Kompas TV regional peristiwa

"Mau Buat Tembok Pagar Sampai ke Langit Silakan, tapi Jangan di Atas Jalan Warga"

Kompas.tv - 27 September 2021, 13:43 WIB
mau-buat-tembok-pagar-sampai-ke-langit-silakan-tapi-jangan-di-atas-jalan-warga
Ilustrasi rumah sakit (Sumber: healthcareitnews.com)
Penulis : Baitur Rohman | Editor : Desy Afrianti

PAKANBARU, KOMPAS.TV - Puluhan warga dan sejumlah perangkat desa melakukan aksi demonstrasi kepada pihak sebuah rumah sakit ibu dan anak (RSIA) milik swasta di Desa Tanjung Berulak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Minggu (26/9/2021) sore.

Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes pembangunan tembok pagar setinggi kurang lebih dua meter.

Mereka menuntut tembok dibongkar karena dianggap memakan jalan sehingga menyebabkan penyempitan akses jalan ke permukiman warga.

"Kami tidak mempermasalahkan rumah sakit bangun tembok, tapi jangan dibangun di atas jalan. Dulu jalan ini ada irigasinya, sekarang sudah ditutup dengan pembangunan tembok itu," kata Ruslan (68), dikutip dari Kompas.com, Senin (27/9/2021).

Ia menjelaskan, akses ke rumah warga itu sudah dibangun sejak dulu, dengan lebar 2,5 meter. Setelah itu, dilakukan pelebaran jalan satu meter menggunakan uang pemerintah.

Baca juga: Presiden Jokowi Tak Gubris Ultimatum Mahasiswa, BEM SI Demo KPK Hari Ini 

Jadi, lebar jalan 3,5 meter. Namun, pihak rumah sakit mendirikan tembok sepanjang lebih kurang 80 meter. Warga memprotes pembangunan tembok karena memakan badan jalan.

 "Sekarang jalan di bagian depan lebarnya tinggal sekitar 2,5 meter. Tapi, ke belakang makin mengecil hingga lebarnya sekitar 2 meter gara-gara tembok itu. Kami sangat terganggu saat keluar masuk," sebut Ruslan. 

Dia mengatakan, warga tidak mempermasalahkan soal tinggi tembok. Yang menjadi persoalan ialah karena tembok dibangun di atas jalan.

"Mau buat tembok pagar sampai ke langit silakan, tapi jangan di atas jalan masyarakat," kata dia.

Hal serupa juga disampaikan Wahyudin, selaku Ketua RW 03 di daerah itu. Ia mengatakan 
warga resah dengan adanya tembok pagar yang memakan jalan itu.

"Bisa bapak lihat sendiri bangunan temboknya di atas jalan," ujar dia.

Selain tembok pagar memakan badan jalan, Wahyudin mengaku warganya juga mengeluhkan soal bau limbah dari rumah sakit tiga lantai itu.
 
"Rupanya sudah banyak mengeluhkan limbah (rumah sakit) itu bau sekali. Tapi, itu dulu. Setelah dibangun tembok pagar, tak ada lagi bau limbah," kata Wahyudin.

Sempat Lakukan Mediasi

Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tanjung Berulak, Merizon Basri, yang ikut melakukan protes mengatakan, aksi protes yang dilakukan adalah buntut tidak adanya penyelesaian masalah pembangunan tembok pagar dari pihak rumah sakit.

Baca juga: Jokowi Seolah Tak Mau Tahu Nasib Pegawai KPK Korban TWK, BEM SI: Ini Urusan Negara, Soal Rakyat

Padahal, kata Merizon, sebelum tembok itu dibangun, warga sudah menggelar pertemuan dengan pihak rumah sakit, tetapi akhirnya tembok tetap saja dibangun.

"Sebelumnya sudah dilakukan mediasi oleh pihak Camat, Kapolsek, tapi tak ada hasil. Tuntutan warga cuma satu, yaitu tembok pagar yang dibangun rumah sakit harus digeser 50 sentimeter. Karena bangunan tembok yang sekarang ini mengganggu aktivitas masyarakat," kata Merizon.

Sementara Andri Setiawan selaku direktur rumah sakit ibu dan anak itu, dalam klarifikasinya mengatakan aksi ujuk rasa tersebut dilakukan oleh seklompok pemuda bukan oleh warga.

"Saya klarifikasi sebenarnya bukan warga, ya tapi beberapa pemuda. Mereka mungkin kurang senang dengan pembangunan pagar rumah sakit yang menganggap memakan badan jalan desa," ucap Andri. 

Menurutnya, persoalan ini sudah lama terjadi. Pembangunan pagar tembok itu berada di tanah rumah sakit berdasarkan sertifikat. Bahkan, Andri mengeklaim, pihaknya yang menghibahkan tanah untuk pelebaran jalan desa sekitar satu meter.

Baca juga: Demo BEM SI di KPK, Ratusan Personel Gabungan Disiagakan

"Bukan kita mengambil, justru rumah sakit yang mendonasikan tanah untuk jalan. Bahkan, kami menemukan lagi bukti yang lebih kuat (sertifikat) tahun 1988. Dari penjual tanah ini dulu luasnya 25 meter dan kita beli tahun 2005," kata Andri.

"Si penjual bilang satu meter tanah didonasikan untuk jalan desa, jadi dijual 24 meter. Jadi dokumen di kami itu 24 meter. Tapi, kami memagarnya hanya sekitar 23 meter," ucapnya.
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x