Kompas TV regional peristiwa

Tukang Bakso Dikenai Pajak Rp6 Juta Sebulan di Binjai: Saya Sampai Tak Bisa Tidur, Bingung

Kompas.tv - 30 Agustus 2021, 07:22 WIB
tukang-bakso-dikenai-pajak-rp6-juta-sebulan-di-binjai-saya-sampai-tak-bisa-tidur-bingung
Tangkapan layar surat tagihan pajak yang diterima pemilik usaha Bakso Karebet di Binjai. Pemilik usaha bernama Handoko mengaku kaget karena harus membayar pajak Rp 6 juta. (Sumber: Screenshot YouTube: Tribun Medan Official)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Iman Firdaus

BINJAI, KOMPAS.TV - Pungutan pajak terhadap pengusaha kuliner di Kota Binjai, Sumatera Utaram  ramai dibicarakan oleh warganet di media sosial atau medsos.

Hal tersebut diketahui setelah sejumlah pedagang kaki lima atau PKL di kota itu mengunggah surat tagihan pajak yang mereka terima di medsos.

Diketahui, surat tagihan pajak itu dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai.

Penagihan pajak tersebut dilakukan guna mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Binjai tahun 2021.

Adalah Handoko, salah satu PKL yang mendapat surat tagihan pajak tersebut dari BPKAD Kota Binjai.

Dilansir dari Tribun Medan, Handoko merupakan pedagang Bakso Karebet di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Binjai Barat.

Dalam surat tagihan pajak yang diterimanya, Handoko harus membayar pajak Rp 200 ribu per hari selama sebulan. Jika ditotal, maka ia harus membayar sebesar Rp 6 juta.

"Saya terkejut, saya sampai tidak bisa tidur. Saya bingung, saya punya utang Rp 6 juta kepada pemerintah," kata Handoko ditemui di GOR Binjai, seperti dikutip dari Tribun Medan pada Minggu (29/8/2021).

Baca Juga: Alasan Sri Mulyani Usulkan Materi Pajak Mulai Diberikan Sejak SD

Lebih lanjut, Handoko mengatakan, dirinya mendatangi GOR Binjai untuk menghadiri sosialisasi soal pungutan pajak bagi pengusaha makanan yang diselenggarakan BPKAD Kota Binjai.

Ia menambahkan, sebelumnya tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan tagihan pajak tersebut. Namun, ia tiba-tiba menerima surat tagihan itu saat sedang berjualan.

Menurut Handoko, besaran pungutan pajak yang dikenakan kepadanya sebesar itu sangat memberatkan.

Terlebih, di masa pandemi Covid-19 ia tak bisa berdagang seperti biasa alias harus kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP karena takut lapaknya dibongkar.

"Paling kami cuma dapat Rp 100 ribu bersih. Itu pun udah bersyukur. Selama pandemi ini pasti menurun (omset) semua pedagang, enggak cuma saya saja," ucap Handoko.

Handoko berharap, Pemkot Binjai dapat memberikan kelonggaran terkait pungutan pajak ini, setidaknya sampai pandemi Covid-19 sudah berakhir dan keadaan kembali normal.

"Sementara ini dilonggarkan dululah. Biar Indonesia ini normal dulu dari pandemi, jualan kami lancar," ujar Handoko.

Baca Juga: KPK Menahan Eks Pejabat Ditjen Pajak Dadan Ramdani Terkait Kasus Suap Pajak

Menanggapi ramainya perbincangan mengenai pungutan pajak pada pengusaha makanan tersebut, Pemerintah Kota Binjai pun angkat bicara.

Kepala BPKAD Kota Binjai Affan Siregar lantas menjelaskan mengenai subjek pajak restoran dan kriteria restoran yang dikenai pajak.

Menurut Affan, pungutan pajak yang dikenakan pada para pengusaha kuliner itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam pasal 38 UU tersebut, subjek pajak restoran adalah orang pribadi yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran.

"Artinya yang bayar pajak adalah pembeli, bukan pemilik restoran. Itu diatur dalam pasal 38 ayat 1 UU nomor 28 tahun 2009," kata Affan dalam video yang dikutip pada Minggu (29/8/2021).

Mengenai kriteria restoran yang dikenai pajak daerah, Affan kemudian merujuk pada UU nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 21.

Dalam pasal itu, disebutkan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

"Pajak restoran diatur 10 persen dari penjualan, dibayar oleh konsumen atau pembeli," ucap Affan.

Namun, sebelum melayangkan surat tagihan pajak kepada pengusaha restoran, Affan mengaku, BPKPAD Kota Binjai sudah melakukan survei terlebih dahulu.

Kendati demikian, kata dia, survei yang dilakukan pihaknya masih terbatas karena sumber daya manusia yang dimiliki BPKAD Kota Binjai juga terbatas.

"Tagihan yang kami sampaikan itu telah didahului dengan hasil survei. Betul, surveinya tentu sangat terbatas dengan sumber daya yang kami miliki," ujar Affan.

Karena keterbatasan itulah, pihaknya lantas membuka kesempatan bagi pengusaha yang merasa tagihan pajaknya terlalu besar atau tidak sesuai untuk menghadiri sosialisasi yang diselenggarakan BPKAD Kota Binjai.

Affan menambahkan, undangan sosialisasi itu telah disertakan bersama surat tagihan pajak yang dilayangkan kepada pengusaha makanan di Kota Binjai.

"Bilamana saudara merasa ada ketidaksesuaian dengan hasil yang disampaikan tim kami, dapat melakukan klarifikasi pajak pada acara sosialisasi yang dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 27 Agustus 2021, bertempat di GOR," ujar Affan.

Ia mengatakan, apabila pengusaha tidak bisa menghadiri sosialisasi pada tanggal tersebut, maka masih bisa melakukan klarifikasi di luar tanggal yang telah ditentukan dengan mendatangi kantor BPKAD Kota Binjai.

Affan menegaskan, surat tagihan pajak dari BPKAD tidak bersifat harga mati, melainkan sebagai informasi yang masih dapat diklarifikasi oleh pengusaha.

"Kalau bapak-ibu, saudara-saudari pemilik restoran merasa itu terlalu besar, tentu dapat diklarifikasi dengan mengisi form, berapa seharusnya yang layak," kara Affan.1




Sumber : Tribun Medan/Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x