Kompas TV nasional hukum

Dapat Makan Gratis, Ferdinand Hutahaean Merasa Nyaman Jalani Ramadan di Dalam Rutan

Kompas.tv - 5 April 2022, 22:55 WIB
dapat-makan-gratis-ferdinand-hutahaean-merasa-nyaman-jalani-ramadan-di-dalam-rutan
Eks Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean akhirnya memenuhi pemeriksaan Bareskrim Polri terkait statusnya sebagai terlapor dugaan kasus ujaran bermuatan bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada Senin (10/1/2022). (Sumber: Tribunnews.com/ Igman Ibrahim)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengaku tidak merasa terbeban menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan tahun ini.

Meski masih mendekam di Rutan Mabes Rorenmin Bareskrim Mabes Polri, Ferdinand tidak kesulitan untuk menjalani sahur maupun berbuka puasa.

Bahkan terdakwa kasus kicauan penyebar berita bohong, menyebabkan keonaran dan perpecahan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) di Twitter pribadinya ini mengaku nyaman lantaran tidak perlu repot menyiapkan atau mencari makanan saat sahur atau buka puasa, karena sudah mendapat makan gratis.

Baca Juga: Didakwa Sengaja Siarkan Berita Bohong Buat Keonaran, Ferdinand Hutahaean Dituntut 7 Bulan Penjara

"Enak, di Rutan itu kita hidup enak. Dikasih makanan gratis," ujarnya usai mendengarkan tuntutan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2022).

Sebelumnya Ferdinand dituntut tujuh bulan penjara oleh JPU Kejari Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan mantan politisi Partai Demokrat ini terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

Ferdinand dinilai telah melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca Juga: Hari Ini Jalani Sidang Dakwaan Ujaran Kebencian, Ferdinand Hutahaean: Saya Mualaf Sejak 2017

"Menuntut, menjatuhkan pidana pada terdakwa selama 7 bulan, dikurangi masa tahanan," ujar Jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/4).

Dalam pertimbangan hal yang memberatkan tuntutan, perbuatan terdakwa Ferdinand telah menimbulkan keresahan yang meluas bagi masyarakat.

Sebagai tokoh publik seharusnya terdakwa memberi contoh atau teladan yang baik bagi masyarakat.

Sementara hal yang meringankan tuntutan, Ferdinand belum pernah dihukum, menyesali perbuatan dan bersikap sopan selama persidangan.

Baca Juga: Diduga Isi Ceramah Bahar Smith Mengandung Berita Bohong Soal Kasus Rizieq Shihab

Adapun perkara ini terkait kicauan Ferdinand Hutahaean di akun Twitter pribadinya @FerdinandHaean3 yang mengomentari sejumlah hal, khususnya soal pemeriksaan Habib Bahar bin Smith di Mapolda Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Dalam kicauannya, Ferdinand meminta Polda Jabar untuk langsung menetapkan Bahar Smith sebagai tersangka demi keadilan.

Dikutip dari Tribunnews.com, kata 'Demi Keadilan' dinilai jaksa merujuk pada makna bahwa jika Polda Jabar tidak menetapkan tersangka kepada Bahar Smith, maka masyarakat menerima ketidakadilan dari Polda Jabar.

Baca Juga: Kicauan 'Allahmu ternyata lemah' Ferdinand Hutahaean Dipidanakan, Tersangka Diancam 10 Tahun Bui

Dalam dakwaan kedua, Ferdinand dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.

Perbuatan tersebut dilakukannya dalam bentuk cuitan 'Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela'.

Jaksa beranggapan bahwa kalimat "Allahmu lemah harus dibela" ditujukan kepada yang berlainan agama dengan terdakwa, yakni kepada Bahar Smith dan kelompoknya yang beragama Islam. 

"Sehingga jelas bahwa terdakwa menghendaki kegaduhan yang menerbitkan keonaran pada kalangan rakyat," ujar jaksa.

Baca Juga: Bahar bin Smith: Saya akan Buktikan Tidak Beritakan Kebohongan

Atas perbuatanya, Ferdinand didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x