> >

Di DK PBB, Ketua Liga Arab Minta Joe Biden Ubah Kebijakan Trump di Timur Tengah

Kompas dunia | 19 Januari 2021, 08:19 WIB
Dalam foto file 11 Februari 2020 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas berbicara pada sidang Dewan Keamanan PBB. Pimpinan Liga Arab pada Senin (18/01/2021) menyatakan harapannya pemerintahan Amerika Serikat dibawah presiden baru Joe Biden akan mengubah kebijakan Presiden sebelumnya Donald Trump dan meluncurkan proses politik yang didukung oleh regional dan internasional untuk mencapai kemerdekaan bagi Palestina. (Sumber: AP Photo/Seth Wenig, File)

MARKAS PBB NEW YORK, KOMPAS.TV - Pimpinan Liga Arab pada Senin (18/01/2021) menyatakan harapannya pemerintahan Amerika Serikat dibawah presiden baru Joe Biden akan mengubah kebijakan Presiden sebelumnya, Donald Trump, dan meluncurkan proses politik yang didukung oleh regional dan internasional untuk mencapai kemerdekaan bagi Palestina.

Ahmed Aboul Gheit, sekretaris jenderal organisasi beranggotakan 22 orang itu, kepada Dewan Keamanan PBB mengatakan, solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun "telah dipinggirkan oleh mediator utama dalam proses perdamaian," sebuah referensi Aboul Gheit yang merujuk pada Amerika Serikat.

"Hal itu mendorong pemerintah Israel meningkatkan aktivitas permukimannya dan mengancam akan mengambil langkah-langkah berbahaya dan merusak seperti mencaplok tanah yang diduduki," katanya.

Baca Juga: Palestina Memulai Vaksinasi Massal Pada Kuartal Pertama 2021

Dia juga merujuk ke Iran tanpa menyebut nama negara itu dan mengatakan, "beberapa kekuatan regional mencampuri urusan wilayah Arab" dengan mempengaruhi "keamanan rute navigasi maritim internasional yang merupakan jalur kehidupan untuk perdagangan internasional," referensi Abou Gheit untuk kebebasan navigasi di Teluk Persia.

"Juga menjadi jelas campur tangan ini melanggengkan konflik yang ada dan semakin memperumitnya," katanya, tanpa secara langsung mengutip dukungan Iran untuk Presiden Suriah Bashar Assad, untuk pemberontak Syiah Houthi Yaman dan untuk Hamas, yang mengontrol Jalur Gaza.

Aboul Gheit mengatakan pandemi COVID-19, konflik dan krisis yang sedang berlangsung telah menciptakan "campuran berbahaya yang telah merugikan masyarakat di kawasan itu," menunjuk pada 10 tahun perang saudara di Suriah, perang Yaman memasuki tahun ketujuh dan "Perpecahan yang mengakar di Libya."

Baca Juga: Israel Akan Lakukan Vaksinasi Tahanan Palestina

Dia berbicara sehari setelah otoritas Israel mengajukan rencana untuk membangun hampir 800 rumah di permukiman Tepi Barat, dalam lonjakan persetujuan pada menit-menit terakhir sebelum Presiden AS Donald Trump meninggalkan kantor pada hari Rabu dan Joe Biden dilantik sebagai presiden ke-46 Amerika Serikat.

Para pemimpin Palestina mengecam tindakan Israel tersebut.

Palestina mengklaim semua Tepi Barat, yang direbut oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967, sebagai bagian dari negara merdeka di masa depan.

Mereka mengatakan populasi pemukim Israel  yang terus bertambah, mendekati sekitar 500.000 orang, membuat semakin sulit untuk mencapai impian kemerdekaan mereka.

Baca Juga: Mahmoud Abbas Umumkan Pemilu Presiden dan Parlemen Palestina Akan Digelar Tahun ini

Aboul Gheit mengatakan “upaya signifikan” perlu dilakukan oleh semua pihak dalam beberapa bulan mendatang untuk menegaskan kembali solusi dua negara.

"Kami menantikan pemerintahan baru Amerika Serikat yang memperbaiki kebijakan dan proses yang tidak berguna, dan terlibat dalam proses politik yang bermanfaat dengan dukungan dari pihak regional dan internasional yang berpengaruh," katanya.

“Ini akan memberikan harapan baru bagi rakyat Palestina, komunitas internasional akan berdiri di sisinya dalam aspirasi mulia ini untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaan.”

Di Suriah, Aboul Gheit mengatakan lima negara ikut campur secara militer dan "situasi keamanan tetap kacau dan genting, terutama di barat laut, timur laut dan selatan."

Baca Juga: Tak Lagi Dipedulikan, Palestina Dianjurkan untuk Keluar dari Liga Arab

Ini tidak hanya merusak prospek penyelesaian politik tetapi juga memiliki dampak kemanusiaan yang sama seriusnya, dengan 90% warga Suriah hidup dalam kemiskinan, katanya.

"Saya yakin solusi sejati akan dimulai dengan konsensus internasional yang minimal, namun saat ini masih kurang," dan akan membutuhkan beberapa pihak regional untuk mengurangi keterlibatan mereka di Suriah, kata Aboul Gheit.

“Pihak-pihak regional itu terus memandang tanah Suriah sebagai rampasan perang atau menggunakannya untuk menyelesaikan masalah.

Di Yaman, ketua Liga Arab mengatakan situasinya "sama berbahayanya, terutama situasi kemanusiaan," dengan beberapa orang Yaman di ambang kelaparan.

Baca Juga: Ajak Liga Arab Tolak Normalisasi UEA-Israel, Palestina Alami Kegagalan

Dia sangat mendukung upaya utusan khusus PBB Martin Griffiths untuk mewujudkan kesepakatan antara Houthi dan pemerintah yang diakui secara internasional tentang deklarasi bersama yang menyerukan gencatan senjata dan langkah-langkah pembangunan kepercayaan.

Dia mengatakan kesepakatan yang dinegosiasikan oleh Saudi tentang Kabinet baru "adalah tanda positif fragmentasi dan perpecahan akan segera berakhir," yang "membuka jalan bagi negosiasi untuk solusi yang komprehensif."

Mengenai Libya, Aboul Gheit mengatakan kejadian baru-baru ini "dapat membawa kita lebih dekat untuk mengakhiri perpecahan di negara Arab yang penting ini."

Setelah penggulingan dan pembunuhan diktator Moammar Gadhafi pada 2011, Libya yang kaya minyak terpecah antara administrasi saingan di timur dan barat, masing-masing didukung oleh berbagai milisi dan kekuatan asing.

Pihak yang bertikai menyetujui gencatan senjata yang ditengahi oleh PBB pada bulan Oktober, kesepakatan yang mencakup kepergian pasukan asing dan tentara bayaran dalam waktu tiga bulan dan mengadakan pemilihan presiden dan parlemen pada 24 Desember 2021.

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU