Kompas TV nasional hukum

Tanggapi Dugaan Pungli Rutan KPK, Peneliti Pukat UGM Sebut Pegawai dari Luar Bawa 'Penyakit'

Kompas.tv - 16 Maret 2024, 23:05 WIB
tanggapi-dugaan-pungli-rutan-kpk-peneliti-pukat-ugm-sebut-pegawai-dari-luar-bawa-penyakit
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang hasil pungutan liar (Pungli) atau memeras tahanan korupsi di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK mencapai Rp 6,3 miliar, Jumat (15/3/2024). (Sumber: tangkap layar kanal YouTube KPK.)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menanggapi kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Zaenur, pegawai dari luar KPK kerap membawa 'penyakit' ke dalam KPK.

Hal itu, kata dia, tecermin dari kasus pungutan liar di rumah tahanan (rutan) KPK yang melibatkan sejumlah pegawai negeri yang diperbantukan (PNYD) asal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Pegawai negeri sipil dari eksternal KPK yang ditempatkan di dalam KPK saya melihatnya ini mereka membawa ‘penyakit’ dari luar, kemudian ketika bekerja di KPK, penyakit itu tetap lestari karena itu sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun," kata Zaenur kepada Kompas.com, Sabtu (16/3/2024).

Zaenur juga menyebut bahwa KPK tidak memiliki sistem untuk memastikan agar kebiasaan buruk tersebut hilang ketika para PNYD bertugas di KPK.

Baca Juga: Kasus Pungli Rutan KPK: Total Uang Rp6,3 Miliar, Tersangka Terima hingga Rp10 Juta per Bulan

"Justru KPK terinfeksi 'penyakit' dari luar ini," ujar Zaenur.

Berkaitan dengan hal tersebut, Zaenur  menyarankan agar KPK tidak lagi memenuhi kebutuhan pegawai dengan meminta pegawai dari lembaga lain.

Sebagai sebuah lembaga yang independen, kata Zaenur, KPK semestinya juga dapat memenuhi kebutuhan pegawainya secara independen.

Meski demikian, ia mengakui bahwa hal itu tidak mudah dilakukan. Pasalnya, saat ini KPK berstatus sebagai lembaga yang berada di rumpun eksekutif atau di bawah pemerintah dan pegawainya pun berstatus aparatur sipil negara.

"Maka yang terbaik adalah melakukan revisi kembali UU KPK, KPK fully independent, independensi itu termasuk independensi sumber daya manusia dengan memenuhi semua bentuk kebutuhan SDM secara mandiri," bebernya.

KPK juga harus memperbaiki pengawasan dan pengelolaan di internal agar tidak ada lagi kasus korupsi yang terjadi di tubuh KPK.

"Tapi menurut saya yang lebih penting lagi adalah independensi dari sisi kepegawaian itu akan sangat menentukan independensi dari KPK agar KPK tidak rusak dari dalam karena kuda troya dari luar," tambahnya merujuk siasat perang Yunani saat memasuki Kota Troya.

Diketahui, KPK telah menetapkan 15 orang tersangka kasus pungli di rutan KPK.

Mereka  terdiri dari kepala dan eks kepala rutan, kepala keamanan dan ketertiban, serta petugas dan eks petugas rutan.

Baca Juga: KPK Ungkap Kode yang Dipakai Tersangka Pungli Rutan Kepada Para Tahanan

Enam dari mereka bekerja di KPK dengan status PNYD dari Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam kasus ini, para tersangka mengiming-imingi tahanan akan mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.

Untuk mendapatkan fasilitas itu, mereka menagih pungli dengan nominal berkisar Rp300.000 hingga Rp2 juta kepada tahanan.


 

 



Sumber : kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x