Kompas TV nasional humaniora

Kenapa di Indonesia Tornado Disebut Puting Beliung? Begini Penjelasan BMKG

Kompas.tv - 22 Februari 2024, 16:54 WIB
kenapa-di-indonesia-tornado-disebut-puting-beliung-begini-penjelasan-bmkg
Bangunan milik PT Kahatex, di Jatinangor, Sumedang, hancur diterjang angin puting beliung, Rabu (21/2/2024). (Sumber: Tribun Jabar)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa peristiwa cuaca ekstrem di wilayah Bandung dan Sumedang, Jawa Barat, yang terjadi pada Rabu (21/2/2024) kemarin tergolong sebagai angin puting beliung, bukan tornado. 

Seperti yang diketahui, fenomena cuaca ekstrem puting beliung terjadi di Rancaekek Bandung pada Rabu sore kemarin sekitar pukul 15.30 - 16.00 WIB.

Berdasarkan visual yang beredar, puting beliung berputar di sekitar lokasi kejadian serta menimbulkan beberapa kerusakan di sekitarnya.

Dilansir dari Kompas.id, Kamis (22/2), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat mencatat, sebanyak 735 keluarga dan 116 bangunan terdampak angin puting beliung di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang.

Lebih dari itu, juga ada 32 warga yang terluka, 20 di antaranya harus dirawat di rumah sakit.

”Warga yang dirawat di Rumah Sakit Daerah Cicalengka 10 orang, di Rumah Sakit Kesehatan Kerja Provinsi Jabar 9 orang, dan di Rumah Sakit Asri Medical Centre 1 orang,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Yuli Irnawati.

Cuaca Ekstrem di Bandung dan Sumedang Tornado atau Puting Beliung?

Pembahasan terkait fenomena cuaca ekstrem di Bandung dan Sumedang ini muncul setelah peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan peristiwa tersebut adalah tornado.

Akan tetapi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan kategori cuaca ekstrem di Indonesia hanya angin puting beliung saja.

Baca Juga: Angin Kencang di Rancaekek Bandung Puting Beliung atau Tornado? Ini Penjelasan BMKG

Hakl tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. 

Berdasarkan aturan itu, angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat antara tiga sampai lima menit. 

Mengenai pembahasan ini, BMKG pun memberikan penjelasannya. 

Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, secara esensial fenomena puting beliung dan tornado memang merujuk pada fenomena alam yang memiliki beberapa kemiripan visual yaitu pusaran angin yang kuat, berbahaya dan berpotensi merusak.

Akan tetapi, kata Guswanto, tornado merupakan istilah yang sering digunakan di Amerika Serikat (AS). Sementara di Indonesia, lebih familiar dengan sebutan puting beliung.

"Istilah Tornado itu biasa dipakai di wilayah Amerika dan ketika intensitasnya meningkat lebih dahsyat dengan kecepatan angin hingga ratusan km/jam dengan dimensi yang sangat besar hingga puluhan kilometer maka dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa," jelas Guswanto dikutip dari laman resmi BMKG, Kamis (22/2).

"Sementara itu di Indonesia fenomena yang mirip tersebut diberikan istilah puting beliung dengan karakteristik kecepatan angin dan dampak yang relatif tidak sekuat tornado besar yang terjadi di wilayah Amerika," jelasnya lagi.

Maka dari itu, Guswanto pun mengimbau agar semua pihak menggunakan istilah yang lebih familiar di Indonesia sehingga tidak menimbulkan kehebohan di masyarakat.

Baca Juga: 379 Rumah Warga di Rancaekek Bandung Rusak Diterjang Puting Beliung

"Sehingga kami mengimbau bagi siapapun yang berkepentingan, untuk tidak menggunakan istilah yang dapat menimbulkan kehebohan di masyarakat, cukuplah dengan menggunakan istilah yang sudah familiar di masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat memahaminya dengan lebih mudah," ucap Guswanto.

Berdasarkan data BNPB, jumlah peristiwa puting beliung yang tercatat di Indonesia sudah mencapai 11.456 kali, kedua tertinggi setelah banjir yang mencapai 14.235 kejadian. 

Fenomena cuaca ekstrem ini menyebabkan 480 orang meninggal, 49 orang hilang, 4.008 terluka, dan 401.903 mengungsi.

Khusus untuk wilayah Bandung, BMKG mencatat, fenomena puting beliung telah terjadi beberapa kali.

Pada tanggal 05 Juni 2023 lalu, puting beliung terjadi di Desa Bojongmalaka, Desa Rancamanyar, dan Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah-Bandung.

Fenomena tersebut mengakibatkan kerusakan pada bangunan rumah warga dimana sebanyak 110 rumah rusak di Bojongmalaka, 20 rumah rusak di Kelurahan Andir, dan 11 rumah rusak di Rancamayar. 

Masih di tahun 2023, puting beliung juga terjadi di wilayah Bandung pada bulan Oktober di Banjaran serta bulan Desember di Ciparay yang menimbulkan beberapa kerusakan seperti bangunan rusak dan pohon tumbang.

Pada tanggal 18 Februari 2024, puting beliung terjadi juga di Parongpong, Bandung Barat. 

Baca Juga: Bey Machmudin: Tak Ada Korban Jiwa akibat Puting Beliung, Korban Luka Ditanggung Pemerintah


 




Sumber : Kompas TV, Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x