> >

Nasib Pengungsi Afghanistan di Indonesia di Tengah Situasi Kabul usai Taliban Berkuasa

Kompas dunia | 20 Agustus 2021, 17:23 WIB
Poster mantan presiden Afghanistan terguling Ashraf Ghani di Kabul yang setengah terkoyak (Sumber: France24)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengungsi Afghanistan di Indonesia khawatir dengan keselamatan keluarganya di negara yang kini dikuasai Taliban.

Azis (34) salah satu pengungsi Afghanistan sudah tinggal di Indonesia selama tujuh tahun. Ia meninggalkan negaranya di usia lima tahun, namun Afghanistan selalu memiliki tempat khusus di hati Azis.

Ia dan istri serta anak-anaknya tinggal di Ciawi, Jawa Barat dan sampai sekarang mereka masih menunggu relokasi ke negara ketiga.

Baca Juga: Isi Kesepakatan Trump dan Taliban yang Sebabkan Jatuhnya Afghanistan

Azis yang berasal dari minoritas Hazara, merasa sangat khawatir dengan keselamatan keluarga dan kerabatnya yang masih tinggal di Afghanistan.

"Situasi ini sangat berbahaya bagi kami, kaum Hazara, karena mereka tidak menyukai kami," ujar Azis, dilansir DW.com, Jumat (20/8/2021).

Menurut Azis, keluarga pamannya telah mengunci diri di dalam rumah mereka sejak jatuhnya pemerintah Afghanistan menyusul pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.

"Mereka takut keluar rumah. Sekarang mereka mencari cara keluar dari Afghanistan, karena keluarga saya tidak merasa aman di sana," ujarnya.

Baca Juga: Sadis, Pasukan Khusus Australia Dituduh Bunuh 39 Napi dan Warga Afganistan yang Tak Bersenjata

Selama beberapa dekade, minoritas memang telah menjadi sasaran serangan kelompok militan, termasuk Taliban dan ISIS, karena keyakinan agama mereka.

Sebagian besar Hazara adalah Muslim Syiah, yang dibenci kelompok garis keras Sunni seperti Taliban. 

Mereka telah menghadapi penganiayaan dan kekerasan selama beberapa dekade, termasuk serangan baru-baru ini terhadap rumah sakit bersalin dan sekolah-sekolah perempuan.

Terlepas dari jaminan Taliban bahwa mereka telah berubah sejak masa pemerintahan terakhir mereka, Azis tetap khawatir tentang situasi di negaranya. 

Baca Juga: Buru Jurnalis DW, Taliban Tembak Mati Anggota Keluarganya

Di era pemerintahan Taliban tahun 1990an, olahraga dan musik dilarang, dan tidak ada kebebasan bagi perempuan seperti yang dinikmati perempuan Afghanistan dalam 20 tahun terakhir.

"Saya tidak tahu bagaimana masa depan sepak bola di Afghanistan. Bagaimana nasib perempuan, dan olahraga. Dan bagaimana dengan perempuan yang ingin sekolah. Saya berharap Afganistan akan menjadi lebih baik, tapi saya tidak punya banyak harapan," ujarnya.

Data UNHCR, pengungsi Afghanistan di Indonesia mencapai 55 persen dari 13.743 pengungsi dan pencari suaka.

Pengungsi Afghanistan di Jakarta tinggal di posko pengungsian eks gedung Kodim, Kalideres, Jakarta Barat. 

Baca Juga: Pilu, Warga Afghanistan Ini Serahkan Anaknya ke Tentara Melalui Tembok Bandara untuk Diselamatkan

Ada juga yang memilih mendirikan tenda trotoar di depan kantor UNHCR, Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat.

Selain Azis ada Wahid Ali yang juga tidak bisa berbuat banyak. Selama sembilan tahun tinggal di Indonesia ia dan para pengungsi lainnya tidak mendapat harapan yang diiginkan, baik dari Indonesia maupun Afghanistan.

Membuka pintu

LSM Perkumpulan Suaka menyerukan kepada semua komunitas internasional, negara-negara untuk membuka pintu bagi rakyat Afghanistan, yang melarikan diri demi keselamatan mereka. Termasuk Indonesia.

Baca Juga: Taliban Kembali Kuasai Afghanistan, BIN Lakukan Deteksi Dini di Indonesia, Ada Apa?

Ketua Perkumpulan Suaka Rizka Argadianti Rachmah berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil tindakan kemanusiaan kepada warga Afghanistan yang lolos dari konflik di negara tersebut.

Menurut Rizka dari data UNHCR, Indonesia merupakan populasi terbesar pengungsi Afghanistan di Asia Tenggara. 

Dengan kondisi saat ini, pihaknya mendorong agar pemerintah mengelurakan kebijakan dalam merespons konflik di Afghanistan.

Baca Juga: Profil Salima Mazari, Gubernur Perempuan yang Ditangkap Taliban

Semisal membuka perbatasan untuk mengakomodasi pengungsian dari Afghanistan dan membangun layanan kemanusiaan yang komprehensif bagi mereka yang lolos dari konflik.

“Kami memahami bahwa Covid-19 pandemi telah berdampak banyak negara, namun karena alasan kemanusiaan, kami mendesak semua negara untuk membantu rakyat Afghanistan dengan membuka pintu mereka untuk melindungi mereka, ” ujar Rizka.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/DW


TERBARU