Kompas TV nasional sapa indonesia

Soal Ceramah Oki Setiana Dewi, Komisi IX DPR RI: Harus Bedakan Aib dan KDRT

Kompas.tv - 5 Februari 2022, 09:56 WIB
soal-ceramah-oki-setiana-dewi-komisi-ix-dpr-ri-harus-bedakan-aib-dan-kdrt
Menanggapi ceramah Oki Setiana Dewi mengenai KDRT yang dianggap aib, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menyebut harus membedakan aib dan KDRT. Hal ini disampaikannya dalam tayangan program Sapa Indonesia Akhir Pekan, Sabtu (5/2/2022). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Menanggapi ceramah Oki Setiana Dewi mengenai KDRT yang dianggap aib, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menyebut, ada tiga hal penting dari polemik tersebyut.

Pertama, kata Nihayatul, harus membedakan antara aib dan KDRT. Kedua, harus melihat kondisi dari korban, kenapa korban harus bercerita.

“Ketiga, bagaimana sebenarnya agama, dalam hal ini Islam, bagaimana melihatnya,” kata dia dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (5/2/2022).

“Orang berbeda melihat aib. Aib itu bagaimana sesuatu yang tidak membahayakan kesehatan fisik, psikologis dari seseorang,” lanjutnya.

Baca Juga: Video Ceramahnya Viral karena Dianggap Normalisasi KDRT, Oki Setiana Dewi Buka Suara

Dia mencontohkan yang dimaksud dengan aib, salah satunya adalah pasangan suka buang angin sembarangan. Itu tidak membahayakan fisik dan mental.

“Tapi kalau KDRT, itu tindakan yang merusak, membahayakan kesehatan dan keselamatan korban.”

Sehingga, lanjut Nihayatul, harus dilihat, kenapa korban harus berbicara. KDRT, kata dia diatur dalam UU No. 23 tahun 2004, sudah 17 tahun, UU tentang KDRT.

“Korban bercerita bukan untuk membuka aib, tapi salah satunya adalah menyelamatkan diri,” tegasnya.

Dalam Islam, menurut Nihayatul, ada tujuan dari hukum Islam, salah satunya adalah menjaga keselamatan diri, baik fisik maupun mental.

Kedua, tuturnya, korban harus bercerita untuk memutus tali kekerasan.

“Jadi ini bukan semata-mata soal hukum tapi memutus tali kekerasan. Kalau korban sudah bercerita pada orang lain berarti kondisinya dia memang butuh diselamatkan, dia tidak mampu memutus kekerasan itu.”

Namun, bagi sebagian perempuan, mencritakan hal yang dialami dalam rumah tangga bukan hal mudah, karena  ada persoalan yang luar biasa di dalam otaknya,  yang mungkin sudah dicuci otak oleh pelaku.

“Bahwa kekerasan ini terjadi karena kesalahan kamu. Kalau kamu bercerita aibmu akan kelihatan, akan merusak martabat keluarga.”

Dia menegaskan, ketika ada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga bercerita, bukan sekadar bercerita seperti biasa.

Tapi dia bercerita karena dia membutuhkan pertolongan dan dia harus menyelamatkan diri.

“Bagi korban, yang pertama harus dilakukan adalah menyelamatkan diri.”

Ketiga, lanjut dia, tentang bagaimana Islam melihat kasus kekerasan dalam rumah tangga. Nihayatul mengatakan, kekerasan bukan ajaran dari Nabi Muhammad SAW.

Dia menceritakan kisah tentang nabi yang sedang bertengkar dengan istrinya, Siti Aisyah, yang merupakan anak dari Abu Bakar Shidiq.

“Saat itu Abu Bakar mau memukul Aisyah anaknya karena bertengkar dengan nabi, tapi nabi mencegahnya.”

Kisah lain, menurut Nihayatul, saat ada sahabat nabi yang melapor bhwa ada beberapa orang yang melamarnya.

“Nabi mengatakan, jangan menikah dengan si A, karena si A tidak punya finansial, jangan menikah dengan si B karena suka memukul.”

“Nabi melarang seseorang menikah dengan orang yang suka memukul,” tuturnya.

Masih tentang kisah nabi, Nihayatul menjelaskan tentang adanya beberapa perempuan yang melapor ke nabi bahwa masih banyak laki-laki yang suka memukul.

Baca Juga: Sebelum Kontroversi Ceramah KDRT, Oki Setiana Dewi Pernah Diboikot dari TV karena Hal Ini

Saat itu nabi mengatakan bahwa orang (pria) yang suka memukul perempuan bukan orang baik-baik dan bukan orang pilihan.

“Apakah saat itu nabi mengatakan, ‘Hey kamu jangan mengumbar aib orang?’ Tidak. ‘Hey kamu jangan menceritakan ke orang lain, jangan melapor, itu aib’. Tidak. Nabi menerima masukan itu.”

Jika pun ada orang yang menyebut bahwa memukul untuk mendidik, Nihayatul menyebut ada garis yang cukup ketat dan melalui beberapa tahapan.

Pertama, harus dinasihati terlebih dahulu. Kedua, pisah sementara.

“Baru memukul, itu pun juga harus dalam kondisi terukur. Sekarang ini pelaku melakukan pemukulan bukan untuk memperbaiki hubungan tapi untuk melampiaskan emosi,” ucapnya.

“Bila membuka kasus KDRT itu dianggap aib, apalagi melakukannya. Jadi itu yang ingin saya katakan bahwa kita harus melihatnya dari situ.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x