Kompas TV nasional hukum

Mantan Kadiv Humas Polri Sebut Akurasi Scientific Crime Investigation 99 Persen, Tak Bisa Dibohongi

Kompas.tv - 26 Juli 2022, 21:38 WIB
mantan-kadiv-humas-polri-sebut-akurasi-scientific-crime-investigation-99-persen-tak-bisa-dibohongi
Mantan Kadiv Humas Polri Irjen (Purn) Anton Charliyan di Kompas Petang, Selasa (26/7/2022). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kadiv Humas Polri Irjen (Purn) Anton Charliyan menyebut metode scientific crime investigation (SCI) atau investigasi kejahatan secara ilmiah yang digunakan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mengungkap kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, sangat akurat.

"Saat ini sebetulnya dengan dikedepankannya scientific crime investigation dan dengan adanya tim independen, itu sesuatu yang sangat tepat. Karena kalau menurut saya, dengan mengedepankan scientific crime investigation itu, itu akurasinya 99 persen, tidak bisa dibohongi," kata Anton dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (26/7/2022).

Menurut dia, meski pun saksi dan tersangka bungkam, bukti-bukti fisik dari hasil pemeriksaan SCI akan mengungkapkan fakta secara terperinci, sehingga tersangka tak bisa mengelak.

"Saksi maupun tersangka boleh mengatakan tidak, boleh diam, tetapi ketika phisical evidence (bukti fisik) mengatakan ada rangkaian fakta-fakta yang menyatu dengan fakta lain, misalnya fakta ditembak dengan fakta autopsi, dengan fakta forensik, tidak bisa bicara apa-apa (tersangka tidak bisa mengelak -red)," jelas mantan polisi yang berpengalaman dalam bidang reserse itu.

Baca Juga: Tanggapi Hasil Autopsi Ulang Brigadir J, Pakar Kriminologi UI: Penyidik Jangan Pakai Cerita Lama


Ia menambahkan, pemeriksaan forensik juga bisa mengungkapkan alur peristiwa terbunuhnya Brigadir J secara rinci, bahkan hingga mengungkap jam kematiannya.

"Untuk forensik, misalkan, uji balistik dari peluru, itu alurnya kan akan jelas, apakah betul alurnya dari sana, atau dari senjata mana. Karena dari autopsi itu nanti bisa dibedakan mana luka peluru, pukulan, luka tembak, bahkan jam kematian juga bisa diketahui," urai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1984 ini.

"Jadi scientific crime investigation itu sangat detail," imbuhnya.

Meski begitu, ia mengakui bahwa temuan SCI dapat berubah-ubah, karena membutuhkan waktu.

"Iya, bisa berubah, karena ini scientific crime investigation. Makanya, tolong semuanya bersabar, percayakan penuh dengan scientific crime investigation ini, tidak pernah berbohong ini," terangnya.

Baca Juga: Kapolri: Penanganan Kasus Baku Tembak Anggota Propam Kedepankan Scientific Crime Investigation

Ia juga meminta masyarakat percaya dengan metode SCI yang diterapkan Polri dalam mengungkap peristiwa polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7) lalu itu.

"Jadi dengan scientific crime investigation ini, tolong masyarakat harus percaya, karena memang ini sarana, alat penyidikan yang memang harus dipercaya, dan juga mohon sabar," ujarnya.

Menurut Anton, bukti fisik dari pemeriksaan ilmiah merupakan bukti paling terpercaya.

"Yang namanya alat bukti itu memang, physical evidence (bukti fisik) bukan segala-galanya, tetapi saat ini, selama saya jadi penyidik, di seluruh dunia juga, itulah yang paling kredibel," pungkasnya.

Baca Juga: Komnas HAM Ungkap 3 Poin Pemeriksaan Ajudan Irjen Ferdy Sambo, Pastikan Waktu Kematian Brigadir J

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x