Kompas TV nasional hukum

Jatam Laporkan Bahlil ke KPK Atas Dugaan Korupsi Tambang, Dokumen Aliran Dana Kampanye Jadi Bukti

Kompas.tv - 19 Maret 2024, 21:18 WIB
jatam-laporkan-bahlil-ke-kpk-atas-dugaan-korupsi-tambang-dokumen-aliran-dana-kampanye-jadi-bukti
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia usai konferensi pers Realisasi Investasi Triwulan III-2023 di Jakarta, Jumat (20/10/2023). Ia berharap Pemilu 2024 berjalan dengan baik, agar kegiatan ekonomi dan investasi juga berjalan lancar. (Sumber: Instagram @bahlillahadalia)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BPKM Bahlil Lahadalia dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pencabutan ribuan izin tambang.

Adalah Jaringan Masyarakat Advokasi Tambang atau Jatam yang melaporkan Bahlil Lahadalia ke lembaga antirasuah tersebut.

Koordinator Nasional Jatam Pusat Melky Nahar mengatakan dugaan korupsi menyangkut pencabutan ribuan izin tambang tersebut terjadi sejak 2021 hingga 2023.

Baca Juga: Komisi VII DPR Sebut Pengusaha Mengeluh soal Satgas Pimpinan Bahlil, Kerap Minta Uang hingga Saham

Melky mengatakan laporan yang dilayangkan pihaknya menjadi penting karena untuk membuka pola-pola yang digunakan para pejabat dalam melakukakan dugaan praktik tindak pidana korupsi.

“Laporan ini menjadi penting untuk membuka pola-pola apa saja yang digunakan oleh para pejabat negara terutama Menteri Bahlil,” kata Melki di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).

Sebelum melapor ke KPK, Jatam telah mempelajari secara serius dasar hukum yang melandasi Bahlil bisa mencabut izin usaha pertambangan (IUP). Menurut dia, ada tiga regulasi yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang kemudian membagikan kewenangan kepada Bahlil agar bisa mencabut IUP.

Namun demkian, berdasarkan pengamatan Jatam dalam setengah tahun terakhir, pencabutan izin tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

Baca Juga: Politikus PKS Sebut Menteri Bahlil Cawe-cawe Izin Tambang, Segera Jadwalkan Raker di DPR

“Proses pencabutan izin ini dia sama sekali tidak bersandar pada sebagaimana regulasi yang telah ditetapkan,” ujar Melki dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, Divisi Hukum Jatam Pusat Muhammad Jamil mengatakan dalam melaporkan Bahlil ke KPK, pihaknya membawa bukti berupa dokumen, di antaranya ada yang menyangkut aliran dana kampanye.

Kemudian, juga membawa bukti jejaring usaha Bahlil di sektor pertambangan agar bisa dipetakan oleh KPK.

“Sebetulnya karena perusahaannya itu melahirkan perusahaan baru lagi, kemudian ada perusahaan baru lagi, yang kemudian terhubung dengan tambang yang bermasalah di Antam,” ujar Jamil.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya perlu memeriksa laporan yang diadukan oleh Jatam tersebut, apakah sudah diterima pihak Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) atau belum.

Baca Juga: KPK Akan Minta Klarifikasi Bahlil Lahadalia soal Minta Imbalan Miliaran buat Perpanjang Izin Tambang

Namun, ungkap dia, pada prinsipnya KPK mengapresiasi laporan tersebut sebagai bentuk peran serta masyarakat.

"Pasti akan dilakukan tindak lanjut di bagian Pengaduan Masyarakat," sambung Ali Fikri.

Bahlil datangi Bareskrim Polri

Terpisah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan dugaan pencatutan nama dirinya terkait izin tambang yang diberitakan oleh salah satu media massa. 

"Saya datang ke Bareskrim Polri untuk memenuhi komitmen saya dalam rangka meluruskan berita yang terindikasi bahwa di kementerian saya ada yang mencatut nama saya lewat proses perizinan pemulihan IUP," kata Bahlil di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (19/3), dikutip dari Antara.

Ia menekankan pihaknya bukan melaporkan salah satu media massa tersebut ke polisi, tapi pihak-pihak yang disebut dalam laporan pemberitaan yang diduga mencatut nama dirinya. Menurut dia, terkait pemberitaan tersebut sudah diselesaikan lewat mekanisme Dewan Pers. Di mana media massa itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat.

"Kemarin, dari Dewan Pers sudah menjatuhkan hukuman (dikoreksi) memberikan rekomendasi kepada Tempo untuk meminta maaf dan memberikan hak jawab karena melanggar Pasal 1," ujar Bahli.

Bahlil meminta polisi untuk memproses secara hukum pihak-pihak yang diduga mencatut namanya. Ia mengaku merasa dirugikan nama baiknya dengan adanya pemberitaan tersebut.

"Jadi, saya minta untuk dilakukan proses secara hukum. Transparan saja. Saya mengadu adalah orang-orang yang mencatut nama baik saya untuk meminta sesuatu," ujar Bahlil. 

Dia juga menyampaikan, laporan ke Bareskrim Polri ini sekaligus untuk meluruskan informasi yang yang dinyatakan tidak sesuai fakta.

Baca Juga: DPR Akan Minta Klarifikasi Bahlil soal Dugaan Suap Penerbitan Izin Tambang

"Jadi, biar tidak ada informasi simpang siur. Harus kita luruskan informasi ini," ucapnya.

Dalam laporan media massa tersebut, kata dia, disebut ada orang dalam, orang dekat. Maka dari itu, ia meminta orang-orang tersebut dimintai keterangannya. Ia pun mengaku, tidak tau siapa orang dalam dan orang dekat yang dimaksudkan dalam berita tersebut. 

Namun, dirinya memastikan orang dekat dan orang dalam yang dimaksudkan itu bukanlah dari pihaknya.

"Tapi saya yakin ini belum tentu orang dari dalam saya, karena saya punya keyakinan bahwa tidak boleh kita negative thinking kepada orang, kita tidak boleh suudzon. Ya biar saya proses hukum berproses," tutur Bahlil.


 



Sumber : Kompas.com, Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x