> >

Cerita Camat Polewali Mandar Sulap Halaman Kantor jadi Lokasi Pembakaran Sampah: TPA Ditutup Warga

Peristiwa | 22 Maret 2022, 15:22 WIB
Halaman Kantor Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat setiap harinya mendadak menjadi tempat pembakaran sampah. (Sumber: Kompas TV/Edwin Arruanpitu)

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.TV — Halaman Kantor Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat setiap harinya mendadak menjadi tempat pembakaran sampah.

Berdasarkan pantauan jurnalis Kompas TV Edwin Arruanpitu, tumpukan sampah yang dibakar oleh petugas kebersihan itu dilakukan karena Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di wilayah tersebut ditutup paksa oleh warga sejak 2021 lalu.

Menurut Camat Wonomulyo Sulaeman Mekka, sampah yang dibakar di kantor kecamatan dilakukan untuk memusnahkan sampah dan meminimalisir sampah-sampah yang menumpuk di jalanan.

"Sampah yang berserakan di pinggir jalan diangkut di kontainer dan tidak bisa (didiamkan) lama. Setelah itu kita bawa ke situ (halaman kantor kecamatan), lalu dipilah, yang plastik-plastik ini kita ambil, terus yang lainnya dimusnahkan," kata Sulaeman Mekka, Selasa (22/3/2022).

Ia juga mengatakan, pemusnahan dengan cara membakar sampah di halaman kantor dilakukan untuk memberi tahu kepada masyarakat lain bahwa pihaknya telah berusaha mengatasi persoalan sampah.

"Biar orang lain tahu. Kalau (sampah) yang ada di kantor camat ini dan yang bertebaran, kami juga di kantor camat berusaha supaya sampah ini bisa teratasi dengan baik," jelasnya.

Baca Juga: Bangun ITF, Wagub DKI Sebut Jakarta akan Punya Pengelolaan Sampah dengan Teknologi Canggih

Ditanya sampai kapan akan melakukan pembakaran sampah di halaman kantor kecamatan, Camat Wonomulyo mengatakan akan terus membakarnya sampai sampah habis.

"Sampai habis itu," pungkasnya.

Perlu diketahui, persoalan pengolahan sampah di Indonesia sepenuhnya belum memiliki peta jalan keluar yang jelas. Persoalan TPA yang dipaksa ditutup warga bahkan tidak terjadi di Polewali Mandar, melainkan juga seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Beberapa tahun terakhir, DIY terancam darurat sampah lantaran Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul yang melebihi kapasitas daya tampung.

TPST Piyungan sejak 1996 menjadi pusat pembuangan sampah tiga daerah di DIY, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Sleman.

Setiap hari, sekitar 600 ton sampah dibuang ke Piyungan. Kalkulasi awal, TPST Piyungan hanya mampu bertahan hingga 2020.

Belakangan, warga sekitar TPST Piyungan juga kerap memblokade pengiriman sampah karena kondisinya sudah mengganggu, bahkan dinilai mengancam permukiman

Pentingnya peran pemerintah

Terkait persoalan sampah, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman mengatakan pentingnya peran pemerintah dalam pengelolaan sampah.

Menurutnya, semua harus berbagi peran dan paham tugas masing-masing mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah kabupaten/kota.

“Dalam hal ini, semua kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sampah ini harus benar-benar diimplementasikan secara nyata,” kata Atong Soekirman dilansir dari Antara.

Sementara itu, melansir Kompas.id, sejumlah daerah mulai melakukan inovasi terkait pengelolaan sampah, salah satunya seperti yang dilakukan oleh Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY.

Melalui unit usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bernama KUPAS yang terbentuk sejak 2013, pihaknya melayani pengambilan sampah sekitar 1.500 pelanggan.

Sebagian besar rumah tangga, tetapi ada juga badan usaha dan lembaga. Mereka membayar retribusi ke KUPAS sebagai imbal jasa pengambilan sampah.

Tak langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), KUPAS berinovasi dengan memilah dan mengolah terlebih dulu di tempat penampungan sampah milik mereka.

Baca Juga: Wagub DKI: Masyarakat Masih Jadikan Sungai Sebagai Tempat Sampah Raksasa

Dengan upaya pengolahan itu, KUPAS berhasil mengurangi volume sampah ke TPA. Dari total 4,5 ton sampah per hari, hanya 46 persen dibuang ke TPA.

Dari usaha ini, bahkan KUPAS juga memperoleh pendapatan sekitar Rp 60 juta sebulan. Sekitar Rp 46 juta dari retribusi, sedangkan sisanya hasil menjual sampah.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU