Kompas TV nasional update corona

Kerap Gunakan Artis, Tepatkah Kampanye Vaksin Pemerintah?

Kompas.tv - 19 Januari 2021, 07:00 WIB
kerap-gunakan-artis-tepatkah-kampanye-vaksin-pemerintah
Raffi Ahmad menerima dosis vaksin virus Corona atau Covid-19 pada Rabu (13/1/2021) (Sumber: YouTube/Sekretariat Presiden)
Penulis : Tussie Ayu

Menanggapi hal ini, pengajar Paramadina Graduate School of Communication, Ika Karlina Idris mengungkapkan, dalam kampanye komunikasi, memang dibutuhkan pemimpin opini dalam menjembatani pesan pemerintah kepada masyarakat.

“Mengapa? Karena pemerintah ada jaraknya, dan pemimpin opini bisa menjembatani jarak tersebut,” ujarnya kepada Kompas.tv.

Namun demikian, menurut Ika ada kriteria pemimpin opini yang memiliki kemampuan dalam menyampaikan retorika pada publik. Kriterianya adalah, sang pemimpin opini harus memiliki logos (argumen atau penguasaan terhadap argumen), pathos (kemampuan memahami emosi audiens), dan ethos (kompetensi, perilaku, keahlian).

“Meski artis itu terkenal, namun belum tentu mereka mampu berargumen dan belum tentu mereka kompeten. Artis hanya cocok untuk meningkatkan awaresss, misalnya pesan untuk memberitahukan sudah ada vaksin. Namun untuk pesan yg sifatnya mengajak atau mengubah perilaku, tentu dibutuhkan pemimpin opini yang lebih kompeten dan berkeahlian,” ujar Ika.

Untuk memenuhi kriteria ini, menurut Ika, pemerintah bisa mencari pemimpin opini yang terkenal, namun tidak harus dari kalangan artis, misalkan pemerintah bisa memilih dokter yang terkenal di media sosial.

Mengenai Raffi Ahmad yang ditunjuk pemerintah sebagai pemimpin opini dari kalangan millennials, menurut Ika, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya melihat perwakilan anak muda hanya dari kalangan elit saja. Padahal pemerintah bisa memilih pemimpin opini dari kalangan millennials yang lebih membumi.

“Pemilihan Raffi, sama saja menunjukkan kalau pemerintah memberikan privilege hanya kepada kaum elit. Padahal corona ini berdampak luas. Dampaknya lebih parah pada mereka yang miskin dan susah mendapatkan akses kesehatan. Raffi itu sanggup melakukan tes swab kapan saja. Mengapa tidak mencari representasi dari kalangan ‘ndeso’, seperti branding awal presiden,” ujarnya.

Pengajar Paramadina Graduate School of Communication, Ika Karlina Idris. Dalam survei yang dilakukan Paramadina Public Policy Institute, diketahui kepercayaan masyarakat kepada influencer media sosial hanya 62,12 persen. (Sumber: Dokumentasi pribadi.)

Menurut Ika, pemerintah seharusnya menggunakan strategi komunikasi yang lebih mikro dan menyentuh langsung masyarakat di akar rumput. Misalnya pemerintah bisa menggunakan pejabat-pejabat di level RT/RW atau jejaring yang lebih dekat pada masyarakat. Misalkan alumni dari universitas tertentu.

 “Kalau efek awareness tentu Raffi mampu, tapi kalau untuk efek sampai mau menerima vaksin menurut saya lebih efektif menggunakan mikro influencer, seperti teman-teman sendiri,” tambahnya.

Baca Juga: Polisi Benarkan Ada Ahok Dalam Pesta yang Dihadiri Raffi Ahmad

Selain itu, menurutnya pesan yang dibawa para pemimpin opini juga seharusnya tidak berhenti pada sekedar “siap divaksin”. Lebih dari itu, setelah divaksinasi, masyarakat juga harus tetap mempertahankan protokol kesehatan.

Ika menekankan, jangan sampai pesan yang diterima hanya “siap divaksin”, namun pesan untuk tetap menjaga protokol kesehatan menjadi kabur.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x