> >

Pembuatan Sertifikat Tanah Elektronik Tuai Sentimen Negatif di Twitter

Kebijakan | 5 Februari 2021, 16:59 WIB
Pendiri Drone Emprit membuat analisa percakapan di Twitter tentang sertifikat tanah elektronik. (Sumber: Twitter @ismailfahmi)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kontroversi yang timbul dari rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN membuat sertifikat tanah elektronik, juga ramai di media sosial.

Pengamat media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menganalisa perbincangan warga Twitter terkait sertifikat tanah elektronik dalam beberapa hari terakhir.

"Semoga analisis ini bisa sedikit membantu @atr_bpn dalam mendengarkan response publik atas rencana di atas. Tujuan untuk menghindari sengketa tanah, malah tertangkap publik akan membuka peluang sengketa lebih marak," tulis akun Twitter @ismailfahmi seperti dikutip, Jumat (5/2/2021).

Baca Juga: Ini Dia Tampilan Sertifikat Tanah Elektronik

Ismail memulai dengan pemberitaan media pada 30 Januari 2021, tentang situs sertifikasi tanah elektronik yang masih dalam tahap persiapan.

Tanpa ada berita lanjutan terkait kesiapan situs tersebut, tiba-tiba muncul berita pada 2-3 Februari 2021, yang menyebutkan pemerintah akan menarik sertifikat tanah asli dan mengganti nya dengan sertifikat elektronik.

Sehingga, sejak Kamis (04/02/2021) warga twitter menjadi panik.

Baca Juga: Sofyan Djalil: BPN Tidak Akan Pernah Menarik Sertifikat Fisik

"Kecenderungan sentimen sangat negatif, dikontribusi oleh percakapan di media sosial. Sentimen positif atau netral muncul dari berita online, yang lebih banyak membawa agenda setting atau penjelasan dari
@atr_bpn," jelasnya.

Publik pun terus disuguhkan dengan berita yang menyampaikan suara pemerintah. Seperti penjelasan resmi dari BPN tentang cara ganti serfikat elektronik dan penjelasan Menteri ATR terkait tidak ada penarikan sertifikat fisik.

Kemudian muncul cuitan key opinion leader (KOL) dari berbagai kalangan di Twitter, antara lain akun @NOTASLIMBOY, @JDAgraria, @kurawa, @febridiansyah, @ridwanhr, dan lainnya, pada 3-4 Februari 2021.

Baca Juga: Dalam Format Elektronik, Cek Cara Daftar dan Ganti Sertifikat Tanah Elektronik

"Mulai dari @kurawa yang minta Pak @jokowi untuk menghentikan Sertifikat-El, @febridiansyah yang mempertanyakan kesiapan berbagai aspek termasuk korupsi, integritas, dll dari @mascarponecizz, @ridwanhr, @NOTASLIMBOY, @jayapuraupdate, @JDAgraria, dst," katanya.

Analisa Emosi publik yang muncul akibat pemberitaan sertifikat tanah elektronik. (Sumber: Twitter @ismailfahmi)

Berdasarkan analisis Ismail, emosi yang muncul atas wacana sertifikat tanah elektronik, yaitu takut, marah, dan tidak percaya. Emosi pertama yang muncul adalah emosi takut (fear). 

Baca Juga: Sofyan Djalil: Sertifikat Tanah Elektronik Bentuk Paling Aman

Lantaran, publik menganggap pemerintah belum mampu menjaga kerahasiaan data mereka. Sekarang BPN malah akan menarik sertifikat tanah dan mengganti dengan sertifikat elektronik. Padahal, praktek suap masih marak. Emosi ketidakpercayaan (trust) juga muncul karena  rawan penyalahgunaan dan pemerintah belum bisa melindungi hak warga.

Ismail pun membuat kesimpulan dari analisis percakapan warga Twitter tersebut.

Analisa kepercayaan publik terhadap rencana sertifikasi tanah elektronik. (Sumber: Twitter @ismailfahmi)

Pertama, publik tidak bisa menangkap salah satu tujuan pembuatan sertifikat elektronik, yaitu untuk mengurangi sengketa tanah.

Kedua, tidak ada sosialisasi yang cukup dari pemerintah, sampai berita penarikan sertifikat tanah yang asli muncul dan menimbulkan sentimen negatif.

Belum ada kampanye media sosial dari pemerintah yang menggunakan buzzer untuk mempromosikan tujuan dan keamanan sertipikat elektronik hingga saat ini.

Publik banyak merujuk kasus e-KTP yang masih bermasalah hingga sekarang. Sehingga mereka tidak percaya akan kemampuan pemerintah membangun sistem sertifikat tanah elektronik yang aman dan dapat diandalkan.

"Ketakutan, kemarahan, dan ketidakpercayaan publik teramat tinggi terhadap program sertifikat elektronik ini. Butuh sosialisasi. Jika publik tidak yakin, akan terjadi kegalauan, padahal sekarang harusnya fokus kepada pandemi. Perlu ditimbang lagi," tulis Ismail sebagai akhir kesimpulan. 

Penulis : Dina-Karina

Sumber : Kompas TV

Tag

TERBARU