Kompas TV nasional berita kompas tv

Ketika DPR Colong Kesempatan Bahas RUU Kontroversial di Tengah Wabah Covid-19

Kompas.tv - 9 April 2020, 00:52 WIB
ketika-dpr-colong-kesempatan-bahas-ruu-kontroversial-di-tengah-wabah-covid-19
Ilustrasi: Suasana sidang tahunan MPR DPR DPD 2018 di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. (Sumber: Kompas.com/Andreas Lukas Altobeli)
Penulis : Tito Dirhantoro

JAKARTA, KOMPAS TV - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai mencuri-curi kesempatan membahas RUU kontroversial di tengah pandemi wabah virus corona atau Covid-19.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, mengatakan motif DPR tetap membahas berbagai RUU termasuk revisi UU Mahkamah Konstitusi layak dipertanyakan. 

Ada kecenderungan DPR ingin memuluskan paket undag-undang kontroversial di masyarakat seperti saat mereka memuluskan revisi UU KPK. 

“Di masa darurat kesehatan seperti ini, DPR terkesan mencuri-curi kesempatan untuk menggolkan paket UU kontroversial. Ada dugaan kuat transaksi dan lobi-lobi politik dalam pembahasan paket UU tersebut,” kata Feri sepertidikutip Kompas pada Rabu (8/4/2020).

Feri menjelaskan, dalam draf RUU yang beredar tidak ada relevansi revisi UU MK untuk kepentingan publik. Selama ini, masalah yang banyak disoroti pencari keadilan adalah terkait hukum acara yang berubah-ubah ketentuannya sesuai hakim kontitusi di MK. 

Baca Juga: Hotman Paris Minta Anggota DPR Sumbangkan Gaji 1 Bulan Buat Beli Beras

Tidak konsistennya hukum acara di MK itu menimbulkan rasa ketidakadilan di masyarakat. Dalam sengketa hasil Pilpres dan Pileg 2019, misalnya, pola sidang dan pembuktian-pembuktiannya sangatlah berbeda. 

Jika ingin membenahi MK, kata Feri, seharusnya DPR memperhatikan soal hukum acara ini. Bukan malah menyenangkan hakim konstitusi yang menjabat saat ini dengan memperpanjang masa jabatannya.

“Motif DPR mengajukan revisi UU MK ini sangat mencurigakan. Dengan pasal-pasal yang ada di draft RUU MK terutama pasal 4 dan pasal 87 kental nuansa transaksional dibandingkan dengan membuat perubahan di MK untuk para pencari keadilan,” kata Feri.

Sementara mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, menuturkan DPR tidak sensitif dengan situasi krisis kesehatan masyarakat akibat Covid-19.

Di saat semua pihak sedang berfokus menangani penyakit akibat virus korona baru, motif DPR untuk membahas rancangan undang-undang dinilai kurang tepat.

Salah satu rancangan undang undang yang akan dibahas oleh DPR adalah revisi Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 

Dalam draft RUU UU MK yang beredar di sejumlah kalangan, revisi UU tersebut tidak menyentuh hal subtansial karena hanya mengatur masa jabatan hakim konstitusi, ketua dan wakil ketua MK.

“DPR seharusnya tidak menyepelekan darurat kesehatan masyarakat akibat Covid-19. Sebab, dampak dari Covid-19 ini diprediksi dapat berakibat pada depresi kuat kedua ekonomi dunia,” ujar Jimly.

Pada masa seperti ini, kata Jimly, DPR seharusnya lebih peka dan bersolidaritas. Solidaritas dapat ditunjukkan dengan tidak membahas RUU apapun terutama yang memicu polemik di masyarakat.

Baca Juga: DPR Tolak Usulan Kenaikan Gaji Pimpinan KPK di Tengah Pandemi Covid-19

“DPR seharusnya menunda seluruh pembahasan rancangan undang undang di masa seperti ini. Urus dulu hal yang jauh lebih penting yaitu keselamatan anak negeri dulu,” kata Jimly.

Bahkan, menurut Jimly, semua skenario yang sudah dirancang pada 2020 harus diubah. Seluruh negara di dunia saat ini sedang berfokus untuk menyelamatkan nyawa manusia. 

Dari sisi politik dan hukum, menurut Jimly, jangan ada dulu pembahasan apalagi keputusan mengenai RUU di DPR. Sebab, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. 

Karena itu, Jimly menyarankan kepada DPR dan pemerintah menunda semua pembahasan agenda yang berkaitan dengan pembahasan apalagi keputusan mengenai RUU maupun Perppu.

“Jika pembahasan atau bahkan keputusan mengenai RUU terus dilanjutkan, nantinya akan menimbulkan masalah yang tidak karuan. Karena perhatian publik sekarang tidak di UU, tetapi menyelamatkan diri,” kata Jimly.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x