> >

Soal UU Cipta Kerja, Hakim MK: Satu Saja Terbukti Itu Sudah Cacat Formil, Ini Ada Empat, Agak Berat

Hukum | 3 Desember 2021, 13:41 WIB
Tangkapan layar suasana sidang Perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021 yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (5/10/2021). (Sumber: ANTARA/Putu Indah Savitri)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan ada beberapa poin yang membuat Undang-Undang Cipta Kerja cacat formil. 

Saldi Isra menjelaskan, berdasarkan konstitusi, proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak berdasarkan pada UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak memenuhi azas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Baca Juga: Sebut UU Cipta Kerja Tetap Berlaku, Mahfud MD: Kata Siapa Tidak Bisa Diterapkan?

Kemudian, tidak melibatkan partisipasi publik yang luas, serta norma yang telah ditetapkan bersama oleh DPR dan Pemerintah mengalami perubahan dan pergantian ketika melalui tahap perundangan.

Demikian disampaikan Saldi Isra ketika menjadi pemberi materi dalam kuliah umum bertajuk ‘Peran dan Tantangan Mahkamah Konstitusi dalam Mewujudkan Hukum dan Politik Demokratis’ yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi.

“Satu saja terbukti, itu cacat formil. Ini sudah empat. Agak berat nich kerja pemerintah dan DPR untuk merevisi undang-undang ini, karena dia harus mengoreksi empat yang dinyatakan keliru oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Saldi Isra pada Jumat (3/12/2021).

Baca Juga: Puan: DPR akan Tindaklanjuti Putusan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat

Oleh karena itu, kata Saldi, majelis hakim memberikan waktu selama dua tahun kepada Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. 

Perbaikan tersebut tidak hanya dengan melakukan revisi terhadap UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tetapi juga dengan melibatkan partisipasi publik yang lebih tinggi dalam pembentukan UU Cipta Kerja.

“Nanti kan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan akan diperbaiki, bisa juga di dalam undang-undang itu dijelaskan bagaimana partisipasi publik itu dilaksanakan,” ujar dia.

Baca Juga: Pemerintah dan DPR akan Revisi UU Cipta Kerja, Ekonom: Jangan Cuma Formalitas!

Ia juga menambahkan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat signal implisit untuk para pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah agar kembali melihat substansi dari undang-undang tersebut.

“Kami (majelis hakim) berharap, pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR, bisa tenang-tenang membaca putusan Mahkamah Konstitusi. Makanya diberi waktu yang cukup,” tuturnya.

Lebih lanjut, Saldi Isra berpendapat bahwa majelis hakim Mahkamah Konstitusi memiliki berbagai pertimbangan untuk tidak membatalkan UU Cipta Kerja secara mendadak meskipun telah dinyatakan cacat formil.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sebut UU Cipta Kerja Masih Bisa Berlaku, Serikat Pekerja: Menyesatkan!

“Mahkamah Konstitusi punya pertimbangan sendiri. Jangan mendadaklah. Harus ada peralihan, harus ada transisi, dan sebagainya. Kalau ada orang berdebat, ya silakanlah,” ujar Saldi. 

Menurutnya, membatalkan UU Cipta Kerja secara mendadak setelah ditemukan adanya cacat dalam proses pembentukannya, dapat memberi implikasi begitu besar bagi tatanan hukum di Indonesia. 

Sebab, UU Cipta Kerja telah memiliki berbagai peraturan turunan yang berlaku dan menjadi acuan bagi nyaris seluruh elemen masyarakat.

Baca Juga: Bikin Cuitan Soal UU Cipta Kerja, Fadli Zon Dilaporkan ke MKD

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU