> >

Komnas HAM: Presiden Jokowi Masih Punya Kewenangan Jika Ingin Selamatkan Pegawai KPK Korban TWK

Politik | 16 September 2021, 20:50 WIB
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Kamis (27/5/2021). (Sumber: Tribunnews.com/Gita Irawan)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki kewenangan menyelesaikan persoalan pemberhentian pegawai KPK yang menjadi korban tes wawasan kebangsaan (TWK).

Pelanggaran HAM dalam proses TWK tersebut, tetap penting untuk ditindaklanjuti presiden.

“Presiden masih berwenang dan bisa mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan TWK KPK,” kata anggota Komisioner Komnas HAM bidang Pemantauan dan Penyelidikan Choirul Anam, dalam keterangan pers di Jakarta, (16/9/2021).

Menurut Choirul, temuan dan rekomendasi Komnas HAM dalam persoalan TWK, bisa menjadi pijakan Presiden untuk mengambil langkah menyangkut nasib para pegawai KPK yang telah diberhentikan.

“Temuan dan rekomendasi Komnas HAM tetap bisa dijadikan batu pijak untuk langkah tersebut,” tuturnya.

Baca Juga: Pegawai KPK Korban TWK Mulai Bereskan Meja Kerja

Seperti diketahui, sebelumnya Komnas HAM pernah mengumumkan temuan yang menyatakan, ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Memang Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi  (MK) juga telah mengeluarkan keputusan terkait TWK.

MA menolak gugatan para pegawai KPK nonaktif terkait uji materi peraturan komisioner (Perkom) KPK nomor 1 tahun 2021. MA berpendapat tidak dapat diangkatnya para pegawai menjadi ASN bukan karena perkom, tetapi karena kewenangan pemerintah.

Sementara MK memutuskan TWK bagi pegawai KPK sah dan konstitusional. MK memutus permohonan agar MK memerintahkan BKN dan KPK memperkerjakan kembali pegawai yang diberhentikan karena tak lolos TWK, tidak beralasan menurut hukum.

Baca Juga: KPK Berhentikan 56 Pegawai Tidak Lolos TWK Per 30 September 2021

Choirul menyatakan putusan MK da MA tersebut, memang harus dihormati. Namun Presiden tetap bisa mengambil langkah berdasarkan rekomendasi komnas HAM. Sebab putusan MA dan MK berbeda secara faktual dengan temuan Komnas HAM.

“Jika disandingkan dengan temuan faktual Komnas HAM maupun rekomendasinya, secara hukum berbeda dan tidak bisa disandingkan,” tuturnya.

Dia menyatakan temuan faktual dan rekomendasi Komnas HAM masih berdiri sendiri dan tidak terpengaruh oleh kedua putusan tersebut.

“Apalagi sejak awal, Komnas HAM tidak mempersoalkan norma terkait alih status yang menjadi pokok dalam kedua putusan tersebut,” paparnya.

Baca Juga: Novel Baswedan Ungkap Pegawai KPK Tak Lolos TWK Ditawari Bekerja di BUMN: Ini Penghinaan

Selain itu, menurut Choirul, kedua putusan tersebut juga tidak menyentuh sama sekali temuan faktual dan rekomendasi Komnas HAM. Putusan MA dan MK juga tidak menjadikan temuan dan rekomendasi tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait TWK.  

“Dengan demikian, dalam proses pun dapat dilihat tidak berhubungan sama sekali,” ungkapnya.

Karenanya, menurut Choirul, Presiden Jokowi masih mempunyai pilihan mengambil rekomendasi Komnas HAM  pijakan dan tetap menghormati keputusan MK dan MA.

“Hal ini sebagai wujud tata kelola negara konstitusional. Fakta-fakta adanya pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK tersebut penting untuk ditindaklanjuti sesuai rekomendasi Komnas HAM oleh Presiden,” tutupnya.

 

Penulis : Vidi Batlolone Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU