> >

KAMI Pertimbangkan Ajukan Praperadilan Penahanan Aktivisnya

Hukum | 17 Oktober 2020, 13:37 WIB
Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (20/8/2020). Hadir sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, dan Said Didu. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sedang mempertimbangkan jalur praperadilan untuk kasus yang menjerat para aktivisnya.

"KAMI sedang memikirkan, tidak hanya praperadilan. Bisa lapor Komnas HAM, Kompolnas, Propam, atau Irwasum (Inspektorat Pengawasan Umum) Polri," kata Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani, Jumat (16/10/2020), seperti dikutip dari Warta Kota.

Pasalnya, menurut Yani, kepolisian sangat mudah menjadikan tersangka seseorang dengan dalih penyebaran hoaks berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Sebelum polisi menaikkan dalam proses penyidikan dan menangkap, apakah sudah ada keterangan atau gelar perkara?"

"Apakah sudah diminta keterangan ahli bahasa? Apakah sudah dapat keterangan ahli pidana? Ini menjadi pertanyaan kami," papar Yani.

Menurut Yani, pernyataan ketiga petinggi KAMI di media sosial tidak dapat dikatakan penyebaran hoaks, dan terlihat mengada-ada untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Jelas mengada-ada. Ini lebih banyak nuansanya bukan hukum," ujar Yani.

Baca Juga: Luhut Tegur Keras Mantan Pejabat Tinggi yang Tolak Omnibus Law Cipta Kerja: Anda Berdosa!

Ini Peran 9 Anggota KAMI Menurut Polisi

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri merilis sembilan orang tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong dan penghasutan terkait UU Cipta Kerja, Kamis (15/10/2020).

Di antara mereka merupakan grup Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan dan yang lainnya petinggi KAMI Jakarta.

Para tersangka tersebut yakni KHA, JG, NZ, WRP, DW, Kingkin Anida (KA), Anton Permana (AP), Syahganda Nainggolan (SN) dan Jumhur Hidayat (JH). Mereka ditangkap di wilayah Medan, Jakarta, Depok dalam kurun waktu 9-13 Oktober 2020.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan untuk tersangka KHA, JE, NZ dan WRP tergabung dalam satu grup Whatsapp dengan nama KAMI Medan.

Dalam grup Whatsapp terdapat narasi penghasutan dan ajakan terkait UU Cipta Kerja.

Tak hanya itu, dalam percakaan grup juga didapat dorongan untuk membuat logistik dalam demo penolakan UU Cipta Kerja seperti molotov dan batu. Serta dorongan untuk menyerang aparat dan fasilitas negara.

"KHA ini merupakan admin whatsapp grup KAMI Medan, disana banyak membernya, dan sedang didalami siber crime," ujar Argo di Mabes Polri, Kamis (15/10/2020).

Argo menambahkan tersangka lainnya juga melakukan pola yang sama yakni penghasutan dan unggah berita bohong terkait UU Cipta Kerja di media sosial.

Seperti tersangka JH di akun twitternya menulis sindiran mengenai UU Cipta Kerja. Kemudian tersangka SN mengunggah informasi bohong berupa foto dangan keterangan yang tidak sama dengan kejadian.

Begitu juga tersangka KA yang mengunggah di Facebook terkati butir-butir dari pasal UU Cipta Kerja yang beredar di medsos yang bertentangan dengan draf UU Cipta Kerja asli.

Baca Juga: Rizal Ramli Sindir Polri karena Tangkap Aktivis KAMI: Pakai Borgol Segala, Norak

Selanjutnya tersangka AP menulis di Facebook dan Youtube yang menyinggung UU Cipta Kerja. yakni "Disahkannya UU Ciptaker bukti negara telah dijajah, negara tak kuasa lindungi rakyatnya dan negara dikuasi oleh cukong VOC gaya baru."

Sama seperti tersangka sebelumnya, tersangka DW juga meniliskan kalimat tekait UU Cipta Kerja, yakni "bohong klo urusan omnibus law bukan urusan istana, tetapi sebuah kesepakatan."

"Jadi mereka melakukan pola hasut, hoaks dan ajakan. Semua barang bukti sudah dikumpulkan oleh penyidik," ujar Argo.

Adapun para tersangka terancam dengan hukuman beragam. Mulai dari 6 hingga 10 tahun penjara. Empat tersangka dari Medan dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo 45a UU ITE ditambah Pasal 190 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.

JH dan AP terancam hukuman 10 tahun penjara. JH disangkakan melanggar Pasal 28 ayat 2 jo 45a UU ITE dan juga pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

AP dikenakan Pasal  5a ayat 2 jo Pasal 28 UU ITE dan juga Pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP dan Pasal 15 UU 1/1946. SN disangkakan melanggar Pasal 14 ayat 1 dan 2, Pasal 15 UU 1/1946 ancaman 6 tahun keatas.

DW dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo 45a UU ITE, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP dan pasal 415 UU 1/1946 dengan ancaman 6 tahun penjara. Sementara tersangka KA dikenakan Pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP dan atau pasal 15 UU 1/1946.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU