> >

PDIP, Demokrat dan Partai Koalisi Pemerintah Kompak Protes soal Rektor UI Rangkap Jabatan

Politik | 22 Juli 2021, 07:27 WIB
Prof Ari Kuncoro, SE, MA, PhD yang terpilih sebagai Rektor Universitas Indonesia (UI) periode 2019-2024. (Sumber: Dok. Universitas Indonesia)

JAKARTA, KOMPAS TV - Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro kembali menyedot perhatian publik setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan PP Nomor 75/2021 tentang Statuta UI. Aturan itu diteken Jokowi pada pada 2 Juli 2021. 

Poin yang menjadi sorotan adalah kini posisi Rektor UI yang boleh merangkap jabatan. Sebelumnya, dalam PP No. 68 tahun 2013 tentang Statuta UI disebutkan rektor tidak boleh rangkap jabatan sebagai pejabat BUMN, BUMD, dan swasta. 

Seperti diketahui, Ari Kuncoro sudah rangkap jabatan sejak 2020 karena menjabat sebagai wakil komisaris utama di Bank BRI.  

Dihalalkannya pejabat kampus menduduki jabatan pemerintah lainnya membuat sejumlah pihak merasa geram hingga mendesak Ari Kuncoro segera menanggalkan jabatan orang nomor satu di UI tersebut. 

Baca Juga: Soal Rangkap Jabatan Rektor UI, M Nasir: Komisaris Bukan Sebagai Eksekutorial..

Hujan protes itu pun tak hanya datang dari tokoh partai oposisi, melainkan sejumlah politikus dari partai koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pun juga melayangkan kritik atas lahirnya kebijakan tersebut. 

Bahkan, Politikus PDIP Arteria Dahlan mendesak agar Ari Kuncoro mundur dari jabatan rektor UI. Dirinya meminta untuk yang bersangkutan untuk tak serakah dalam memilih jabatan. 

"Saya sih merasa terlecehkan dan yang bersangkutan harusnya mundur aja jadi rektor kalau punya keinginan lain. Ngurusin UI saja kalau bener-bener diurus itu waktunya sangat kurang, apalagi kalau harus berbagi perhatian walau jadi komisaris sekalipun," kata Arteria kepada KOMPAS TV, Rabu (21/7/2021). 

Anggota Komisi III DPR RI itu menilai perbuatan rektor UI tersebut adalah melawan hukum, karena yang bersangkutan menjabat komisaris perusahaan pelat merah sejak 2020.

"Karena yang bersangkutan saat merangkap jabatan masih memakai statuta lama yakni PP 68/2013, dan demi hukum harusnya bisa diberhentikan oleh Mendikbud Ristek. Lalu segala penerimaan yang dilakukan dengan cara melawan hukum itu pun bisa dikatagorikan perilaku koruptif," ujarnya. 

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI  Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut, lahirnya PP Nomor 75/2021 akan lebih banyak berdampak negatif ketimbang positif bagi dunia akademik. Oleh sebab itu, dirinya menyayangkan terbitnya keputusan tersebut. 

"Dampak negatifnya akan lebih banyak ketika kampus diajak menjadi bagian dari pemerintah itu. Tapi karena sudah diputuskan dan jadi kebijakan Pak Jokowi, kita pertaruhkan saja sejarahnya seperti apa. Walaupun kita semua sudah bisa memprediksi," kata Syaiful. 

Baca Juga: Kontroversi Rektor UI Jadi Komisaris BUMN

Politikus PKB itu menyebut, memang tak dilarang bagi seorang pejabat kampus menjabat juga di jabatan pemerintahan lainnya. Hal ini karena di dalam PP Nomor 75/2021 tak melarangnya, tapi itu akan membuat seorang rektor tak akan netral dalam menyikapi kebijakan pemerintah. 

"Tentu keluarnya PP ini menyudahi berbagai perdebatan hari ini soal relasi hubungan antara kampus dan kebijakan pemerintah. Masalahnya, rezim Pak Jokowi, secara ideal tidak mejawab kebutuhan dalam sistem demokrasi, kampus harus jadi bagian civil society," katanya.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU