Kompas TV nasional hukum

Draf RKUHP Terbaru Belum Dibuka ke Masyarakat, Surat Permohonan KIP Dilayangkan ke DPR

Kompas.tv - 18 Juli 2022, 19:35 WIB
draf-rkuhp-terbaru-belum-dibuka-ke-masyarakat-surat-permohonan-kip-dilayangkan-ke-dpr
Ilustrasi. Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) akan melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik (KIP) terkait draf RKUHP, ke DPR. (Sumber: Kompastv/Ant)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) akan melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik (KIP) terkait draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang telah diterima DPR RI.

Menurut Zaki Yamani, perwakilan KKJ, hal itu dilakukan agar masyarakat bisa kembali dilibatkan secara bermakna untuk memberikan kritik dan masukan terhadap RKUHP sebelum disahkan. Sehingga dengan begitu, publik tahu apa saja aturan yang akan berdampak pada masyarakat.

"Harusnya pemerintah sejak awal jika merancang UU dan (draf) sudah final setidaknya share-lah itu ke publik, biar publik tidak gelisah dan tahu apa yang sebenarnya dirancang oleh pemerintah. Selain itu juga agar publik mempunyai ruang untuk mengkritik dan memberi masukan kepada RUU itu," kata Zaki dalam konferensi pers yang dipantau secara daring, Senin (18/7/2022).

Selain itu, KKJ juga menilai sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait draf RUU pada tahun lalu tidak cukup disebut sebagai pelibatan bermakna.


Baca Juga: Azyumardi Azra: Pasal-Pasal di RKUHP Banyak yang Mencerminkan Neokonservatisme

Sebab, kata Zaki, pada saat sosialisasi dilakukan, draf terbaru tidak dibagikan kepada masyarakat.

"Dari kami masyarakat sipil terutama KKJ itu (sosialisasi) saja tidak cukup, toh drafnya tidak dibagikan kepada masyarakat," ujar Zaki.

KKJ juga menilai, draf RKUHP terbaru perlu disebar ke masyarakat sipil. Terlebih, usai pemerintah resmi menyerahkannya kepada DPR, banyak beredar draf final RKUHP di beberapa medium online.

Bahkan hingga kini, belum ada respons dari DPR terkait keabsahan draf terbaru RKUHP itu.

KKJ meminta DPR untuk mengonfirmasi keabsahan draf RKUHP yang telah beredar di masyarakat. Sebab, Zaki menjelaskan, ada kekhawatiran di masyarakat bahwa masukan atau kajian yang dilakukan justru ditolak karena draf dinilai lawas sebagaimana pernah terjadi dalam proses kritik terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Itu pernah kejadian seperti saat warga sipil melakukan kritik terhadap UU ITE. Masyarakat sipil sudah melakukan kajian panjang lebar tetapi ternyata draf yang diberikan kepada DPR dan beredar di masyarakat itu berbeda," jelas Zaki.

"Dan kami tidak ingin itu terulang lagi. Karena kok pemerintah main kucing-kucingan dan main petak umpet terhadap urusan yang berkaitan dengan kepentingan publik," imbuhnya.

KKJ berharap, DPR dapat menjawab permohonan KIP terhadap draf RKUHP sehingga nantinya masyarakat sipil juga komunitas pers dapat melakukan partisipasi bermakna untuk memberi kritik dan masukan sebelum disahkan.

"Sekali lagi kepada pemerintah dan DPR dapat kembali membuka ruang dan memberi draf resmi kepada warga sipil untuk berpartisipasi dalam RKUHP," pungkasnya.

Baca Juga: RKUHP Atur Sanksi Pihak yang Abaikan Wajib Bela Negara, Mulai Penjara hingga Denda Rp500 Juta

Sebelumnya diberitakan, pemerintah secara resmi menyerahkan draf RKUHP kepada Komisi III DPR dalam rapat kerja Komisi III dengan pemerintah yang digelar, Rabu, 6 Juli 2022.

Penyerahan draf RKUHP oleh pemerintah dilakukan langsung oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Sharif Omar Hiariej alias Eddy Hiariej kepada DPR.

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai 14 pasal dalam draf RKUHP akan mengancam kebebasan pers.

Menurut Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim, melalui pasal-pasal tersebut pekerjaan jurnalis menjadi berisiko untuk dipidanakan.

"Pasal-pasal itu membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan," kata Sasmito dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS.TV, Jumat, 24 Juni 2022.

Lebih lanjut, Sasmito menyebut 14 pasal yang mengancam kebebasan pers, antara lain Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden: Pasal 218 dan Pasal 220; Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum Bagian Penghinaan terhadap Pemerintah: Pasal 240 dan Pasal 241; Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara: Pasal 353 dan Pasal 354.

Kemudian Tindak Pidana Penghinaan: Pasal 439; Penodaan Agama: Pasal 304; Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika: Pasal 336; Penyiaran Berita Bohong: Pasal 262, Pasal 263, dan Pasal 512; Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan: Pasal 281; Pencemaran Orang Mati: Pasal 445.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x