> >

Pembangkang Kebijakan Arab Saudi Dibunuh dan Disiksa Secara Seksual di Penjara

Kompas dunia | 25 Juni 2022, 13:36 WIB
Mohammad Bin Salman Al Saud, pemimpin kerajaan sekaligus putra mahkota, wakil perdana menteri, dan menteri pertahanan Arab Saudi saat ini. (Sumber: Middle East Eye)

RIYADH, KOMPAS.TV - Para pembangkang yang ditahan oleh Arab Saudi telah dibunuh dan disiksa secara seksual, ungkap penelitian terbaru Grant Liberty seperti diberitakan The Independent pada Jumat (24/6/2022).

Penelitian itu berfokus pada 311 tahanan consiciense, istilah untuk orang-orang yang dipenjara karena ras, agama dan orientasi seksual serta perbedaan pandangan politik.

Jumlah tahanan dalam laporan diketahui berkasus pada era Mohammad Bin Salman, pemimpin kerajaan sekaligus putra mahkota, wakil perdana menteri, dan menteri pertahanan Arab Saudi saat ini.

"Sayangnya pelecehan terhadap para tahanan consiciense terus berlanjut, ketika dunia mengawasi. Perempuan menjadi sasaran pelanggaran yang berkelanjutan dan brutal tanpa hak asasi manusia yang mendasar," ungkap Lucy Rae, salah satu peneliti di Grant Liberty.

Baca Juga: Taliban Ingin Baikan dengan AS, Anggotanya yang Ditahan 15 Tahun di Penjara Guantanamo Dibebaskan

Hasil riset menemukan sejumlah 53 tahanan sudah disiksa, enam orang disiksa secara seksual, termasuk 14 tahanan yang dikurangi jatah makan selama di sel.

Laporan itu juga menyebut 54 tahanan teridentifikasi sebagai jurnalis, 23 lainnya aktivis hak perempuan dan kini sejumlah 11 orang masih berada di penjara.

Sekitar 22 tahanan ditangkap karena kejahatan yang di lakukan ketika masih anak-anak, lima di antaranya telah dihukum mati, empat orang tewas di penjara dan 13 lainnya sedang menunggu hukuman mati.

"Kami menyerukan kepada kerajaan [Arab Saudi] untuk mendukung pernyataannya sebagai 'negara modern dan progresif', agar membebaskan individu tidak bersalah yang telah menghilang, ditangkap dan menjadi sasaran pengadilan palsu," ujar Lucy.

Ia lantas menyebut salah satu kasus tak masuk akal yang dialami Aida Al Ghamdi yang dipenjara lantaran putranya, Abdullah al-Ghamdi, mencari suaka ke Inggris.

"Memenjarakan, menyiksa dan melecehkan seorang ibu tua seperti Aida Al Ghamdi karena putranya telah mencari suaka pasti menjijikkan dan itu tindakan yang salah di negara mana pun," kata Lucy.

Abdullah melarikan diri dari Arab Saudi selepas mendapat ancaman karena kampanye melawan kebijakan otoriter di negara itu. Ibunya, Aida, dan dua saudara laki-lakinya ditangkap ketika dirinya pergi.

"Mereka ditangkap bukan karena melakukan kejahatan, tetapi karena aktivisme saya," kata Abdullah yang aktivitasnya disorot dalam laporan penelitian itu.

Baca Juga: Penembakan Massal di Ibu Kota Norwegia Jelang Parade Pride: 2 Tewas, Belasan Terluka

Sementara itu, Lucy juga mengutip kasus Loujain Al Hathloul, tahanan yang dipenjara lantaran mengkampanyekan hak-hak perempuan.

Menurut laporan, Loujain telah menderita berbagai siksaan, termasuk disengat listrik, dicambuk dan dilecehkan secara seksual saat berada di penjara. 

Sebelumnya, Loujain dan kolega sukses mengkampanyekan hak menyetir bagi perempuan Saudi Arabia.

Ia lantas ditangkap bersama 10 aktivis hak perempuan pada Mei 2018, beberapa minggu sebelum negara itu membatalkan larangan menyetir bagi perempuan.

Pejabat Saudi Arabia membantah tuduhan penyiksaan pada Loujain yang telah bebas dari bui sejak tahun lalu. Pemerintah juga belum menjawab tanggapan terbaru atas rilis dari Grant Liberty.

"Kita bisa mulai dengan menuntut pembebasan para tahanan consiciense ini. Grant Liberty tidak akan berhenti sampai setiap tahanan dibebaskan dan Arab Saudi mengakui demokrasi serta hak asasi manusia," tegas Lucy.

Baca Juga: Kisah Anne Frank dan Buku Hariannya tentang Kekejaman Nazi Jadi Tema Google Doodle Hari Ini

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Gading-Persada

Sumber : The Independent


TERBARU