Kompas TV nasional berita utama

KontraS: Kekerasan yang Dilakukan TNI di Papua Masih Tinggi

Kompas.tv - 6 Oktober 2021, 09:00 WIB
kontras-kekerasan-yang-dilakukan-tni-di-papua-masih-tinggi
Ilustrasi kekerasan yang dilakukan TNI kepada warga sipil (Sumber: Instagram/@jeg.bali via Kompascom)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan, kekerasan yang dilakukan oleh TNI masih tinggi di Papua, baik terhadap warga sipil atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Demikian Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menyampaikan keterangan terkait HUT ke-76 Tentara Republik Indonesia, Selasa (5/10/2021).

“Sejak Oktober 2020-September 2021, kami menemukan setidaknya telah terjadi 9 kasus kekerasan di Papua dengan melibatkan aktor TNI,” ujar Fatia Maulidiyanti .

“Adapun tindakan tersebut meliputi penembakan, penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, serta tindakan tidak manusiawi.”

Bagi KontraS, data ini harus dianggap sebagai fenomena gunung es mengingat akses informasi terhadap isu-isu kekerasan di Papua sungguh terbatas, terlebih informasi begitu banyak didominasi oleh narasi negara.

Baca Juga: Ketua MPR hingga KSAL Dapat Brevet Wing Kehormatan Penerbang dari TNI AU

“Sebagai contoh yakni kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia yang sesaat setelah kejadian narasi yang muncul di media adalah bahwa ia dibunuh oleh KKB,” kata Fatia Maulidiyanti .

“Namun setelahnya muncul berbagai kesaksian yang justru menunjukan bahwa pelaku pembunuhan tersebut adalah aparat TNI.”

Fatia Maulidiyanti menuturkan, kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia hanyalah satu dari deretan kasus kekerasan yang terjadi di Intan Jaya.

Sama seperti kasus Pendeta Yeremia, kasus-kasus lain juga masih belum mendapat kejelasan lantaran proses peradilan yang tidak transparan.

“Misalnya, penembakan dan pembunuhan terhadap Gembala Gereja Katolik di sekitar Bandara Sugapa pada 7 Oktober 2020 yang hingga hari ini pelakunya belum ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Fatia Maulidiyanti .

Bahkan terbaru, terdapat kasus dua anggota TNI yang menginjak kepala seorang warga di Merauke, pelaku merupakan anggota TNI AU bernama Serda Dimas Harjanto dan Prada Rian Febrianto.

Kasus tersebut memperlihatkan bahwa aparat yang bertugas khususnya di Papua masih berperspektif rasis dan mengedepankan metode kekerasan.

“Terlebih korban merupakan seorang penyandang disabilitas. Pendekatan militeristik yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik terbukti tidak efektif dan justru semakin memperpanjang rentetan kekerasan di Papua,” beber Fatia Maulidiyanti .

“Potensi kekerasan bahkan semakin diperparah dengan ditetapkannya KKB sebagai organisasi teroris.”

Baca Juga: KontraS Temukan 54 Peristiwa Kekerasan yang Libatkan TNI sepanjang Oktober 2020-September 2021

Dalam cermat KontraS, lanjut Fatia Maulidiyanti , pendekatan keamanan dan berbasis stigma tentu harus dievaluasi ulang.

Walaupun UU Terorisme melegitimasi keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme, harus diatur secara tegas garis demarkasi antara penanganan kejahatan/tindak pidana dengan tindakan yang butuh tenaga militer.

“Hal tersebut guna meminimalisir adanya pelanggaran HAM di tanah Papua. Belakangan ini, pendekatan sekuritisasi dengan melibatkan aparat gabungan TNI/Polri juga makin masif dilakukan dalam pengamanan PON Papua,” kata Fatia Maulidiyanti .

“Langkah penerjunan aparat tersebut juga merupakan jalan kontradiktif yang diambil pemerintah pusat dan tidak memikirkan dampak selanjutnya.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x