranya sudah ada meminta pengampunan utang melalui skema Paris Club, " tuturnya.

Baca Juga: Niat untuk Beli Susu Anak, Guru Honorer Terjerat Pinjol Berawal Utang 3 Juta Jadi 206 Juta

Berdasarkan audit BPK, utang pemerintah tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) yakni, 25-35 persen. Sedangkan rasio debt service terhadap penerimaan APBN 2020 sebesar 46,77 persen.

Begitu juga rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan di 2020 yang sebesar 19,06 persen. Angka itu melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-19 persen.

Serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x