Kompas TV nasional rumah pemilu

Bentuk Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat, Din Syamsuddin: Kami Menolak Pilpres Curang secara TSM

Kompas.tv - 5 Maret 2024, 15:59 WIB
bentuk-gerakan-penegakan-kedaulatan-rakyat-din-syamsuddin-kami-menolak-pilpres-curang-secara-tsm
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin di DPP PKB, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). (Sumber: Tangkapan layar Youtube Kompas TV)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin membentuk Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR).

Tujuan dibentuknya GPKR ini untuk menyuarakan soal penolakan Pemilu dan Pilpres 2024 yang curang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Din membeberkan gerakan yang dibentuknya itu terdiri atas 9 anggota presidium di antaranya adalah mantan Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) Komjen Oegroseno dan mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi.

“Sebagai bentuk ekspresi penolakan kita terhadap Pemilu dan Pilpres curang secara terstruktur sistematis dan masif,” kata Din saat ditemui di Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2024).

Baca Juga: Dukung Penggunaan Hak Angket, Politikus PKB: Saya Belum Pernah Lihat Pemilu Sebrutal Ini

Selain dua pensiunan jenderal TNI-Polri, presidium tersebut juga beranggotakan mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua.

Kemudian, guru besar Institut Teknologi Bandung atau ITB Didin Ramanturi, perwakilan perempuan muslim, dan lainnya.

Din mengatakan bahwa pihaknya bakal menggelar deklarasi atas pembentukan gerakan tersebut di Gedung Balai Sarbini, Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Din menjelaskan, alasan pihaknya membentuk gerakan ini karena kedaulatan masyarakat runtuh dan terjatuh ke titik nadir.

Sebab, hak-hak politik mereka dirampas oleh rezim pemerintahan saat ini.

“Bukan hanya jelang dan kalah pemilu dan Pilpres, tapi sudah sebelumnya,” tutur Din Syamsuddin.

Baca Juga: Jimly: Sulit Buktikan Pemilu 2024 Curang Terstruktur, Sistematis dan Masif, Pilpres 2019 Lebih Parah

Din mengaku sejak dua tahun lalu dirinya telah mengkritik gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menurutnya menunjukkan gaya constitutional dictatorship atau kediktatoran konstitusional.

Salah satu contohnya, kata dia, adanya upaya merekayasa hukum. Karena itu, menurut Din Syamsuddin, kejahatan tersebut harus segera dihentikan. 

“Jadi kalau tidak dihentikan, ya, maka ini akan berlarut dan saya membayangkan ada sustainable crime, kejahatan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Adapun sebelumnya, sejumlah pihak mengkritik pelaksanaan Pemilu 2024 yang dinilai diwarnai dengan kecurangan dan pelanggaran etik.

Di antara persoalan itu, menyangkut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Jajak Pendapat Kompas: 62,2 Persen Responden Setuju DPR Pakai Hak Angket Selidiki Kecurangan Pemilu

Karena sebab itulah, membuat putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa melenggang maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Selain itu, publik juga menyoroti penggelontoran dana bantuan sosial atau bansos yang dinilai menguntungkan pasangan calon tertentu.

Selain itu, sejumlah pihak juga menyoroti independensi penyelenggara negara dan cawe-cawe presiden dalam pelaksanaan pemilu.



Sumber : Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x