Kompas TV regional berita daerah

Cerita Demonstran soal Pentingnya Babi yang Tak Tergantikan Hewan Lain

Kompas.tv - 10 Februari 2020, 20:56 WIB
cerita-demonstran-soal-pentingnya-babi-yang-tak-tergantikan-hewan-lain
Demo Massa Tolak Pemusnahan Babi, Senin 10/02/2020 (Sumber: KompasTV)
Penulis : Fadhilah

KOMPAS.TV - Rencana adanya pemusnahan babi mendapat penolakan dari sejumlah warga Sumatera Utara (Sumut). Warga yang tergabung dalam gerakan aksi damai tolak pemusnahan babi itu bahkan menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Sumut, Senin (10/2/2020).

Dalam aksinya tersebut, para demonstran menolak pemusnahan babi di Sumut karena merebaknya virus hog cholera dan african swine fever (ASF). "Kami datang karena katanya ada kebijakan untuk memusnahkan babi, itu yang kami tolak," kata A Manulang, salah satu warga yang melakukan aksi sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Warga Desa Muliorejo, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, itu menyebut, setiap bagian tubuh babi memiliki arti penting dalam ritual adat dan tidak bisa digantikan dengan hewan ternak lainnya.

"Bukan hanya karena miskin kemudian menggunakan babi, tapi orang kaya pun, walaupun sudah pakai lembu atau kerbau, dia tetap butuh babi. Jadi begitulah pentingnya," katanya.

Baca Juga: Warga Medan Demo Serukan "Save Babi", Ada Apa?

Tidak hanya itu, sejak upacara kelahiran anak, menjelang dewasa, hingga meninggal dunia, babi selalu digunakan dalam upacara adat. "Ibaratnya, kalau tidak menggunakan babi, mau digantikan dengan apa. Kemarin katanya akan ada penggantian, babi jadi lele, tapi kan tak bisa dipakai untuk adat," katanya.

Manulang menceritakan, sejak 2006, dirinya sudah memelihara babi mulai dari dua ekor hingga 20 ekor untuk menghidupi keluarganya. "Babi ini adalah penghidupan saya. Tidak bisa lagi kerja di pabrik. Hanya ternak ini sajalah, tapi itu pun sudah tidak ada lagi. Tak ada babi, memang perekonomian terpengaruh kalilah," katanya. 

Sementara itu, Ketua Aksi Gerakan Save Babi Boasa Simanjuntak berharap pemerintah mencari jalan lain untuk mengantisipasi wabah penyakit demam babi afrika (African swine fever) di Sumut. 

"Kami menantang keras pemusnahan babi karena kalau babi dimusnahkan berarti sudah menghilangkan budaya Batak. Karena sejak lahir sampai mati babi jadi budaya di tanah Batak," ucapnya.

Di sisi lain, penolakan pemusnahan bali juga ramai di lini masa Twitter. Tagar #SaveBabi beretngger di trending topic Twitter Indonesia. Hingga Senin (10/2) malam pukul 20.45 WIB, sebanyak 9,124 Tweets yang menanggapi tagar tersebut.

Baca Juga: Tagar Save Babi Trending di Twitter

Minta Waktu Sebulan

Sebagaimana diketahui, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi meminta waktu satu bulan untuk memikirkan kondisi ternak babi di wilayahnya. Apakah akan dimusnahkan atau tidak. 

Pasalnya, menurut keputusan Kementerian Pertanian, telah terjadi wabah penyakit demam babi afrika (African swine fever) pada beberapa kabupaten atau kota di Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten atau kota itu yakni di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan. 

"Memang terjangkit ASF dan selayaknya itu dimusnahkan. Sekarang sudah 42.000 sekian (babi mati di Sumut). Saya lihat satu bulan ini," katanya kepada wartawan susai salat Asar di Masjid Agung, Medan. 

Edy Rahmayadi merasa dilema dalam penanganan babi di Sumut pasca keluarnya pernyataan tentang ASF dari Kementerian Pertanian (Kementan). 

"Ada dilema di situ. Kalau saya iyakan untuk persoalan menjadikan bencana, berarti semua babi harus dimusnahkan," katanya kepada wartawan usai salat ashar di Masjid Agung, Medan, Senin (6/1/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com. 

Baca Juga: Penyebaran Wabah Firus Flu Babi di Sumatera Terus Meluas

Dia menjelaskan, risiko jika babi dimusnahkan, akan seperti yang terjadi di China yang selama 20 tahun berikutnya belum diizinkan untuk memelihara babi sampai dinyatakan tempat itu steril. "Mampukah itu? Saya masih mencari peluang yang lain," katanya.

Sudah Puluhan Ribu Babi Mati

Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara juga mencatat terhitung September 2019 terdapat 46.236 ekor babi mati mendadak akibat virus kolera babi ( hog cholera) dan demam babi afrika (ASF).

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara Azhar Harahap mengatakan, kasus kematian babi masih ditemukan di tiga kabupaten yakni Batubara, Tanjung Balai dan juga Karo.

"Iya masih ada kematian di situ. Tapi tidak seperti dulu lagi," katanya, Senin (10/2/2020).



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x