Kompas TV nasional sosial

Apa Itu Femisida dalam Kasus Pembunuhan di Hotel Menteng dan Bagaimana Bahayanya bagi Perempuan?

Kompas.tv - 31 Mei 2021, 18:29 WIB
apa-itu-femisida-dalam-kasus-pembunuhan-di-hotel-menteng-dan-bagaimana-bahayanya-bagi-perempuan
Ilustrasi pembunuhan pada perempuan atau femisida. Perempuan kerap menjadi korban pembunuhan atau kekerasan karena identitas gendernya. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Eddward S Kennedy

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komnas Perempuan menilai kasus pembunuhan seorang perempuan di sebuah hotel di Menteng, Jakarta Pusat sebagai femisida. Apa itu femisida?

Menurut Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan, pembunuhan perempuan berinisial IWA (31) ini tergolong femisida. 

“Pembunuhan terhadap perempuan yang diduga dilakukan oleh teman kencannya dapat dikategorikan sebagai femisida (femicide), yaitu pembunuhan terhadap perempuan karena ia perempuan,” jelas Siti kepada awak media, Jumat (28/5/2021).

Baca Juga: Ayah Korban Pemerkosaan Anak Anggota DPRD: Putri Saya Menanggung Penderitaan Seumur Hidup

Kejahatan ini, kata Siti, juga merupakan puncak ketidakadilan pada perempuan sebagai gender yang umum dianggap lebih rendah dari laki-laki.

Femisida ini berbeda dengan pembunuhan biasa (homicide). Siti membeberkan, Komnas Perempuan mencatat banyak kasus femisida terjadi pada 2020.

“Tahun 2020, ditemukan terjadi 97 kasus femisida, di antaranya dalam relasi pekerjaan yaitu terhadap pekerja seks, terapis dan pemandu lagu,” bebernya.

Dari berbagai kasus itu, para pelaku membunuh korban perempuan karena cemburu, menolak hubungan seksual, dan tak mau bertanggung jawab atas kehamilan yang tidak diinginkan.

Masalah pelaku yang maskulinitasnya tersinggung pun menjadi motif pembunuhan pada perempuan. 

Contohnya, tersinggung karena bau badan, hubungan seks tidak tahan lama, serta tidak sepakat soal layanan jasa seks.

Istilah femisida sendiri bukan baru-baru ini muncul. Hal ini telah diakui dalam Deklarasi Vienna Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 26 November 2012.

“Femisida adalah pembunuhan perempuan dan gadis karena gender mereka,” demikian isi Deklarasi Vienna.

Baca Juga: Komnas PA Laporkan Pemilik Sekolah di Batu Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak

Deklarasi itu juga memperingatkan femisida yang makin marak terjadi di seluruh dunia tanpa hukuman setimpal pada pelaku.

Ada 11 jenis femisida sesuai Deklarasi Vienna, berikut daftarnya.

  1. Pembunuhan perempuan karena kekerasan dari partner intim, seperti suami, pacar, pengguna jasa seksual
  2. Penyiksaan dan pembunuhan karena kebencian pada perempuan (misoginis) 
  3. Pembunuhan perempuan atas nama “kehormatan”
  4. Pembunuhan yang sengaja menyasar perempuan dan gadis saat konflik bersenjata. Contohnya pemerkosaan dan pembunuhan oleh tentara
  5. Pembunuhan perempuan terkait mas kawin
  6. Pembunuhan perempuan karena orientasi seksual dan identitas gender mereka
  7. Pembunuhan perempuan masyarakat adat karena identitas gender sebagai perempuan
  8. Pembunuhan anak dan janin karena berjenis kelamin perempuan
  9. Kematian terkait sunat perempuan
  10. Pembunuhan karena tuduhan sebagai penyihir
  11. Femisida lain terkait geng, organisasi kriminal, pengedar narkotika, perdagangan manusia, dan penggunaan senjata api

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, pernah membeberkan data soal kekerasan di Indonesia.

Menurut Bintang, pada 2016 pihaknya menemukan, sepertiga perempuan berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan atau orang terdekat.

"Adapun catatan Simponi PPPA menunjukan bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 7.464 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa," kata Bintang, Senin (8/3/2021), dikutip dari Tribunnews.

Dari total kasus itu, 60 persennya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Di sisi lain, data KDRT dalam Statistik Kriminal Badan Pusat Statistik memperlihatkan angka KDRT yang jauh lebih banyak.

Baca Juga: Pembunuhan Perempuan di Hotel Menteng, Sejak Awal Tersangka Sudah Berencana Merampok Korban

Pada 2017, kasus kekerasan dalam rumah tangga mencapai 8.949 kasus. Lalu, ada 8.067 kasus KDRT pada 2018 dan 8.229 kasus pada 2019.

Hal ini belum mencatat kasus pembunuhan, penganiayaan, perkosaan, pencabulan, dan berbagai kejahatan lain di luar KDRT yang belum tersedia data sesuai pembagian jenis kelamin.

"Catatan tahun 2020 dari Komnas Perempuan, memperlihatkan selama 12 tahun terakhir kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat 8 kali lipat," beber Bintang.

Bintang yakin, angka sebenarnya kekerasan pada perempuan jauh lebih banyak dari angka pelaporannya.

Sebelumnya, seorang perempuan berinisial IWA (31) ditemukan tewas pada Rabu (26/5/2021) sore. Polres Metro Jakarta Pusat menemukan, korban tewas karena bekapan dengan bantal.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Teuku Arsya Khadafi menyebutkan dugaan korban tewas di tangan teman kencannya.  Polisi berhasil menangkap pelaku pada Jumat (28/5/2021). 

"Kejadian ini bermula dari keinginan (pelaku) melampiaskan nafsu dengan bantuan aplikasi kencan untuk mendapatkan jasa layanan seks," kata Wakapolres Jakarta Pusat AKBP Setyo Koes Heriyanto dalam konferensi pers, Minggu (30/5/2021).

Baca Juga: Memperkosa Santri di Bawah Umur, Pengasuh Ponpes Divonis 13 Tahun Penjara

Pelaku yang berinisial AA itu mengaku mengincar 4 korban, tetapi hanya IWA yang berhasil ia dekati. 

AA juga mengatakan sudah berniat mencuri dari IWA sebelum bertemu. Ia pun tak membawa uang sesuai tarif layanan jasa seks IWA.

"AA berencana mengambil barang berharga IWA dan diuangkan, hasilnya digunakan untuk judi online. Jadi AA sudah keranjingan judi online," kata Setyo.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x