Kompas TV nasional hukum

Pius Lustrilanang Penuhi Panggilan KPK untuk Diperiksa terkait Kasus Dugaan Suap Pj Bupati Sorong

Kompas.tv - 1 Desember 2023, 15:15 WIB
pius-lustrilanang-penuhi-panggilan-kpk-untuk-diperiksa-terkait-kasus-dugaan-suap-pj-bupati-sorong
Anggota VI BPK Pius Lustrilanang (kanan) memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/12/2023). (Sumber: ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dengan tersangka Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM) dan kawan-kawan.

"Pius Lustrilanang, selaku anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan RI, saksi saat ini telah hadir dan segera dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Meski demikian, Ali tidak memberikan keterangan lebih lanjut soal materi apa yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan terhadap Pius tersebut.

Baca Juga: KPK Bakal Periksa Anggota BPK Pius Lustrilanang Kamis Pekan Ini soal Kasus Suap Pj. Bupati Sorong

Penyidik KPK sebelumnya telah menggeledah ruang kerja Pius Lustrilanang pada Rabu (15/11/2023). Namun, lembaga antirasuah belum memberikan keterangan soal apa saja hasil penggeledahan tersebut.

Pada Selasa (14/11), KPK menahan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi suap pengondisian temuan pemeriksaan keuangan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong, Papua Barat Daya.

Enam tersangka tersebut ialah Yan Piet Mosso (YPM), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS).

Kemudian, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AB), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).

Adapun konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat BPK hendak melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.

Baca Juga: KPK Geledah Ruang Kerja Anggota BPK Pius Lustrilanang Terkait Kasus Suap Pj Bupati Sorong

Sebagai tindak lanjut, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Dalam surat tugas tersebut, komposisi personelnya yaitu Patrice Lumumba Sihombing selaku penanggung jawab, Abu Hanifa selaku pengendali teknis, dan David Patasaung selaku ketua tim.

Mereka ditunjuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun anggaran 2022 dan 2023 di Pemkab Sorong dan instansi terkait lainnya, termasuk Pemprov Papua Barat Daya.

Dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Atas temuan itu, sekitar bulan Agustus 2023, mulai terjalin rangkaian komunikasi antara Efer Segidifat dan Maniel Syatfle, sebagai representasi dari Yan Mosso, dengan Abu Hanifa dan David Patasaung yang juga sebagai representasi dari Patrice.

Baca Juga: Soal Kecurangan, Anies Singgung Pakta Pj Bupati Sorong: Ada Berapa yang Tidak Muncul ke Permukaan?

Dalam komunikasi tersebut, direncanakan akan dilakukan pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada. 

Penyerahan uang tersebut dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya suatu hotel di Sorong.

Tersangka YPM, ES, dan MS sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, tersangka PLS, AH, dan DP sebagai pihak penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


 




Sumber : ANTARA


BERITA LAINNYA



Close Ads x