Kompas TV tekno internet

Persaingan Iklan Kian Ketat, Meta Grup dkk Mulai Ketar-Ketir

Kompas.tv - 28 Juli 2022, 06:15 WIB
persaingan-iklan-kian-ketat-meta-grup-dkk-mulai-ketar-ketir
Ilustrasi prouk realitas virtual (VR) yang digadang sebagai prospek cerah dalam industri teknologi di masa depan. (Sumber: BBC)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Facebook dan Instagram dilanda penurunan penjualan iklan dalam tiga bulan terakhir, berdampak pada menurunnya pendapatan Meta, induk perusahaan itu.

Secara keseluruhan, pendapatan Meta tergelincir 1 persen menjadi 28.8 miliar dollar AS. Kendati begitu, mereka mengklaim tak ada penurunan pengguna.

Analis khawatir pertumbuhan Meta mungkin telah mencapai titik tertinggi setelah bertahun-tahun mengalami keuntungan besar.

Saingan seperti TikTok telah mengikis popularitas produk mereka, sementara pada waktu yang sama kian banyak perusahaan yang menawarkan jasa iklan.

Meta memperingatkan investor bahwa penjualan iklan kemungkinan akan turun lagi pada bulan-bulan berikutnya akibat ketidakpastian ekonomi makro.

Dalam situasi seperti itu, perusahaan yang dipimpin Mark Zuckerburg terus berinvestasi ke platform realitas virtual (VR) terbaru mereka, Horizons. Produk dengan embel-embel metaverse itu disebut sebagai prospek tercerah untuk pertumbuhan perusahaan.

Baca Juga: Jangan Takut Laporkan Konten Berbahaya di Media Sosial, Bedakan dengan Konten Ilegal

Analis modal senior di CFRA Research, Angelo Zino, menyoroti upaya Meta untuk terus memimpin pasar. Saat ini pengembangan proyek terbarunya membutuhkan investasi besar, tetapi belum ada kepastian akan hasilnya.

"Itu permainan jangka panjang, setidaknya selama tiga hingga lima tahun ke depan. Pada dasarnya Meta sekarang menjadi perusahaan biasa yang bahkan tanpa pertumbuhan," terang Zino.

Awal tahun ini, Facebook sempat melaporkan penurunan pengguna harian pertama dalam sejarah.

Sebagai respon atas keadaan itu, perusahaan yang juga menaungi WhatsApp itu mengubah algoritma Instagram dan Facebook menjadi mirip TikTok. Mereka merekomendasikan konten unggahan sampai ke luar follower pengguna.

Terobosan itu menuai protes dari beberapa pihak, termasuk selebriti Kylie Jenner yang memiliki 360 juta pengikut di Instagram.

"Buat Instagram menjadi Instagram lagi, (berhenti mencoba menjadi Tik Tok, saya hanya ingin melihat foto-foto lucu dari kolega saya). Hormat kami, semuanya." kata Jenner.

Baca Juga: Insinyur Google Dipecat, Gara-gara Percaya AI Google "LaMDA" Jadi Makluk Hidup

Kendati mendapat protes, langkah itu bisa jadi membantu Meta mempertahankan penggunanya.

Pada Juni 2022, Meta mengklaim rerata 1,97 miliar orang log in ke Facebook setiap hari, naik dari 1,96 miliar pada Maret.

Peningkatan juga terjadi di Instagram ketika terdapat rerata 2,88 miliar per hari, bertambah 0,01 miliar dari tiga bulan sebelumnya.

Baca Juga: Mengenal Hyper Micro Influencer, Konten Kreator Kalangan Bawah Punya Potensi Dilirik Brand Besar

Meta, yang biasanya menguasai lebih dari 20 persen pasar periklanan digital global, bukan satu-satunya perusahaan dengan tantangan macam itu.

Alphabet, perusahaan induk Google dan YouTube, minggu ini melaporkan pertumbuhan pendapatan paling lambat sejak pandemi Covid-19 melanda pada 2020.

Eksekutif mereka berulang kali memperingatkan investor bahwa perusahaan merasakan dampak dari ketidakpastian ekonomi.

Twitter juga melaporkan hal serupa, sementara Snap memperingatkan kondisi "sangat menantang" selepas menginjak kuartal terlemah dalam sejarah yang menyebabkan saham mereka anjlok hingga 25 persen.

"Beberapa dari nama-nama ini telah berubah, dari kisah pertumbuhan yang heroik menjadi perusahaan yang sekarang menghadapi lanskap kompetitif lebih intens. Pada dasarnya mereka telah melihat pertumbuhan pasar mendekati titik akhir," kata Zino.

"Ketika sekarang Anda melihat ruang iklan, pertumbuhannya memburuk dengan sangat cepat, jauh lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang," lanjutnya.

Ketergantungan Meta pada usaha kecil dan menengah, yang takut pada ketidakpastian arah ekonomi, membuatnya sangat rentan terhadap perlambatan pasar, kata analis senior Nikhil Lai yang biasa menganalisis kinerja pemasaran di Forrester Research.

Baca Juga: Waspada Penipuan Social Spy WhatsApp, Ini Cara Lindungi Ponselmu dari Penyadapan

 




Sumber : BBC


BERITA LAINNYA



Close Ads x