Kompas TV nasional hukum

Jurnalis Korban Peretasan Ajukan Gugatan Perdata kepada Telkomsel, Telegram dan WhatsApp

Kompas.tv - 11 Februari 2023, 00:24 WIB
jurnalis-korban-peretasan-ajukan-gugatan-perdata-kepada-telkomsel-telegram-dan-whatsapp
Ilustrasi peretasan akun media sosial. (Sumber: Istockphoto/Xijian)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Vyara Lestari

Akan tetapi kenyataannya, Akbar ter-logout dari akun WhatsApp-nya dan tidak bisa login kembali dengan nomor Telkomsel yang ia miliki.

“Kenapa ada pihak lain yang menguasai nomor itu? Siapa yang memberikan akses untuk itu? Nah, untuk mengetahui izin akses itu adalah perusahaan Telkomsel itu,” ujar Ayyubi.

Baca Juga: Akun Instagram KPU Provinsi Bali Diretas

Ia mengatakan, penguasaan nomor Telkomsel milik Akbar oleh pihak lain jelas merugikan kliennya dan mengancam privasinya sebagai konsumen maupun wartawan.

“Nah, karena adanya penggunaan oleh orang lain dari nomer Akbar, ini telah merugikan karena ada data pribadi dalam nomor itu, ada informasi pribadi yang seharusnya dijaga oleh PT. Telkomsel,” tegasnya. 

Selain ke Telkomsel, gugatan juga ditujukan ke WhatsApp dan Telegram selaku penyedia layanan pesan. 

Ketua LBH Pers Ade Wahyudi mengatakan, kasus pelaporan kekerasan fisik ataupun digital yang dialami awak media sering kali berjalan lambat dan bahkan berhenti setelah tahap pelaporan dan pemanggilan pelapor.

Ia mencontohkan, sebelum melakukan gugatan perdata, redaksi Narasi telah melakukan aduan ke pihak kepolisian terkait kasus serangan siber yang dialami 37 jurnalis dan situs Narasi. 

“Tapi secara faktanya, hal ini masih stuck, belum ke mana-mana kasusnya,” kata Ade.

Ade mengatakan, mandeknya penyelesaian kasus peretasan terhadap jurnalis maupun aktivis membuat banyak korban enggan untuk melapor. 

Ade mengatakan pihak kepolisian kerap berdalih kesulitan mencari pelaku peretasan terhadap jurnalis atau aktivis. 

Baca Juga: Bjorka Diduga Retas 44 Juta Data dari Aplikasi MyPertamina! Apa Langkah Pemerintah?

Namun di sisi lain, mereka bisa begitu cepat memproses kasus pelanggaran digital yang menimpa lembaga negara ataupun kepolisian.

“Kenapa serangan kepada lembaga pemerintah dan non-jurnalis itu lebih cepat, kenapa giliran jurnalis ini jadi lambat? Ini jadi pertanyaan besar soal apakah sebenarnya mampu mengungkap serangan siber seperti ini," kata Ade.

Ade menyatakan, gugatan Akbar menjadi penting untuk membongkar fakta-fakta tentang peristiwa yang terjadi dalam ruang peradilan yang sah. 

Dengan ini, gugatan tersebut dapat jadi dorongan keamanan bagi jurnalis lainnya.

“Saya pikir ini juga menjadi hal yang menarik untuk kita dorong sehingga nanti terbuka fakta-faktanya, kemudian ujungnya adalah model-model keamanan untuk teman-teman jurnalis,” jelasnya Ade.

Dalam laporan tersebut, para tergugat diduga melakukan perbuatan melanggar hukum yang tercantum dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). 

Selain itu juga ada pelanggaran pasal 154 Permenkominfo No. 5 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa setiap nomor MSISDN hanya bisa dimiliki oleh satu orang pemilik sehingga tidak seharusnya bisa diakses oleh orang lain.

Termasuk pula pasal 7 huruf b UU No. 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen yang menyatakan kewajiban pemberian informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasa konsumen serta pasal 7 huruf f UU Perlindungan Konsumen. 

Baca Juga: Menkes Budi Pastikan Data yang Diretas Bjorka Bukan dari PeduliLindungi


 

 

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x