Kompas TV nasional politik

BNPT Ungkap Kriteria Penceramah Radikal, Hidayat Nur Wahid: Amat Tendensius dan Tak Adil

Kompas.tv - 11 Maret 2022, 15:19 WIB
bnpt-ungkap-kriteria-penceramah-radikal-hidayat-nur-wahid-amat-tendensius-dan-tak-adil
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai kriteria-kriteria penceramah radikal yang diungkap oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) amat tendensius dan tak adil. (Sumber: KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI )
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai kriteria-kriteria penceramah radikal yang diungkap oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) amat tendensius dan tak adil.

Ia berpendapat kriteria-kriteria itu bisa membuat kegaduhan dan tak menyelesaikan masalah radikalisme di Indonesia.

"Apalagi kriteria-kriteria sepihak terlihat sangat tendensius dan tidak adil karena hanya menyasar kelompok penceramah beragama Islam, dan tidak menyentuh radikalisme lain yang juga terjadi di wilayah NKRI dalam bentuk komunisme, atheisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila dan dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia," kata HNW kepada wartawan, Jumat (11/3/2022). 

"Apalagi kriteria itu juga menyasar penceramah dengan sikap kritis dan korektif kepada pemerintah. Itu malah dapat membungkam demokrasi dan HAM."

"Kriteria-kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945, dan UUD RI 1945 yang mengakui dan menghormati agama, persatuan Indonesia, dan hak asasi manusia,” kata HNW. 

Baca Juga: BNPT Amati Narasi Ceramah yang Dianggap Intoleran, Minta Gelorakan Nasionalisme

Menurut dia, bila tidak konsisten dan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD RI 1945, kriteria itu justru malah akan menambah masalah. Apalagi jika di lain sisi, membiarkan terus terjadinya radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan oleh mereka yang anti agama. 

"Contohnya seperti kelompok atheis maupun komunis yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 ayat (1) UUD RI 1945, yang bisa ditengarai dengan makin maraknya laku maupun pernyataan yang dinilai sebagai menodai agama, ajarannya, simbol maupun tokoh agama," ujar HNW. 

Politikus PKS itu menyebut, Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan menghormati HAM.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III: BNPT Jangan Sudutkan Umat Islam dengan Isu Radikalisme

“Maka kriteria-kriteria mengatasi radikalisme mestinya juga tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap pemerintah yang sah, karena yang demikian itu adalah dilindungi oleh UUD serta hukum dan merupakan praktek yang lazim di negara demokrasi di seluruh dunia," paparnya. 

"Kritik dan koreksi dari penceramah di negara demokrasi, yang mengakui hukum dan HAM, mestinya diposisikan sebagai bagian dari pelaksanaan Pancasila dan konstitusi, serta bukti demokrasi yang hidup sebagai kontrol dan kritik terhadap pemerintah,” kata HNW.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid menjelaskan, setidaknya ada lima indikator yang bisa digunakan untuk mengetahui seorang penceramah masuk kategori radikal atau tidak.

Lima indikator ini dapat dilihat dari isi materi yang disampaikan, bukan dari tampilan si penceramah.

Baca Juga: Sedang Disorot, BNPT Dapat Dukungan Persatuan Ormas Islam, Apa yang Terjadi?

Pertama, saat menyampaikan materi penceramah mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. 

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian atau hate speech, dan hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). 

Baca Juga: Kepala BNPT Imbau Kesbangpol dan FKPT untuk Rawat Nilai Toleransi dan Keindonesiaan

Terakhir biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

"Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman," ujar Nurwakhid, Sabtu (5/3/2022), dikutip dari Antara.
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x