> >

Perkembangan Wilayah Kesultanan Yogyakarta dari Waktu ke Waktu

Wisata | 8 September 2021, 19:34 WIB
Keraton Yogyakarta. Wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berubah dari waktu ke waktu, sejak perjanjian Giyanti hingga setelah kemerdekaan Indonesia. (Sumber: Kurniawan Eka Mulyana)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia. Sejumlah atraksi wisata bisa menjadi pilihan wisatawan yang datang, mulai dari  wisata kuliner, wisata alam, hingga wisata budaya yang tentunya tak bisa lepas dari sejarah panjang kesultanan di daerah ini.

Sejarah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bukan hanya tentang pemerintahan dan budayanya, tetapi juga tentang perkembangan wilayahnya sejak Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam Perjanjian Giyanti.

Pada masa itu, wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi daerah Mataram, Pajang, Sukawati, Bagelen, Kedu dan Bumi Gedhe sebagai wilayah nagara agung, dengan jumlah cacah atau satuan keluarga sebanyak 53.100.

Wilayah lain adalah mancanagara, meliputi daerah Madiun, Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertasana, Kalangbret, Ngrawa (Tulungagung), Japan (Majakerta), Jipang (Bojanegara), Teras Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu Wirasari) dan Grobogan, dengan jumlah cacah sebanyak 33.950.

Sejak kekuasaan Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris pada 18 September 1811, Sri Sultan Hamengku Buwono II kembali mengambil alih kekuasaan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan bernegosiasi dengan Raffles selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.

Negosiasi agar Inggris membayar ganti rugi daerah-daerah pesisir yang sebelumnya dikuasai Belanda tidak mencapai kesepakatan, bahkan ketegangan semakin meningkat, yang berujung pada penyerbuan Inggris ke Keraton Yogyakarta pada Juni 1812.

Baca Juga: Peringati Hari Musik Dunia, Keraton Yogyakarta Luncurkan Orkestra Kerajaan

Baca Juga: Rumput Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta Terbakar, Api Diduga Disulut ODGJ

Inggris berhasil menawan Sri Sultan Hamengku Buwono II dan menggantikannya dengan Sri Sultan Hamengku Buwono III, serta menobatkan Pangeran Notokusumo sebagai Pangeran Merdika, bergelar KGPAA Paku Alam I.

Pada 17 Maret 1813, Inggris memberikan tanah seluas 4.000 cacah kepada KGPAA Paku Alam I. Wilayah Kadipaten Pakualaman meliputi daerah Parakan di Kedu, sebagian daerah Bagelen, dan sebagian daerah di Klaten.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : kratonjogja.id


TERBARU