Kompas TV nasional peristiwa

Supertasmar: Ketika Soekarno Marah kepada Suharto Terkait Supersemar

Kompas.tv - 13 Maret 2021, 17:51 WIB
supertasmar-ketika-soekarno-marah-kepada-suharto-terkait-supersemar
Soekarno tertawa bersama dua jenderal Angkatan Darat Suharto dan AH Nasution (kiri) saat bertemu di Istana Merdeka Jakarta pada 1966. (Sumber: Arsip Kompas via Kompas.com)
Penulis : Ahmad Zuhad

JAKARTA, KOMPAS.TV - Surat Perintah 11 Maret 1966 atau terkenal sebagai Supersemar sering mengundang pembicaraan khalayak ramai. Banyak misteri seputar surat perintah dari Soekarno pada Suharto itu, salah satunya keberadaan Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret.

Setelah peristiwa Gerakan 30 September pada 1965 (G30S), Indonesia mengalami kekacauan. Presiden Soekarno saat itu memberi Supersemar pada Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Suharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban

Soekarno menyerahkan surat itu melalui tiga jenderal, yaitu Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.

Baca Juga: 11 Maret 1966: Sejarah Supersemar, Surat Sakti yang Mampu Buat Soeharto Gulingkan Soekarno

Suharto menafsirkan surat perintah itu dengan bertindak agresif dan membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mengetahui hal ini, Soekarno marah dan menganggap Suharto bertindak melebihi wewenangnya sebagai pengemban Supersemar.

Mengutip Kompas.com, Soekarno pun menulis Surat Perintah lain pada 13 Maret 1966 untuk mengoreksi Supersemar.

Keberadaan Supertasmar itu terungkap pertama kali oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998). AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno.

Menurut AM Hanafi, Supertasmar adalah pengumuman yang menyebut Supersemar sebagai perintah administratif atau teknis. Supersemar tidak memberi Suharto wewenang politik.

Supersemar juga mewajibkan Suharto memberi laporan pada Soekarno dengan segera.

Baca Juga: Disebut Bisa Melengkung Sendiri, Uang Kuno Bergambar Soekarno Ditawar Rp 5 Miliar

Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar pada publik untuk membantah interpretasi Supersemar. Namun, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, usaha itu gagal.

“Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Namun, dia tidak punya jalur lagi," kata Asvi.

Hanafi berusaha menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara, Suryadharma. Akan tetapi, Suryadharma mengaku tidak lagi punya sarana untuk menyebarkan surat perintah baru Presiden Soekarno.

“Pers pun tidak mau memberitakan," ujar Asvi.

Hingga kini, Supertasmar tak jelas keberadaannya. Arsip Nasional RI (ANRI) juga mengaku tak memiliki naskah atau salinan Supertasmar.

“Kalau Supertasmar, kami tidak ada," kata Kepala ANRI Mustari Irawan, Kamis (10/3/2016).

Baca Juga: Tiga Anak Soeharto Digugat Perusahaan Asal Singapura

Supertasmar dan naskah asli Supersemar tak bisa terlacak keberadaannya hingga saat ini. Ketika itu, Mustari mengatakan telah berusaha melacak dua dokumen penting itu di Sekretariat Negara.

"Kami juga terus cari di Sekretariat Negara, kan juga menyimpan dokumen," kata Mustari.

Sejak Supersemar terbit, kekuasaan Soekarno makin redup. Suharto kemudian mengambil alih.

Misteri keberadaan dua dokumen itu memunculkan teka-teki peralihan kekuasaan dari Soekarno pada Suharto ini yang tak juga terjawab jelas hingga kini.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x