> >

Komnas HAM Duga Jarak Tembak Brigadir J Berbeda, Pakar Kriminologi UI: Penembak Tak Diam di 1 Titik

Hukum | 27 Juli 2022, 05:30 WIB
Guru Besar Ilmu Kriminologi Universitas Indonesia Profesor Adrianus Meliala (kiri) dan Mantan Kadiv Humas Polri Irjen (Purn) Anton Charliyan (tengah) di Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (26/7/2022). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Ilmu Kriminologi Universitas Indonesia Profesor Adrianus Meliala menanggapi keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan forensik terhadap jenazah Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J menunjukkan adanya karakter jarak tembakan yang berbeda-beda di dalam tubuhnya.

"Tadi yang diceritakan oleh Choirul Anam Komnas HAM, ada luka masuk ke tubuh Brigadir J dari jarak yang berbeda-beda. Bisa kita simpulkan, sang penembak tunggal ini dari arah yang berbeda-beda, bisa kan?" terang Prof Adrianus di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (26/7/2022).

Ia juga membenarkan bahwa temuan itu bisa juga mengarahkan pada kecurigaan bahwa penembak tidak diam di satu tempat sebagaimana keterangan awal polisi bahwa Bharada E menembak dari lantai dua rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

"Betul," kata Prof Adrianus saat ditanya presenter KOMPAS TV Aiman Witjaksono bahwa posisi penembak tidak mungkin hanya di satu titik atau di tangga lantai dua.

Baca Juga: Tanggapi Hasil Autopsi Ulang Brigadir J, Pakar Kriminologi UI: Penyidik Jangan Pakai Cerita Lama

Di sisi lain, Mantan Kadiv Humas Polri Irjen (Purn) Anton Charliyan menjelaskan, pemeriksaan forensik atau autopsi terhadap jenazah akan menunjukkan jenis-jenis luka pada tubuh Brigadir J.

"Dari autopsi itu akan dibedakan, mana luka tembak, mana luka sayat, mana tembakan yang jarak dekat atau jauh itu akan diketahui. Begitu pula pelurunya, akan diketahui," terang Anton.

Menurut mantan polisi yang berpengalaman dalam bidang reserse itu, proses olah tempat kejadian perkara (TKP) perlu dilakukan berkali-kali untuk dapat memastikan kebenaran jarak tembak yang mengenai tubuh Brigadir J.

Ia menegaskan, pemeriksaan Polri berdasarkan scientific crime investigation akan mengungkap fakta yang terjadi dalam kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Ferdy Sambo itu.

"Walaupun dikatakan tembakan dari tangga dengan lantai bawah, bahkan saya bilang, tidak perlu begitu, semua diam saja. Ketika scientific crime investigation dan ketika physical evidence mengatakan hal yang berkaitan dengan satu sama lain, itulah yang tertinggi," tekannya.

Baca Juga: Mantan Kadiv Humas Polri Sebut Akurasi Scientific Crime Investigation 99 Persen, Tak Bisa Dibohongi

Lebih lanjut Prof Adrianus menjelaskan, di dunia ilmu, scientific crime investigation bukan segala-galanya.

"Dia (scientific crime investigation) adalah alat bantu, misalnya disebutkan sebab mati dari Brigadir J, tetapi tidak pernah disebutkan siapa yang membunuhnya," terangnya.

Menurut Prof Adrianus, penyidik bertugas merangkai temuan-temuan berdasarkan investigasi ilmiah itu agar menjadi peristiwa pidana yang akurat.

"Maka dari temuan-temuan forensik yang sudah sangat scientific (ilmiah -red) itu, maka tugas penyidiklah untuk merangkai, meramu, merekonstruksi hubungan di antaranya," ungkapnya.

Penyidik, kata dia, menempati posisi yang amat mulia, untuk mampu merancang kronologi peristiwa pidana yang menewaskan Brigadir J itu secara masuk akal dan rasional.

Baca Juga: Komnas HAM Ungkap 3 Poin Pemeriksaan Ajudan Irjen Ferdy Sambo, Pastikan Waktu Kematian Brigadir J

 

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU